Lima Pesan dari Sekjen NATO Sebelum Lengser : Jangan Ulangi Kesalahan Terhadap Tiongkok Seperti pada Rusia

Vision Times

Pada Kamis (19/9/2024), Jens Stoltenberg, yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal NATO selama 10 tahun, menyampaikan pidato perpisahannya dengan sejumlah pesan penting.

“Kebebasan lebih penting daripada perdagangan bebas,” katanya, menekankan bahwa Eropa harus belajar dari ketergantungan mereka pada energi Rusia dan tidak mengulangi kesalahan yang sama dengan Tiongkok.

Stoltenberg akan menyerahkan jabatannya pada 1 Oktober kepada mantan Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte. Dalam pidato perpisahannya yang disampaikan di German Marshall Fund, Stoltenberg mengingat saat ia menerima posisi ini pada 2014. Ayahnya, mantan Menteri Pertahanan dan Menteri Luar Negeri Norwegia, berkata bahwa “tidak banyak yang bisa dilakukan NATO,” tetapi ternyata sejak saat itu, dunia menghadapi invasi Rusia ke Krimea, pandemi COVID-19, ketegangan di Indo-Pasifik yang melibatkan Tiongkok, dan peningkatan serangan dunia maya.

Selama masa jabatannya, anggaran bersama NATO meningkat dua kali lipat, dan sebagian besar negara anggota mencapai target pengeluaran pertahanan sebesar 2% dari PDB. Anggota baru juga ditambahkan, seperti Montenegro, Makedonia Utara, Finlandia, dan Swedia, sementara kemitraan dengan Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru diperkuat.

Mengakhiri pidatonya, Stoltenberg menyampaikan lima pelajaran utama dari masa jabatannya sebagai panduan untuk masa depan keamanan transatlantik dan global:

  1. Siap membayar harga untuk perdamaian: Stoltenberg memperkirakan bahwa anggaran pertahanan di masa depan akan melebihi 2% dari PDB.
  2. Kebebasan lebih penting daripada perdagangan bebas: Eropa harus mengurangi ketergantungannya pada perdagangan dengan Tiongkok, terutama terkait tanah jarang, untuk menghindari kesalahan yang sama seperti ketergantungan pada energi Rusia.
  3. Kekuatan militer adalah syarat untuk dialog: Ia mencontohkan bantuan militer NATO ke Ukraina, yang menurutnya mempercepat akhir perang meskipun tidak mengubah niat agresif Presiden Rusia Vladimir Putin.
  4. Kekuatan militer memiliki batasan: Stoltenberg mencontohkan perang di Afghanistan sebagai contoh dari ambisi militer yang berlebihan, di mana misi NATO untuk memerangi terorisme berakhir dengan kegagalan dalam mencoba mengubah Afghanistan menjadi negara demokrasi.
  5. Pelajaran, dan yang paling penting dalam pidato Stoltenberg, adalah untuk tidak menganggap remeh hubungan transatlantik.

Stoltenberg memperingatkan agar Eropa dan Amerika Serikat terus bekerja sama demi keamanan bersama, terutama dengan meningkatnya kekhawatiran tentang pemilihan presiden AS berikutnya.

Stoltenberg juga menanggapi spekulasi tentang kemungkinan dirinya memimpin Munich Security Conference setelah pensiun dari NATO, dengan mengatakan bahwa saat ini dia masih sepenuhnya fokus pada tugasnya di NATO.

Stoltenberg memperingatkan tidak ada pemimpin yang boleh meragukan komitmen pertahanan yang termuat dalam Pasal Lima NATO. Hal itu berarti serangan terhadap satu anggota dianggap sebagai serangan terhadap semua anggota.

“Pasal Lima tidak boleh dipertanyakan karena itu adalah tanggung jawab inti NATO dan segala upaya untuk melemahkan kredibilitas tersebut hanya akan meningkatkan risiko,” pungkas Stoltenberg. (jhon)