Presiden Lai Ching-te : Jika Benar PKT Peduli Soal Integritas Wilayah, Mengapa Tidak Mengambil Kembali Wilayah yang Diduduki Rusia

Epoch Times

Presiden Republik Tiongkok (Taiwan), Lai Ching-te, baru-baru ini dalam sebuah wawancara televisi menyatakan bahwa tujuan sebenarnya agresi Partai Komunis Tiongkok (PKT) terhadap Taiwan bertujuan menjadi kekuatan hegemoni di dunia, bukan mempertahankan integritas wilayahnya. Lai juga mempertanyakan, jika PKT benar-benar peduli dengan wilayahnya, mengapa tidak menuntut kembali wilayah yang diserahkan kepada Rusia pada abad ke-19. Para ahli menganalisis, ini adalah serangan balik yang kuat terhadap PKT, yang mana mungkin menyentuh titik lemah PKT.

Lai Ching te: PKT Mengabaikan Wilayah yang Diduduki Rusia

Dalam wawancara dengan pembawa acara Zhang Ya-qin di program “Ya-qin Melihat Dunia”,  disiarkan pada 1 September, Lai Ching-te, yang merayakan 100 hari masa jabatannya sebagai presiden, menekankan bahwa upaya PKT  menyerang Taiwan bukan dikarenakana apa yang dikatakan atau dilakukan oleh partai atau individu mana pun di Taiwan. Menurut Lai, Republik Tiongkok (Taiwan) dan PKT  tidak pernah berada di bawah yurisdiksi satu sama lain, dan Taiwan telah tumbuh menjadi negara demokratis dengan kebebasan yang kuat.

Lai menyatakan bahwa kehidupan demokratis dan kebebasan yang diinginkan oleh rakyat Taiwan tidak boleh dianggap oleh PKT sebagai tantangan. Ia juga menunjukkan bahwa jika PKT benar-benar ingin mempertahankan integritas wilayahnya, mengapa tidak menuntut kembali wilayah yang diserahkan kepada Rusia berdasarkan Traktat Aigun pada abad ke-19.

Lai berkata, “Sekarang Rusia sedang dalam posisi paling lemah. Traktat Aigun ditandatangani pada masa Dinasti Qing, dan PKT saat ini dapat menuntut kembali wilayah tersebut dari Rusia. Namun, mereka tidak melakukannya. Ini jelas menunjukkan bahwa alasan mereka bukan soal wilayah ketika ingin menyerang Taiwan.” 

Menurut Lai,  PKT bertujuan mengubah tatanan dunia yang berbasis aturan dan mewujudkan hegemoninya di kawasan Asia-Pasifik.

Ahli: Pernyataan Lai Menyentuh Titik Lemah PKT

Jurnalis senior Jepang, Yaita Akio, dalam sebuah postingan di Facebook menyebutkan bahwa pernyataan Lai mengenai “mengapa PKT tidak mengambil kembali wilayah yang diduduki Rusia” telah memicu perbincangan di masyarakat internasional. Menurut Yaita, ini adalah pukulan balik yang kuat terhadap PKT, yang mana menerapkan standar ganda terkait masalah wilayah. Media internasional seperti Reuters juga melaporkan pernyataan Lai ini.

Yaita menjelaskan bahwa pernyataan Lai didasarkan pada fakta sejarah. Traktat Aigun ditandatangani pada tahun 1858 antara Dinasti Qing dan Rusia, yang menyerahkan sebagian besar wilayah di Timur Jauh kepada Rusia. PKT, di bawah kepemimpinan Partai Komunis setelah 1949, mengklaim bahwa mereka tidak mengakui perjanjian yang ditandatangani oleh pemerintahan sebelumnya yang tidak adil, dan menggunakan alasan ini untuk menuntut kembali Hong Kong dari Inggris.

Yaita mempertanyakan mengapa PKT menunjukkan sikap keras terhadap berbagai negara yang menandatangani perjanjian tidak adil, tetapi bersikap lunak terhadap Rusia. Pada tahun 1990-an, di bawah kepemimpinan Jiang Zemin, PKT bahkan memberikan lebih banyak wilayah baru kepada Rusia.

Yaita juga menyebutkan bahwa Rusia pada saat ini sedang dalam kondisi  lemah karena perang, dan ini bisa menjadi waktu yang tepat bagi PKT untuk menuntut kembali wilayahnya. Namun, anehnya, PKT justru memberikan banyak bantuan kepada Rusia tanpa meminta apa pun sebagai imbalan.

Menurut Yaita, media internasional telah mencoba meminta komentar dari Kementerian Luar Negeri PKT dan Kantor Urusan Taiwan, tetapi belum ada tanggapan. Ini mungkin menunjukkan bahwa pernyataan Lai benar-benar menyentuh titik lemah  PKT.  Seperti yang diutarakan  oleh Lai, Yaita menyatakan alasan PKT ingin mencaplok Taiwan bukanlah karena soal integritas wilayah, tetapi mengubah tatanan dunia dan mewujudkan ambisi hegemoninya di kancah internasional dan Asia-Pasifik. (hui)