Aksi Perlawanan Meledak Ketika Parlemen Membangkang Putusan MK dan Merevisi UU Pilkada Secepat Kilat yang Untungkan Kaesang

Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat kilat yang meloloskan revisi Undang-Undang Pilkada pada  Rabu (21 Agustus).  Revisi ini hanya tinggal menunggu waktu  dibawa ke Paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Namun ternyata tidak kuorum.  Sontak saja  memicu perlawanan dengan elemen mahasiswa, buruh dan masyarakat turun di mana-mana  pada Kamis (22/8/2024) dengan simbol gerakan Indonesia Darurat. Para pengunjuk rasa bentrok dengan polisi, dengan anggapan bahwa langkah parlemen ini bermotif politik. Demo besar ini bersamaan presiden Jokowi yang mana akan mengakhiri masa jabatannya.

oleh Chen Yue, wartawan NTD Television

Massa dalam jumlah besar berkumpul di depan gedung DPR/MPR RI  di Jakarta, Kamis (22/8/2024) pagi untuk menggelar aksi demonstrasi menolak revisi UU Pilkada. Para pengunjuk rasa memanjat gerbang gedung parlemen dan merobohkan sebagian pagar, bahkan membakar sesuatu di gerbang utama parlemen. 

BACA JUGA : Apa yang Perlu Diketahui Tentang Demo Besar Gerakan Peringatan Darurat Indonesia yang Digelar di Mana-mana

Aparat kepolisan mengerahkan ribuan petugas, menembakkan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan para pengunjuk rasa yang mencoba menyerbu gedung parlemen. Para pengunjuk rasa melemparkan batu ke arah polisi hingga terjadi bentrokan. Kerumunan massa perlahan membubarkan diri setelah polisi melakukan tindakan tegas pada malam harinya.

Sehari sebelumnya, Baleg DPR RI secara kilat meloloskan revisi UU Pilkada yang menurunkan usia minimum untuk menjadi gubernur menjadi 30 tahun dan melonggarkan persyaratan pencalonan lainnya. Selain itu, Baleg juga menepis Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pelonggaran threshold untuk maju pencalonan kepala daerah.  Parlemen berencana mengesahkan amandemen ini dalam rapat paripurna yang diadakan pada Kamis (22/8/2024) pagi.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) dengan putusan Nomor 70/PPU-XXII/2024 melonggarkan ambang batas (threshold) kepala daerah tidak lagi dengan persyaratan 20 persen kursi DPRD. MK juga memutuskan minimum calon gubernur berusia 30 tahun dan calon wali kota/bupati  25 tahun ketika ditetapkan oleh Lembaga Pemilu sebagai pasangan calon, bukan ketika dilantik sebagai Gubernur atau Walikota/Bupati.

Langkah ini memicu diskusi dan kecaman luas di media sosial di Indonesia dengan diluncurkan gerakan Indonesia Darurat. Mereka menuduh amandemen ini dilakukan untuk membuka jalan bagi putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, agar dapat mengikuti pemilihan daerah pada  November mendatang. Kaesang baru akan berusia 30 tahun pada 25 Desember tahun ini. 

Lebih jauh lagi, ketika revisi tersebut juga bisa menjegal Anies Baswedan untuk maju di Pilkada DKI Jakarta yang mana sebelumnya sudah kehabisan partai politik pengusung, setelah sejumlah parpol diborong bergabung dengan Ridwan Kamil dari Koalisi Indonesia Maju. Kini, hanya menyisakan satu partai yakni PDI-P yang tak memiliki suara 20 persen kursi DPRD. 

Tak hanya di Jakarta, mahasiswa di sejumlah daerah Indonesia ikut serta dalam aksi protes ini, mereka membawa spanduk dengan tulisan “Kembalikan Kedaulatan Rakyat, Lawan Kudeta Konstitusi” dan menuntut parlemen menarik kembali amandemen tersebut.

Presiden Eksekutif Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Makassar, Hasrul, mengatakan, “Ini adalah tindakan kami. Kami meminta pemimpin DPRD untuk bertemu dengan kami dan mendukung penolakan kami terhadap keputusan parlemen nasional (mengizinkan keputusan pemilihan daerah), karena ini akan berarti mereka tidak lagi mendukung rakyat.”

Para mahasiswa dan elemen masyarakat  yang terlibat aksi protes mengatakan bahwa ini adalah awal dari perlawanan mereka terhadap kediktatoran demokratis dan mereka akan berjuang sampai akhir.

Revisi undang-undang yang protes besar, awalnya memaksa parlemen  mengumumkan penundaan sidang pada Kamis itu dan menunda pengesahan undang-undang tersebut, tanpa menetapkan tanggal pertemuan baru.  (hui/asr)