Meningkatnya Suhu dan Kekeringan Jangka Panjang di Maroko Menewaskan 21 Orang Dalam 1 Hari 

NTD

Media Mesir memberitakan bahwa Badan Meteorologi Pusat Maroko menyatakan bahwa lonjakan suhu sampai mencapai 48 °C yang terjadi dari 22 hingga 24 Juli tidak hanya melanda beberapa wilayah Maroko, tetapi juga menyebabkan 21 orang meninggal dunia akibat gelombang panas di pusat kota Beni Mellal pada 25 Juli.

Dengan mengutip informasi dari surat kabar “Al Ahram” Central News Agency melaporkan, bahwa otoritas kesehatan di Beni Mellal menyatakan bahwa sebagian besar kematian warga di sana terjadi di antara pasien penyakit kronis dan orang lanjut usia yang kondisi kesehatannya semakin memburuk akibat suhu panas yang melonjak.

Meningkatnya suhu dan kekeringan jangka panjang di Maroko telah menyebabkan permukaan air waduk turun dengan cepat, sehingga sangat mengancam sektor pertanian. Menteri Perairan Maroko Nizar Baraka mengatakan, penguapan air dalam sehari di Juni tahun ini telah mencapai 1,5 juta meter kubik.

Menurut laporan, Maroko telah mengalami kekeringan selama enam tahun berturut-turut, dengan suhu mencapai rekor tertinggi dalam sejarah negara tersebut. Badan Meteorologi Pusat Maroko mengatakan bahwa  Januari tahun ini adalah bulan musim dingin yang terpanas di Maroko sejak tahun 1940, dengan suhu mendekati 37 °C di beberapa wilayah.

Maroko juga mengalami serangkaian gelombang panas yang memecahkan rekor pada musim panas tahun lalu. Rekor suhu tertinggi di Agadir, sebuah daerah di selatan Maroko pada pertengahan  Agustus tahun lalu adalah 50,4 °C.

Seorang pria meminum air saat gelombang panas terjadi di kota Fez pada 26 Juli 2024. (Fadel Senna/AFP/Getty Images)

Baru-baru ini badan pemantau iklim Uni Eropa juga mendeteksi bahwa 22 Juli merupakan hari terpanas dalam sejarah bumi sejak tahun 1940. Data awal dari Badan Perubahan Iklim Copernicus (Copernicus Climate Change Service) menunjukkan bahwa suhu rata-rata secara global pada hari itu adalah 17,15 °C.

Badan pemantau iklim Uni Eropa memperkirakan bahwa dengan tibanya puncak musim panas di belahan bumi utara, rekor suhu harian masih bisa terus meningkat, dan bumi juga harus menanggung suhu ekstrem global yang disebabkan oleh perubahan iklim akibat ulah manusia.

Para ilmuwan meyakini bahwa cuaca ekstrem ini berkaitan langsung dengan perubahan iklim bumi dan fenomena El Nino.

Agence France-Presse melaporkan bahwa menurut laporan jurnal akademis internasional “Nature Medicine” tahun lalu, bahwa selain perubahan iklim, negara-negara di seluruh dunia akan diselimuti suhu tinggi. Laporan tersebut juga memperkirakan bahwa fenomena El Nino akan semakin memperparah gelombang panas di darat dan laut, sehingga menyebabkan gelombang panas yang lebih ekstrim dan terus berdampak hingga tahun 2024.

Gavin Schmidt, Direktur Institut Studi Luar Angkasa Goddard NASA (Goddard Institute for Space Studies), juga menunjukkan bahwa El Nino, yang memanaskan Samudra Pasifik, akan membuat tahun 2024 lebih panas daripada tahun 2023. (sin)