Ukraina untuk Pertama Kalinya Bergabung dalam Latihan Anti Drone NATO, Menantang Garis Merah Rusia

Wu Ruichang

NATO baru-baru ini mengadakan latihan militer anti drone dan mengundang Ukraina untuk pertama kalinya guna berbagi pengalaman tempur drone dalam perang Rusia-Ukraina. Langkah ini dinilai melanggar “garis merah” yang ditetapkan Rusia. Menurut ahli militer, bahwa NATO telah mengetahui, ancaman garis merah Rusia tidak sepenuhnya nyata.

Latihan ini berlangsung dari 10 hingga 20 September dan diikuti oleh 19 negara anggota NATO serta 3 negara mitra, dengan lebih dari 450 peserta. Tujuan utama latihan ini adalah menggunakan peretas, peluncur, dan teknik lainnya untuk mengganggu atau mengendalikan sistem drone sebagai bagian dari strategi anti-drone.

NATO menyatakan bahwa mengintegrasikan teknologi anti-drone ke dalam sistem pertahanan rudal dan udara terpadu (IAMD) NATO sangat penting untuk meningkatkan postur pertahanan dan pencegahan. Partisipasi aktif Ukraina dalam latihan ini dianggap penting karena mereka bisa berbagi pengalaman dalam melawan drone Rusia di medan perang.

Para analis Ukraina melihat bahwa ini merupakan langkah krusial dalam kerjasama pertahanan antara Ukraina, Uni Eropa, dan NATO.

Xia Lushan, pengamat militer asal Taiwan  mengatakan bahwa ini merupakan tindakan nyata NATO untuk mendukung Ukraina, dan secara langsung melanggar garis merah Rusia.

Ia mengatakan kepada the Epoch Times, “Salah satu alasan Rusia melancarkan perang terhadap Ukraina adalah untuk mencegah Ukraina bergabung dengan NATO. Itu adalah garis merah terbesar Kremlin. Partisipasi Ukraina dalam latihan NATO ini dapat dianggap sebagai langkah nyata dalam melanggar garis merah tersebut dan mengirimkan sinyal kuat kepada Rusia bahwa jika perang terus berlanjut, pada akhirnya Rusia akan menghadapi kelompok NATO.”

“Rusia telah berulang kali memperingatkan bahwa jika NATO terlibat dalam perang Rusia-Ukraina, itu akan memicu konfrontasi langsung, termasuk perang nuklir. Namun kenyataannya, NATO telah terlibat sejak hari pertama perang dan terus memperluas dukungan militer mereka terhadap Ukraina di hampir semua aspek. Garis merah yang ditetapkan Rusia telah berulang kali dilanggar, dan negara-negara NATO kini menyadari bahwa itu hanyalah garis merah yang tidak nyata,” katanya.

NATO Menjadikan Drone sebagai Fokus Pengembangan

Baik dalam perang Rusia-Ukraina maupun konflik Israel-Palestina, penggunaan drone dikerahkan secara luas dan memainkan peran penting di medan perang. Hal ini memaksa banyak pihak untuk lebih memperhatikan pengembangan teknologi drone dan anti-drone.

Matt Roper, Direktur Pusat Gabungan Intelijen, Pengawasan, dan Pengintaian NATO, pada 20 September mengatakan, “NATO sangat serius menangani ancaman yang ditimbulkan oleh drone.”

Menteri Pertahanan dari Romania, Latvia, dan Polandia pada 18 September juga menyerukan agar NATO segera menerapkan “rotasi pertahanan udara NATO” untuk memperkuat pengawasan, patroli udara, dan pencegahan di sisi timur aliansi.

Claudio Palestini, ketua bersama Kelompok Kerja Sistem Drone NATO, menyatakan bahwa latihan ini dirancang untuk meneliti bagaimana drone sipil dengan sudut pandang orang pertama (first-person view) dapat diubah menjadi senjata mematikan dalam perang modern.

Selama latihan, mereka menggunakan dua drone FPV untuk melacak sebuah kendaraan militer, kemudian menyerang dan mengganggu drone tersebut menggunakan pengacau sinyal, yang membuatnya kehilangan kemampuan tempur dan pelacakan.

Saat ini, metode gangguan elektronik semacam ini sangat umum digunakan dalam perang Rusia-Ukraina. Pengembang teknologi dari Kementerian Pertahanan Ukraina menyatakan bahwa metode ini kurang efektif terhadap drone pengintai jarak jauh, tetapi Ukraina telah mengembangkan drone kamikaze untuk menghancurkan drone semacam itu, yang jauh lebih murah dibandingkan peluncuran rudal.

Pada 18 September, Ukraina melancarkan serangan drone besar-besaran terhadap pasukan Rusia, menyebabkan ledakan besar di sebuah gudang senjata utama. Serangan ini memaksa Putin memerintahkan peningkatan produksi drone hingga 10 kali lipat, mencapai 1,4 juta unit pada akhir tahun ini untuk menghadapi ancaman dari pasukan drone Ukraina.

Xia Lushan menyatakan, “Setelah dua setengah tahun perang Rusia-Ukraina, NATO telah memahami betapa pentingnya drone dalam perang. Teknologi drone, tidak seperti senjata canggih lainnya, tidak memiliki hambatan teknis yang sulit untuk diatasi, sehingga dapat berkembang dengan cepat dalam waktu singkat.” (jhon)