Ryan Morgan – The Epoch Times
Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina Wazed mengundurkan diri dan melarikan diri dari negaranya pada Senin (5/8/2024). Hal demikian disampaikan oleh perwira tinggi militer negara tersebut.
Jenderal Waker-uz-Zaman, Kepala Staf Angkatan Darat Bangladesh dan pejabat militer tertinggi di negara tersebut, mengumumkan pengunduran diri Hasina dalam sebuah konferensi pers yang disiarkan di televisi pada Senin.
Hasina, 76 tahun, adalah kepala pemerintahan wanita terlama dan terpilih untuk masa jabatan keempat berturut-turut dalam pemungutan suara pada Januari yang diboikot oleh lawan-lawan utamanya.
Ribuan anggota oposisi dipenjara menjelang pemungutan suara, pemerintah AS mengutuk hasil tersebut sebagai tidak kredibel, meskipun pemerintah Bangladesh membelanya.
Pengunduran diri dan kepergian Hasina dari negara tersebut menyusul bentrokan mematikan selama berminggu-minggu antara pasukan militer Bangladesh dan para demonstran yang memprotes sistem kuota yang diterapkan oleh pemerintahnya, yang memberikan jatah pekerjaan pemerintah untuk keluarga veteran perang.
Pasukan Bangladesh menghadapi demonstrasi dengan penutupan internet dan jam malam serta menembaki para demonstran dengan amunisi pengendali massa.
Kerusuhan terus meluas, setelah putaran baru bentrokan mematikan selama akhir pekan, pasukan militer Bangladesh tampaknya mengalah dan menyingkir. Puluhan ribu demonstran membanjiri ibu kota Dhaka dan ribuan orang lainnya tumpah ruah ke halaman kediaman perdana menteri.
Zaman, dalam pidatonya yang disiarkan di televisi, mengatakan bahwa “semua partai politik” di negara tersebut telah membahas pergolakan kepemimpinan dan telah memutuskan untuk membentuk sebuah pemerintahan sementara.
Pemimpin militer Bangladesh mengatakan bahwa ia memerintahkan pasukan Bangladesh untuk tidak menembaki para demonstran. Dia bertekad bahwa militer akan menyelidiki insiden mematikan selama berminggu-minggu yang menambah kerusuhan di negara tersebut.
“Tetaplah percaya pada militer, kami akan menyelidiki semua pembunuhan dan menghukum mereka yang bertanggung jawab,” kata Zaman.
Hasina juga menawarkan untuk berbicara dengan para penyelenggara protes pada Sabtu dan meluncurkan investigasi atas pembunuhan para pengunjuk rasa, namun para penyelenggara protes menolak tawarannya.
“Seseorang tidak dapat meminta keadilan kepada pemerintah pembunuh atau duduk untuk berbicara dengan mereka. Waktu untuk meminta pengampunan telah berlalu,” kata penyelenggara protes Nahid Islam dalam sebuah pesan yang menolak tawaran Hasina pada akhir pekan.
Kedutaan Besar AS di Dhaka mengeluarkan sebuah imbauan setelah perombakan kepemimpinan yang mendesak warga AS untuk mencari tempat perlindungan, dengan alasan “situasi saat ini yang tidak dapat diprediksi dan mudah berubah.”
“Kekerasan lebih lanjut yang terkait dengan transisi pemerintahan mungkin saja terjadi. Pertemuan dan protes tambahan tidak dapat diprediksi dan dapat terjadi dengan cepat,” Kedutaan Besar AS menambahkan.
Kedutaan Besar AS mengatakan bahwa Bandara Internasional Hazrat Shahjalal di Dhaka menghentikan operasinya dan para pengunjuk rasa telah memblokir jalan utama bandara. Namun, kedutaan menyarankan warga Amerika untuk mempertimbangkan kembali ke Amerika Serikat jika keadaan sudah aman.
Kedutaan Besar AS mengatakan bahwa kantornya di Dhaka hanya dibuka untuk operasi terbatas dan semua layanan konsuler rutin dibatalkan hingga 7 Agustus, sementara personel misi AS berlindung di tempat yang aman. (asr)