Kota Shanghai dan Shenzhen di Tiongkok  Mengalami 4 Fenomena Aneh yang Kini Mulai Menyebar

www.aboluowang.com

Shanghai dan Shenzhen adalah dua kota perdagangan luar negeri terpenting di Tiongkok. Data menunjukkan bahwa pada paruh pertama tahun 2024, nilai total impor dan ekspor perdagangan luar negeri Shenzhen mencapai 2,2 triliun yuan, melampaui Shanghai dan menempati peringkat pertama di seluruh negeri. 

Namun, nilai total perdagangan luar negeri di wilayah bea cukai Shanghai mencapai 3,91 triliun yuan, jauh melebihi Shenzhen, mengukuhkan posisinya sebagai pusat perdagangan internasional Tiongkok yang tak tergoyahkan.

Dapat dikatakan bahwa kedua kota ini bukan hanya pusat ekonomi Tiongkok, tetapi juga surga yang diimpikan oleh banyak orang muda. Namun, ada pepatah yang mengatakan, jika ada sesuatu yang tidak biasa, pasti ada hal yang mencurigakan! Kini, kedua kota ini mengalami empat fenomena aneh, yang telah mulai menyebar dengan cepat ke kota-kota lain.

Empat fenomena aneh ini, jika dilihat secara sekilas, tampaknya normal dan merupakan fenomena alami dalam perkembangan sosial. Namun, analisis yang lebih mendalam menunjukkan bahwa mereka telah mempengaruhi kehidupan normal dan kesehatan mental masyarakat.

01. Biaya Hidup Semakin Tinggi

Harga rumah di kota-kota besar sudah tidak perlu diragukan lagi, jika dibandingkan dengan gaji yang diperoleh, harga tersebut benar-benar tidak masuk akal. Berdasarkan rasio harga rumah terhadap pendapatan di kota-kota besar dunia, Shanghai berada di peringkat pertama dengan rasio 47,33, sedangkan Beijing di urutan kedua dengan rasio 44,11.

Ini berarti bahwa bagi keluarga biasa yang ingin membeli rumah di kota besar seperti Beijing atau Shanghai, bahkan meski berhemat sekalipun, mereka masih membutuhkan waktu setidaknya 40 tahun untuk mewujudkan impian tersebut. Ini tak ubahnya seperti mencoba menggapai langit. 

Selain harga rumah yang tinggi, biaya properti juga merupakan fenomena umum di kota-kota besar. Misalnya, sejak memasuki tahun 2024, beberapa harga barang mulai naik lagi, dan sekali harga naik, sulit untuk turun kembali. Di kota-kota seperti Shanghai dan Shenzhen, harga barang sering kali lebih mudah naik daripada turun.

Sebagai contoh, sepiring tumis kentang, yang bahan bakunya sederhana dan berbiaya rendah, sebelumnya hanya dihargai sekitar tujuh atau delapan yuan di restoran.Tapi sekarang…? Harganya sudah naik dua kali lipat, menjadi sekitar 15 atau 16 yuan, dan itu sudah dianggap murah. Makanan lain yang mengandung daging bahkan mengalami kenaikan harga dua hingga tiga kali lipat. Semangkuk mie dengan beberapa potong daging sapi sekarang dijual lebih dari 30 yuan, benar-benar tidak terjangkau!

Selain itu, bukan hanya makan di luar yang mahal, memasak sendiri di rumah juga tidak murah.

Misalnya, sayuran dan buah-buahan. Dulu, harga normalnya sekitar empat atau lima sen per setengah kilo, dan satu yuan per setengah kilo sudah dianggap mahal. Tapi sekarang…? Hampir tidak ada sayuran dengan harga seperti itu lagi. Lima yuan per setengah kilo mungkin dianggap murah, dan beberapa sayuran bahkan dijual lebih dari sepuluh yuan. Harga sayuran sekarang sudah setara dengan harga daging.

Dulu ada pepatah “harga sayuran yang murah merugikan petani,” tetapi sekarang “harga sayuran yang mahal merugikan rakyat.” Biaya hidup yang semakin tinggi membuat hidup semakin sulit dan menurunkan tingkat kebahagiaan masyarakat.

02. Kesenjangan Sosial yang Semakin Mencolok

Semakin besar kota, semakin jelas kesenjangan sosialnya. Misalnya, di satu sisi, banyak orang muda dari luar kota yang harus menyewa kamar sempit di bawah tanah, bekerja keras dengan waktu yang panjang, dan bahkan ada yang harus bekerja paruh waktu dua atau tiga pekerjaan. Namun, setelah memotong biaya sewa, transportasi, dan kebutuhan hidup lainnya, pendapatan mereka setiap bulan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar, dan mereka sulit untuk menabung.

Sementara di sisi lain?

Banyak penduduk lokal yang menjadi kaya karena pembangunan kota, mendapatkan kompensasi besar dari program penggusuran. Mereka bahkan belum mencapai usia pensiun, tetapi sudah menjalani kehidupan layaknya pensiunan, bangun tidur sesuka hati, berjemur, jalan-jalan sejenak, bermain game, dan pendapatan dari sewa rumah mereka setiap bulan bahkan tidak habis untuk dibelanjakan.

Beberapa netizen dengan sinis mengatakan bahwa harga rumah di kota-kota besar sangat tinggi sehingga para pekerja muda tidak mampu membelinya. Harga per meter persegi bisa mencapai puluhan ribu yuan, bahkan ada yang mencapai ratusan ribu yuan. Anak muda yang bekerja keras untuk membeli rumah di kota-kota seperti ini mungkin membutuhkan waktu lebih dari seratus tahun. Daripada tinggal di kamar bawah tanah yang gelap dan lembab di kota besar, lebih baik kembali ke kota kecil atau menengah dan menikmati kehidupan yang lebih baik dengan memiliki rumah, mobil, dan pekerjaan.

Oleh karena itu, sekarang banyak anak muda mulai berpikir lebih bijak, dan banyak yang memilih untuk meninggalkan kota-kota besar, yang menyebabkan semakin banyaknya rumah kosong di kota-kota besar.

03. Penyakit Menyerang Usia Muda

Selama bertahun-tahun, Shanghai dan Shenzhen adalah surga yang diimpikan oleh kaum muda karena menyediakan peluang kerja yang baik. Namun, ini juga berarti tuntutan pekerjaan yang lebih tinggi.

Meskipun kota-kota besar menawarkan banyak peluang kerja dan gaji yang lebih tinggi, kenyataannya adalah bahwa ada banyak orang yang sangat berbakat. Jadi, jika seseorang ingin menonjol di antara sekumpulan “jenius,” mereka harus bekerja lebih keras daripada orang lain.

Akibatnya, kerja lembur, begadang, dan mengejar tenggat waktu menjadi hal yang biasa bagi kaum muda. Namun, intensitas kerja yang tinggi dan pola hidup yang tidak teratur telah membawa masalah baru, yaitu semakin banyak penyakit yang “mengincar” kelompok muda ini.

Misalnya, tekanan darah tinggi, kadar lemak darah tinggi, gula darah tinggi, stroke, kelumpuhan, dan demensia—penyakit yang biasanya terjadi pada orang tua—sekarang sering ditemukan pada kaum muda! Selain itu, semakin banyak anak muda yang mengalami gangguan emosional seperti depresi, afasia, gangguan mental, halusinasi, dan sebagainya. Sekarang, banyak orang yang belum mencapai usia 30 tahun sudah mulai menderita penyakit kronis. Bahkan, banyak yang meninggal dini karena penyakit ini. Kondisi kesehatan anak muda ini benar-benar perlu mendapat perhatian yang serius.

04. Orang Paruh Baya Bekerja, Kaum Muda Menikmati Hidup

Pernahkah Anda memperhatikan bahwa di jalan-jalan Shanghai dan Shenzhen, banyak pejalan kaki yang sibuk adalah orang dewasa paruh baya? Mereka berjalan dengan tergesa-gesa, ada yang berbicara tanpa henti di telepon dengan klien, sementara yang lain membawa sarapan atau makan siang sederhana, memanfaatkan waktu di jalan untuk makan cepat. Dengan tekanan merawat orang tua dan anak-anak, mereka tidak berani bersantai sedikit pun.

Namun, di sisi lain, ada sisi kehidupan yang lebih lambat di kota besar. Banyak lulusan universitas yang hidup dengan sangat nyaman dan bebas. Mereka juga bekerja, tetapi gaya mereka berbeda: jika mereka tidak senang dengan pekerjaan hari ini, mereka mungkin akan mengundurkan diri keesokannya; lembur tidak ada dalam kamus mereka, dan bekerja sesuai jam kerja serta menerima gaji tepat waktu adalah hal biasa… Tidak menikah, tidak punya anak, sering menikmati teh senja, dan berlibur di akhir pekan atau liburan panjang…

Dibandingkan dengan orang dewasa paruh baya yang harus mengurus orang tua dan anak-anak, kaum muda ini jelas lebih fokus pada menikmati hidup. Sebagai orang yang bebas di era baru, tidak bisa dipungkiri bahwa kita harus mengagumi cara hidup kaum muda ini. (jhon)