Pembunuhan Ismail Haniyeh Memicu Perang, Pemimpin Tertinggi Iran Mengeluarkan Perintah “Hukuman Berat”

NTD

Setelah pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, dibunuh pada 31 Juli 2024,  Pada Jumat (9 Agustus), lembaga berita Iran mengutip pernyataan dari wakil komandan Pengawal Revolusi yang menyatakan bahwa Iran segera melaksanakan perintah Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei untuk “menghukum berat” Israel atas pembunuhan Haniyeh di Teheran.

Iran dan Hamas menuduh Israel sebagai pelaku pembunuhan Haniyeh pada 31 Juli, namun Israel tidak mengonfirmasi ataupun menyangkal tuduhan tersebut. Pembunuhan Haniyeh ini menimbulkan kekhawatiran bahwa konflik antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza dapat berkembang menjadi perang yang lebih luas di Timur Tengah.

Wakil komandan Pengawal Revolusi, Ali Fadavi, menyatakan bahwa perintah Pemimpin Tertinggi jelas, Israel harus membayar dengan darah dan mereka akan melaksanakan perintah ini dengan cara yang sebaik mungkin.

Mengutip Reuters, juru bicara keamanan nasional Gedung Putih, John Kirby, menanggapi pernyataan Fadavi dengan mengatakan bahwa Amerika Serikat siap menggunakan sumber daya besar yang ada di Timur Tengah untuk membela Israel. Dia juga menekankan bahwa pernyataan seperti itu harus dihadapi dengan serius, dan memang demikian yang dilakukan oleh Amerika Serikat.

Misi Iran di PBB pada 9 Agustus mengatakan bahwa respons Teheran terhadap pembunuhan Haniyeh oleh Israel tidak ada hubungannya dengan upaya untuk menghentikan perang 10 bulan antara Israel dan Hamas.

Ketika ditanya apakah Iran dapat menunda aksi balas dendam hingga setelah perundingan gencatan senjata di Gaza minggu depan, misi Iran mengatakan: “Namun, kami berharap bahwa respons kami akan tepat waktu dan cara kami merespons tidak akan merusak kemungkinan tercapainya gencatan senjata.”

Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar pada 8 Agustus mendesak Israel dan Hamas untuk mengadakan pertemuan pada 15 Agustus di Doha atau Kairo guna menyelesaikan gencatan senjata di Gaza dan kesepakatan pembebasan sandera. Israel telah menyatakan akan berpartisipasi, sementara seorang pejabat Hamas mengatakan kepada Reuters bahwa mereka sedang “mempelajari” proposal perundingan baru tersebut. (Hui)