Presiden Taiwan Lai Ching-te Memperingatkan pada KTT IPAC tentang Meluasnya Otoritarianisme Rezim Tiongkok

The Inter-Parliamentary Alliance on China (IPAC) menyambut Taiwan sebagai anggota baru

Frank Fang – The Epoch Times

TAIPEI, Taiwan-Presiden Taiwan Lai Ching-te berjanji  bekerja sama dengan mitra-mitra yang berpandangan sama untuk menegakkan demokrasi di dunia dalam menghadapi agresi dan otoritarianisme rezim komunis Tiongkok yang semakin meluas.

“Saya ingin menekankan bahwa ancaman dari Tiongkok terhadap negara manapun adalah ancaman bagi seluruh dunia,” kata Lai dalam pidatonya pada  30 Juli. “Taiwan akan menggunakan kekuatan penuhnya untuk mendukung payung demokrasi dengan mitra-mitra kami dalam demokrasi sehingga kami dapat mencegah ancaman perluasan otoritarianisme.”

Lai menyampaikan pidatonya pada pertemuan puncak yang diadakan oleh Aliansi IPAC, sebuah kelompok yang terdiri dari lebih dari 200 anggota parlemen dari berbagai negara di seluruh dunia yang percaya bahwa tanggapan terkoordinasi diperlukan untuk menghadapi kegiatan jahat rezim Beijing.

Tahun ini menandai pertama kalinya acara tahunan tersebut diadakan di Taiwan.

Menurut IPAC, 49 politisi dari 24 negara ikut serta dalam pertemuan tahun ini, termasuk anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh (MP) Sarah Champion dan anggota parlemen Konservatif Iain Duncan Smith, anggota parlemen Jepang Otokita Shun, anggota parlemen independen Kanada Kevin Vuong, Senator Prancis Olivier Cadic, anggota parlemen Republik Ceko Eva Decroix, anggota parlemen dari Partai Buruh Australia Deborah O’Neill, dan anggota Parlemen Eropa Miriam Lexmann.

“Ekspansi otoritarianisme Tiongkok ke luar terlihat jelas melalui intimidasi militernya terhadap negara-negara tetangga dan melalui taktik seperti penindasan diplomatik, pemaksaan ekonomi, serangan siber, dan penyebaran disinformasi,” ujar Lai. “Agresi zona abu-abu mereka yang terus meningkat merusak perdamaian dan stabilitas regional.”

Partai Komunis Tiongkok (PKT) telah menargetkan Taiwan dengan perang zona abu-abu, seperti menerbangkan pesawat tempur di dekat pulau formosa itu, sebagai upaya menekan pemerintahan dan militer yang terpilih secara demokratis. Pada akhirnya, rezim Tiongkok ingin mengambil alih Taiwan, negara yang secara de facto telah merdeka, baik melalui cara-cara damai maupun aksi militer.

Beberapa hari setelah Lai menjabat pada  Mei, PKT meluncurkan apa yang disebutnya sebagai latihan militer “hukuman” yang mengepung Taiwan,  mendorong Departemen Luar Negeri AS untuk mengeluarkan pernyataan yang menyatakan keprihatinannya.

Selama pidatonya, dia juga menguraikan strategi empat pilar bagi Taiwan  mempertahankan diri, termasuk memperkuat pertahanan nasional, meningkatkan keamanan ekonomi, dan bekerja berdampingan dengan mitra demokratis lainnya.

“Mengingat posisi strategis kami di rantai pulau pertama, Taiwan berdiri di garis depan dunia demokrasi,” kata Lai. “Kami bertekad untuk mempertahankan demokrasi kami, dan kami berkomitmen kuat  bekerja sama dalam menjaga perdamaian regional.”

Anggota IPAC

Setelah pidato  Lai, IPAC mengeluarkan sebuah pernyataan yang mengumumkan keanggotaan Taiwan dalam aliansi tersebut. Disebutkan bahwa dua anggota parlemen Taiwan, Fan Yun dari Partai Progresif Demokratik yang berkuasa dan Chen Gau-tzu dari Partai Rakyat Taiwan yang beroposisi, akan menjadi wakil ketua badan legislatif pulau itu dalam kelompok tersebut.

“IPAC adalah pendukung kuat untuk partisipasi Taiwan yang berarti dalam organisasi internasional. Keikutsertaan resminya dalam Aliansi ini disambut sebagai hasil yang bersejarah oleh semua delegasi,” demikian bunyi pernyataan tersebut.

Didirikan pada tahun 2020, aliansi ini sekarang terdiri dari anggota parlemen dari 40 negara, dengan Kolombia, Kepulauan Solomon, dan Uruguay sebagai anggota baru.

Sebagai tanggapan, Kementerian Luar Negeri Taiwan memposting di X, sebelumnya dikenal sebagai Twitter, bahwa masuknya Taiwan ke dalam aliansi “merupakan bukti lain yang meyakinkan untuk solidaritas demokrasi global.”

IPAC juga memutuskan untuk meluncurkan Inisiatif 2758, yang bertujuan untuk menginformasikan kepada publik tentang “distorsi Resolusi PBB 2758.” Menurut pernyataan tersebut, para anggota IPAC berjanji  “meloloskan resolusi di parlemen mereka masing-masing untuk menolak distorsi Beijing terhadap hukum internasional mengenai status Taiwan.”

Resolusi PBB 2758 dari tahun 1971 menggantikan Taiwan dengan Tiongkok sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Resolusi tersebut menyatakan bahwa Republik Rakyat Tiongkok (RRT) “adalah satu-satunya pemerintah yang sah di Tiongkok.” Nama resmi Taiwan adalah Republik Tiongkok.

Pada tahun 2022, German Marshall Fund Amerika Serikat menerbitkan sebuah laporan yang merinci bagaimana Tiongkok telah mendistorsi makna dan konteks Resolusi 2758 untuk menegaskan kedaulatan atas Taiwan.

“RRT sejak saat itu berusaha  ‘menginternasionalkan’ Prinsip ‘Satu Tiongkok’ dan menyamakannya dengan Resolusi PBB 2758, sebuah pergeseran revisionis dari maksud asli dokumen tersebut,” demikian bunyi laporan tersebut.

IPAC juga mengulangi kritiknya terhadap Beijing atas upaya PKT menekan anggota IPAC  melewatkan pertemuan puncak di Taiwan.

“Anggota IPAC secara tegas mengecam upaya Beijing untuk mengganggu KTT Tahunan mereka melalui taktik intimidasi dan tekanan,” kata IPAC.

“Upaya ini menyoroti perlunya membangun payung demokratis tidak hanya di atas Taiwan, tetapi juga di atas negara-negara demokrasi yang berpikiran sama. Jaringan ini bertekad untuk melindungi institusi dan komunitas kami dari campur tangan asing RRT  dan kegiatan represi transnasional.” (asr)