Pada kamis (12/9), media Amerika Serikat seperti Axios dan The New York Times melaporkan bahwa pada Minggu malam (8/9) hingga Senin dini hari, pasukan khusus Israel melakukan serangan mendadak dan menghancurkan salah satu pabrik rudal bawah tanah terpenting di Suriah. Pabrik tersebut dikatakan sebagai fasilitas inti untuk produksi rudal jarak menengah dan pendek yang dikembangkan dan digunakan bersama oleh Hizbullah dan Iran. Saat ini, pemerintah Israel menolak memberikan tanggapan terkait penghancuran pabrik rudal tersebut.
www.aboluowang.com
Menurut laporan media Amerika dan Israel, pada Minggu (8/9/2024) malam, puluhan anggota pasukan khusus Israel menggunakan helikopter untuk infiltrasi dan menghancurkan fasilitas rudal bawah tanah, serta mendapatkan intelijen terkait pengembangan senjata yang diperlukan. Menurut media resmi Suriah, Sana, serangan tersebut menyebabkan 18 tentara Suriah tewas dan 37 lainnya terluka. Tidak ada korban jiwa dari pihak pasukan khusus Israel.
The Jerusalem Post menyebutkan bahwa ini adalah salah satu operasi paling berani yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir.
Pabrik rudal yang dihancurkan ini dibangun oleh Iran sejak tahun 2018, bekerja sama dengan Hizbullah, kelompok bersenjata dari Suriah dan Lebanon, di dekat Masyaf, sekitar 40 kilometer dari Laut Mediterania. Pabrik ini memproduksi rudal balistik dan jelajah yang dipasok ke Hizbullah, senjata termobarik yang memanfaatkan oksigen di sekitar untuk menciptakan ledakan suhu tinggi, serta alat peledak improvisasi. Pabrik ini merupakan fasilitas pembuatan rudal inti Iran di Suriah.
Senjata kimia yang digunakan selama perang saudara Suriah terhadap warga negaranya juga dikembangkan di sini. Hizbullah Lebanon merasa bahwa membangun pabrik rudal di Suriah akan lebih aman dari serangan Israel dibandingkan jika dibangun di Lebanon. Lokasi tersebut juga dipilih karena dekat dengan Lebanon utara, sehingga memudahkan pengiriman rudal ke Hizbullah.
Sejak awal 2018, Israel mulai memantau pabrik ini yang dikenal dengan nama “Pusat Penelitian Ilmiah” dengan kode operasi “Deep Layer”. Pada Agustus 2018, badan intelijen Israel, Mossad, menggunakan bom mobil untuk membunuh insinyur roket terkemuka Suriah, Aziz Asbar, yang bekerja di fasilitas tersebut.
Namun, pada Minggu malam (8/9), pasukan khusus dikerahkan alih-alih melakukan pemboman langsung terhadap pabrik rudal bawah tanah itu karena ruang-ruang bawah tanah yang diperkuat sulit dihancurkan. Selain itu, Israel juga ingin mendapatkan informasi terbaru tentang senjata yang sedang dikembangkan oleh Hizbullah.
Pertama-tama, Israel meluncurkan dua gelombang serangan udara di sekitar pabrik untuk mengalihkan perhatian tentara Suriah dan mencegah bala bantuan tiba.
Serangan udara pertama Israel setidaknya menghancurkan lebih dari empat fasilitas militer Suriah di sekitar Masyaf, termasuk jalan raya, suplai air, listrik, dan infrastruktur telekomunikasi. Serangan udara kedua menghancurkan sebuah bangunan di dalam pabrik yang terhubung dengan terowongan bawah tanah.
Setelah itu, helikopter Israel memasuki wilayah udara Suriah, dan puluhan anggota pasukan khusus yang membawa bahan peledak turun dan menyusup ke sekitar pabrik. Saat pasukan khusus mendekati pabrik dari darat, drone Israel menyerang tentara Suriah yang sedang menuju ke lokasi.
Axios melaporkan bahwa Israel telah memberitahu pemerintah Biden tentang rencana serangan ini sebelumnya, dan Amerika Serikat tidak menentangnya. The New York Times melaporkan bahwa Jenderal Michael Erik Kurilla, Komandan Komando Pusat AS yang bertanggung jawab atas kawasan Timur Tengah, mendengarkan penjelasan rencana operasi di ruang komando bawah tanah Komando Utara Israel. Sebelumnya, Israel dua kali merencanakan operasi dengan melibatkan pasukan khusus, namun tidak disetujui karena tingkat risiko yang tinggi. (jhon)