Kembali Munculnya Epidemi di Tiongkok 

Forum Elite – NTD & Epoch Times

Pandemi yang dimulai di Tiongkok empat tahun lalu telah meninggalkan ingatan buruk pada setiap orang di bumi ini. Namun belakangan ini, tampaknya ada tanda-tanda kembalinya COVID-19, dengan beberapa orang mengalami infeksi berulang dan gejala yang semakin parah. Bersamaan dengan itu, wabah bakteri antraks, yang biasa digunakan sebagai senjata biologi, telah meletus di beberapa daerah. Para ahli mengkhawatirkan kemungkinan munculnya pandemi super yang lebih mengerikan yang akan melanda dunia.

Wabah penyakit antraks meletus di daratan Tiongkok – terdapat informasi tersembunyi di balik pengumuman resmi.

Produser televisi independen Li Jun menyatakan dalam program ‘Forum Elite’ di New Tang Dynasty TV bahwa pada 2 Agustus, media resmi PKT yakni: CCTV, melaporkan bahwa sebuah peternakan sapi di Kota Qiji, Kabupaten Yanggu, Provinsi Shandong, telah ditemukan kasus antraks. Beberapa puluh ekor sapi telah menjadi korbannya, dan lima orang telah terinfeksi. Namun, informasi dari media lokal dan netizen sangat berbeda dari laporan media resmi. Pada 2 Agustus, media lokal Xiaoxiang Morning Post melalui akun WeChat-nya menginformasikan bahwa penyakit antraks mungkin sudah menyebar lebih luas, tidak hanya di Yanggu, tetapi juga di berbagai desa dan kota lain. Beberapa warga Yanggu mengatakan secara online bahwa saat wabah terjadi di peternakan tersebut, informasi tidak dilaporkan, lebih dari 80 ekor sapi mati, dan Sebagian dari sapi mati itu, dagingnya sudah dijual secara diam-diam. 

Ada juga netizen di platform X yang melaporkan bahwa pada 1 Agustus, ditemukan kasus kematian akibat infeksi antraks di Kota Qiji, dan beberapa desa telah di-lockdown, sementara lantai 4 rumah sakit kabupaten juga telah ditutup. Selain itu, ada netizen yang mengatakan bahwa sudah ada sekitar delapan hingga sembilan puluh orang yang terinfeksi. Perusahaan lokal di Kabupaten Yanggu, Shandong Lianyuan Holding Group, telah mengeluarkan pemberitahuan agar semua orang tidak mengonsumsi daging sapi dalam waktu dekat dan menghindari kunjungan ke Kota Qiji. 

Saat ini, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Kabupaten Yanggu hanya mengeluarkan satu pengumuman yang isinya sebagian besar sesuai dengan laporan CCTV, demi memperlihatkan keseragaman informasi. 

Namun, Direktur Pusat Penyakit Menular Negara Tiongkok, Zhang Wenhong, pada 4 Agustus mengeluarkan pengumuman melalui akun publik yang menyoroti pentingnya memantau potensi kontaminasi bakteri antraks di lingkungan sekitar serta penanganan hewan yang terinfeksi dengan cara yang aman 

Li Jun mengatakan bahwa infeksi antraks di Kabupaten Yanggu merupakan pukulan berat bagi pasar daging sapi domestik. Sejak 2023, harga daging sapi di daratan Tiongkok terus menurun; harga rata-rata grosir daging sapi pada tahun itu adalah 84 yuan per kilogram, namun pada April 2024 turun menjadi 76 yuan per kilogram, dan pada Juni 2024 turun lagi menjadi 61 yuan per kilogram. Kemunculan wabah ini semakin memperburuk keadaan dan membuat para peternak sapi merasa putus asa. 

Ahli virologi Amerika Serikat dan mantan Direktur Laboratorium Virus di Institut Penelitian Angkatan Bersenjata AS, Lin Xiaoxu, menyatakan dalam program ‘Forum Elite’ bahwa antraks adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Secara teknis, ini adalah bakteri, bukan virus. Antraks memiliki berbagai saluran penularan dan sangat berbahaya bagi manusia; ini adalah penyakit zoonosis yang dapat menular dari hewan ke manusia. 

Lin Xiaoxu mengatakan bahwa bakteri ini memiliki beberapa saluran penularan utama: Pertama, melalui saluran pernapasan, spora bakteri dapat terhirup dan membentuk spora, dengan tingkat kematian mencapai 70%. Bakteri ini membentuk spora selama proses perkembangannya, dan spora ini adalah cangkang pelindung yang sangat baik. Jika bakteri ini berkembang biak dalam jumlah banyak, misalnya jika bangkai hewan yang terinfeksi tidak ditangani dengan aman, maka spora ini dapat mencemari tanah selama proses penguburan hewan tersebut, dan spora ini bisa bertahan hidup selama beberapa tahun atau bahkan beberapa decade. 

Contoh lainnya adalah ketika peternak menangani proses pelepasan kulit hewan, spora dapat terangkat ke udara. Jika spora ini terhirup melalui saluran pernapasan, bisa menyebabkan infeksi saluran pernapasan dengan tingkat kematian yang sangat tinggi. Jadi, kasus-kasus yang kita lihat saat ini terutama melibatkan para pekerja yang menangani hewan. 

Jenis penularan lainnya adalah melalui kontak kulit. Kontak kulit ini juga bisa sangat serius, dengan ciri khas yang jelas berupa ruam yang berkembang menjadi bisul hitam dan kulit yang membusuk, sangat mengerikan. Jika tidak secepatnya diobati, maka infeksi ini bisa berkembang lebih parah, bahkan memerlukan amputasi, dan ini juga sangat serius. 

Cara penularan lainnya adalah melalui konsumsi makanan. Jika seseorang memakan daging hewan yang terinfeksi, mereka juga bisa terinfeksi. Ini dapat menyebabkan nyeri perut yang parah dan gejala serius lainnya, dan bahkan bisa berakibat fatal. Cara yang efektif untuk mengendalikan dan membasmi bakteri antraks adalah dengan membakar semuanya secara menyeluruh; sedangkan dengan cara penguburan masih dapat menimbulkan masalah.”

Lin Xiaoxu menyatakan bahwa berdasarkan situasi wabah saat ini, perhatian utama tidak hanya terfokus pada Provinsi Shandong saja. Ia mencatat bahwa pada 3 Agustus, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Heilongjiang mengeluarkan pengumuman penting, yang juga dapat dianggap sebagai peringatan. Pengumuman tersebut menyebutkan bahwa saat ini adalah periode banjir pada musim panas dan penting untuk melakukan pencegahan penyakit menular. Pengumuman itu mencantumkan penjelasan panjang lebar tentang penyakit antraks, situasi semacam ini merupakan hal yang jarang terjadi. 

Biasanya, jika terjadi banjir, fokus pencegahan adalah pada kolera, malaria, dan penyakit sejenis. Namun, penekanan pada pencegahan antraks selama periode banjir ini menunjukkan bahwa ada wabah antraks di masa lalu dan bahwa bangkai hewan yang terinfeksi tidak ditangani dengan baik atau tanah telah tercemar selama proses penguburan. Hal ini menunjukkan bahwa pihak berwenang mengetahui situasi tersebut dan khawatir bahwa banjir dapat menyebarkan tanah yang terkontaminasi ke daerah yang lebih luas. Ini adalah situasi yang pernah terjadi sebelumnya 

Lin Xiaoxu pernah melihat data bahwa pada Juli 2019, Provinsi Heilongjiang pernah mengalami wabah infeksi antraks pada sapi. Saat itu, penyebab yang ditemukan adalah karena bangkai sapi yang mati tidak ditangani dengan cara yang aman, sehingga mencemari tanah, dan banjir kemudian menyebarkan kontaminasi tersebut lebih luas. Pihak berwenang Heilongjiang sudah mengetahui adanya wabah sebelumnya, dan dengan munculnya situasi serupa tahun ini, mereka memberikan peringatan khusus melalui pengumuman 

Lin Xiaoxu mengatakan bahwa tidak ada obat khusus untuk mengatasi antraks; saat ini, sebagian besar bergantung pada vaksinasi sebagai upaya pencegahan, tetapi efektivitasnya juga sangat terbatas. Bakteri antraks pernah menjadi salah satu senjata biologi yang paling disukai oleh teroris, karena pembuatan senjata biologi ini relatif mudah. Bakterinya mudah ditemukan, dan kemudian spora bakteri tersebut dapat diolah menjadi bubuk. Bahan ini tidak mudah rusak dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Kemudian, bubuk ini dapat diarahkan ke target yang ingin diserang 

Imunitas orang Tiongkok sangat terganggu; jumlah kematian akibat penyakit berat lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain 

Editor Utama The Epoch Times, Guo Jun, menyatakan bahwa baru-baru ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan adanya lonjakan infeksi di berbagai tempat dan tidak menutup kemungkinan terjadinya kemunculan kembali pandemi. Komisi Kesehatan dan Kesehatan Tiongkok serta Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit belum menyediakan data akurat mengenai wabah baru yang muncul di daratan Tiongkok.

Menurut data dari Komisi Kesehatan Provinsi Guangdong, pada bulan Juli, terdapat lebih dari 18.000 kasus infeksi COVID-19 di Provinsi Guangdong, meningkat lebih dari 10.000 kasus dibandingkan bulan Juni, dengan pertumbuhan bulanan mencapai 130%. Selain itu, banyak orang mengalami infeksi berulang dengan gejala yang lebih parah dan berkepanjangan, tampaknya ada varian baru lagi yang muncul.

Lin Xiaoxu menyatakan bahwa saat ini, varian virus baru terus meningkatkan kemampuan penyebarannya. Varian-varian seperti KP.2 dan XDV yang muncul di daratan Tiongkok pada dasarnya adalah sub-varian dari varian JN.1, yang lebih menyesuaikan diri dengan penyebaran di populasi manusia. 

Namun, dari negara lain, setidaknya dalam beberapa bulan terakhir, tidak terlihat adanya peningkatan fatalitas. Meskipun jumlah infeksi di negara lain juga meningkat, seperti di banyak wilayah di Amerika Serikat yang mengalami kenaikan kasus infeksi, kasus berat tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan. Oleh karena itu, banyak orang tidak menganggap situasi kali ini sebagai sesuatu yang sangat serius.

Lin Xiaoxu berujar : “Saya merasa bahwa masalah di Tiongkok bukan hanya terkait dengan variasi virus, tetapi juga karena kondisi imunitas yang sangat terganggu pada masyarakat Tiongkok secara umum. Oleh karena itu, ketika gelombang epidemi melanda, banyak orang akan mengalami gejala yang parah. Ada beberapa alasan mengapa kekebalan orang Tiongkok terganggu: Pertama, COVID-19 belum sepenuhnya menghilang dari Tiongkok; meskipun jumlah kasus menurun, banyak orang mengalami infeksi berulang yang terus-menerus, menyebabkan banyak orang mengalami gejala long COVID dan meninggalkan efek jangka panjang. Banyak orang, terutama yang masih muda belia, telah didiagnosis dengan nodul paru, trombosis paru, dan masalah kesehatan lainnya. Meskipun beberapa orang muda berhasil bertahan, dan tubuh mereka apda kenyataannya sudah mengalami kerusakan. Setelah berolahraga berat, mereka mungkin mengalami kematian mendadak (ingat kasus atlet bulu tangkis, Zhang Zhijie, 17 tahun, yang meninggal mendadak dalam turnamen badminton di Yogyakarta pada akhir Juni lalu).

Saat ini, epidemi di Tiongkok datang dalam gelombang demi gelombang, dan semakin banyak orang muda mengalami gejala berat hingga kematian, hal ini relatif jarang terjadi di negara lain. Tiongkok sudah sangat terdampak oleh pandemi, dengan banyak orang yang terinfeksi berkali-kali, sehingga kekebalan tubuh mereka terus-menerus terganggu. 

Ditambah dengan adanya infeksi virus pernapasan lain, serta bakteri atau mikoplasma, kemungkinan infeksi meningkat. Selain itu, faktor lingkungan seperti polusi dan badai pasir juga berkontribusi pada kerusakan saluran pernapasan akibat paparan yang terus-menerus. Dalam kondisi seperti ini, penyakit yang sama dapat menyebabkan lebih banyak kasus berat di Tiongkok, dan para ahli domestik jarang membahas hal ini. Saya rasa, yang paling penting di Tiongkok adalah bagaimana meningkatkan dan memulihkan kekebalan tubuh masyarakat. 

Lin Xiaoxu mengatakan bahwa selain epidemi yang telah disebutkan sebelumnya, sekarang juga muncul wabah cacar monyet, terutama yang mulai menyebar lebih lanjut di Afrika. Dengan Republik Demokratik Kongo sebagai pusatnya, banyak kota dan negara di sekitarnya juga mengalami wabah, dan kini telah menyebar varian virus cacar monyet tipe I yang lebih patogenik. 

Tentu saja, di Barat sejak 2022 juga terjadi penyebaran varian tipe II dari virus cacar monyet yang sedikit kurang mematikan. Saya merasa bahwa zaman sekarang sangat khusus; banyak virus dan bakteri yang dianggap telah menghilang telah muncul kembali, bahkan semakin kuat, sehingga ancamannya terhadap manusia belum pernah terjadi sebelumnya. 

Akankah pandemi super melanda umat manusia?

Guo Jun menyatakan dalam program ‘Forum Elite’ bahwa jika kita melihat sejarah manusia, kita akan menemukan bahwa pandemi penyakit sejatinya sangat terkait dengan dua faktor utama.

Faktor pertama adalah perubahan iklim. Pemanasan global atau peningkatan suhu global tidak berarti bahwa manusia menjadi terlalu panas atau terlalu dingin sehingga timbul penyakit. Namun, perubahan iklim dapat memaksa beberapa hewan untuk melakukan migrasi besar-besaran. Yang dimaksud bukanlah hewan besar, tetapi kemungkinan adalah hewan kecil seperti jenis burung atau tikus. Karena beberapa burung atau tikus yang sebelumnya tinggal di suatu wilayah dapat berpindah ke wilayah lain akibat perubahan iklim, mereka dapat membawa virus-virus baru dari wilayah yang pada awalnya lebih tertutup.

Faktor kedua adalah perubahan besar dalam masyarakat manusia, yaitu perubahan besar dalam aktivitas manusia. Misalnya, ketika Mongolia menyatukan sebagian besar wilayah Eurasia, maka telah terjadi migrasi besar-besaran bangsa-bangsa di wilayah tersebut. Satu atau dua abad kemudian, terjadilah wabah Black Death di Eropa. Contoh lainnya adalah pada akhir Dinasti Han di Tiongkok, yang mengalami pandemi besar yang juga terkait dengan kekalahan Dinasti Han terhadap etnis Xiongnu, yang menyebabkan migrasi besar-besaran suku-suku stepa ke Tiongkok Utara. Selain itu, setelah penemuan Benua Amerika oleh orang Eropa, banyak penduduk asli Amerika yang meninggal karena orang Eropa membawa bakteri dan virus baru, yang tidak dapat ditahan oleh orang Indian Amerika yang sama sekali tidak memiliki imunitas terhadap penyakit tersebut.

Kedua faktor tersebut saat ini sedang terjadi pada zaman kita. Perubahan iklim dan perubahan dalam aktivitas manusia bukan hanya tentang pergi ke tempat baru, tetapi tentang bagaimana kecepatan pergerakan mereka berbeda secara drastis dibandingkan dengan masa lalu.

Guo Jun mengatakan bahwa pada masa lalu, metode yang paling efektif untuk menangani penyakit menular seperti Black Death di Eropa atau penyakit menular di Tiongkok kuno adalah isolasi. Pada waktu itu, jangkauan aktivitas seseorang masih terbatas, dan seseorang tidak dapat berjalan lebih dari 20 kilometer dalam sehari. Oleh karena itu, melakukan isolasi dalam suatu wilayah sering kali cukup efektif dalam menghentikan penyebaran virus.

Namun, saat ini hal itu tidak berlaku lagi. Seseorang yang terinfeksi virus, dengan masa inkubasi tiga hari, sudah dapat melakukan perjalanan ke seluruh dunia dalam rentang waktu tersebut. Oleh karena itu, perubahan dalam cara aktivitas manusia juga menyebabkan masalah besar. Mengenai apakah pandemi besar terjadi setiap 100 tahun atau 80 tahun, setelah COVID-19 berakhir, apakah kita benar-benar telah aman?

Perlu diketahui bahwa angka 80 tahun atau 100 tahun hanyalah angka probabilitas statistik. Banjir yang terjadi sekali dalam seratus tahun bisa saja terjadi berulang kali dalam dua atau tiga tahun. Oleh karena itu, banyak ahli saat ini sangat khawatir bahwa perubahan besar dalam aktivitas manusia dan kecepatan perubahan iklim yang sangat cepat bisa menyebabkan manusia menghadapi pandemi super, yang mungkin lebih serius dan lebih parah dibandingkan dengan COVID-19 yang kita alami dalam beberapa tahun terakhir. (Yud/whs)