Lima hari setelah diterjang Topan Yagi, banyak wilayah di kota Wenchang dan Haikou, Provinsi Hainan, Tiongkok, masih mengalami kekurangan air dan listrik. Kondisi kehidupan yang sulit menyebabkan banyak wisatawan, warga, dan mahasiswa keluar dari kota Haikou
oleh Xiong Bin dan Bernie – NTD
Topan super kuat ini melanda Wenchang pada 6 September 2024, menyebabkan kerusakan parah di Wenchang dan Haikou. Banyak jalan di kedua kota tersebut dipenuhi puing-puing dari pohon tumbang dan sampah berserakan yang terbawa angin. Warga setempat berusaha membersihkan area yang terkena dampak. Sementara itu, hotel-hotel yang masih memiliki akses air dan listrik menaikkan harga kamar, memaksa wisatawan untuk keluar dari daerah itu.
Seorang wisatawan bernama Su menceritakan pengalamannya: “Saya hanya tinggal dua hari di Haikou, dan saya tidak ingin tinggal lebih lama. Kondisinya terlalu sulit—tidak ada air, listrik, atau internet. Sangat sulit menemukan tempat untuk tidur, dan hotel yang punya listrik mahal sekali. Bahkan jika ada listrik, tidak ada kipas angin atau AC, dan saya harus membayar ratusan yuan. Selain itu, suara generator di luar sangat berisik. Hari ini, saya pergi pukul 06.00 pagi.”
Beberapa warga Haikou melaporkan bahwa di beberapa bagian kota, air, listrik, dan internet telah dipulihkan, tetapi banyak orang masih harus mencari tempat lain untuk mengisi daya atau mengakses internet. Warga yang bertahan tanpa air atau listrik untuk memasak dan mandi, akhirnya memilih mengungsi ke luar kota.
Lin Qiang, seorang penduduk Haikou, mengatakan bahwa harga kamar hotel melonjak akibat bencana ini: “Pada 8 dan 9 September, harga kamar yang biasanya RMB.100 naik menjadi RMB.600 atau RMB. 700 . Sekarang, kamar yang biasanya RMB.100 atau RMB.200 naik menjadi lebih dari RMB.300 karena listrik sudah kembali. Harganya benar-benar tidak masuk akal. Mereka mengambil keuntungan dari bencana ini. Banyak orang tidak punya pilihan selain pergi ke warnet, dan banyak yang melarikan diri ke luar kota.”
Distrik Meilan di Haikou merupakan salah satu area yang paling parah terkena dampak. Di kampus di daerah tersebut, para mahasiswa mengalami pemadaman air dan listrik selama beberapa hari, membuat kantin tidak bisa menyediakan makanan. Akibatnya, banyak mahasiswa memutuskan untuk meninggalkan kota.
Seorang mahasiswa bernama Li Qi berbagi pengalamannya: “Kampus kami tidak ada listrik, tidak ada air, dan tidak ada makanan. Sulit menemukan hotel. Saya tidak menyentuh air selama tiga hari, sangat menyedihkan. Pada 7 dan 8 September, saya tinggal di jalan sepanjang malam, dan naik bus ke stasiun kereta. Sekarang saya di Wanning, menginap di hotel dengan harga RMB.60 per malam, jauh lebih murah daripada di Haikou. Kami mahasiswa baru, dan ini benar-benar berat. Pergi adalah pilihan yang tepat.”
Beberapa warga memposting situasi sulit di Haikou di media sosial, menggambarkan bagaimana mahasiswa dari luar provinsi kehilangan kontak dengan keluarga mereka karena pemadaman listrik, serta tidak punya uang tunai untuk membeli makanan. Beberapa dari mereka dilaporkan menerima ancaman dan gangguan dari pihak berwenang setelah mengungkapkan situasi tersebut.
Wang, seorang warga Haikou, mengeluhkan respons pemerintah: “Banyak anak-anak dari daratan Tiongkok yang menghadapi topan untuk pertama kalinya, dan mereka tidak tahu bagaimana menghadapinya. Pemerintah memberi libur kepada mereka, tetapi tidak ada bantuan. Beberapa wilayah masih tanpa listrik, hanya bergantung pada generator. Banyak tempat masih gelap gulita, termasuk Pulau Haidian. Pemerintah mengatakan bahwa 95% listrik sudah dipulihkan, tetapi hanyalah bohong besar. Mereka berbohong, dan kebohongan mereka harus diungkap.” (Hui)