Shen Zhou
Pada 17 September, militer Israel melancarkan “Operasi Pager dan Walkie-Talkie” terhadap Hizbullah di Lebanon yang mengejutkan dunia. Insiden meledaknya pager dan walkie-talkie telah menyebabkan kerugian besar bagi anggota Hizbullah. Menghadapi pembalasan Hizbullah, Israel kemudian melancarkan serangan udara dan menewaskan seorang komandan senior Hizbullah. Israel yang telah mengambil pelajaran berdarah, langsung melakukan serangan mendahului untuk meraih keunggulan terhadap musuh nomor duanya. Saat ini situasi di Timur Tengah kembali tidak kondusif dan sulit diprediksi.
Israel menargetkan Hizbullah setelah mengalahkan Hamas
Pada 7 Oktober 2023, hampir 1 tahun lalu, Hamas menyerbu Israel yang menyebabkan tewasnya 767 warga sipil dan 376 personel keamanan Israel, selain itu juga menyandera lebih dari 200 orang sipil. Selain itu Hamas juga menembakkan lebih dari 5.000 roket dari Jalur Gaza ke arah Israel, yang telah memicu berkobarnya perang Israel – Hamas.
Selama setahun terakhir, tentara Israel telah memasuki jalur Gaza untuk melenyapkan militan Hamas, dan mengumumkan bahwa pihaknya berhasil menewaskan lebih dari 15.000 orang militan Hamas, menyita banyak persenjataan dan amunisi, serta menghancurkan sejumlah benteng dan terowongan Hamas. Laporan internal Hamas juga mengungkapkan bahwa setengah lebih dari sekitar 30.000 orang pasukannya telah gugur, dan sisanya dianggap tidak sehat secara mental atau fisik untuk melanjutkan pertempuran.
Hamas telah dikalahkan. Jelas militer Israel memiliki keunggulan karena berhasil melenyapkan sejumlah besar personel bersenjata Hamas dengan korban yang minim di pihaknya. Hal ini membuat anjloknya semangat tempur Hamas. Kini, militer Israel sedang memburu anggota kelompok Hamas yang tersisa sekaligus mencari para sandera yang belum diketahui keberadaannya.
Meskipun Israel telah meraih kemenangan melawan Hamas, namun serangan paling awal itu harus dibayar dengan mahal. Di permukaan, Israel seakan telah mengalami kesalahan fatal dalam bidang intelijen, sehingga mengakibatkan kematian dan penangkapan sejumlah besar warga sipil Israel oleh kelompok Hamas. Namun, pada dasarnya, Israel melihat Hamas yang kekuatannya semakin membesar, berharap tidak membuat konfrontasi langsung, tetapi melalui bertahan dan merespons secara pasif. Dan nyatanya, tembok perbatasan yang tinggi tidak mampu menghentikan serangan Hamas, teknologi tinggi yang seharusnya digunakan sebagai peringatan dini telah gagal berfungsi, juga tidak berhasil menghentikan langkah Hamas menggali terowongan sampai ke Israel.
Walau Israel memiliki banyak keunggulan tetapi baru memutuskan untuk menyerang setelah Hamas melancarkan serangan teror. Perang Israel-Hamas selain membuat Israel kehilangan nyawa warga sipil dan tentara, tetapi juga menimbulkan kekacauan politik, ekonomi, sosial di dalam dan luar negeri. Hal ini jelas merupakan sebuah pelajaran berdarah. Di masa lalu, Israel sering mengambil inisiatif untuk mendahului serangan sebelum dirinya diserang musuh.
Hal yang membuat Israel semakin tidak nyaman adalah, kelompok anti-Israel di komunitas internasional terus berusaha membesar-besarkan kerugian yang diderita warga sipil dalam serangan Israel ke Hamas, sehingga menjadikan Israel cukup pasif secara internasional. Kelompok militan Hamas yang memanfaatkan warga sipil sebagai tempat persembunyian dan tamengnya telah membuat tentara Israel dalam dilema.
Israel akhirnya mampu keluar dari tekanan dan melumpuhkan Hamas, meskipun masa depan pemerintahan di Gaza masih diperdebatkan tiada henti; namun saat ini yang menjadi kekhawatiran besar Israel adalah bagaimana mencegah kembalinya Hamas. Untuk itu ia perlu mengarahkan perhatiannya terhadap musuh berikutnya, yaitu Hizbullah Lebanon.
Pada hari kedua Hamas melancarkan serangan setahun lalu, Hizbullah juga bergabung dengan kelompok tersebut untuk menyerang Israel. Menurut data yang dihimpun militer Israel, Hizbullah setidaknya telah meluncurkan total 6.700 lebih roket, rudal, dan drone bunuh diri ke Israel dalam waktu kurang dari setahun. Tetapi Israel hanya melancarkan serangan udara terbatas ke Hizbullah karena berfokus terhadap pembersihkan kelompok Hamas, dan adanya upaya untuk menghindari pertempuran di dua front. Kini setelah ancaman dari Hamas berkurang secara signifikan, Israel dapat berkonsentrasi untuk menghadapi Hizbullah.
“Operasi Pager dan Walkie-Talkie ” yang menghebohkan
Pada 25 Agustus, Israel mengetahui bahwa Hizbullah telah menempatkan ribuan peluncur roket dan rudal di lebih dari 40 lokasi peluncuran, sedang bersiap untuk melancarkan serangan besar-besaran ke Israel. Hizbullah dengan cepat melakukan sekitar 230 serangan sejak dini hari itu, dan 90% serangan yang ditembakkan berasal dari peluncur yang ditempatkan di wilayah sipil, seperti dekat masjid, sekolah, kediaman PBB, dan tempat lainnya.
Israel segera mengirimkan sekitar 100 unit jet tempur dan secara akurat menghancurkan ribuan peluncur roket Hizbullah di Lebanon selatan. Meski serangan besar-besaran ini bisa dicegah, Israel harus menyadari bahwa ancaman besar dari Hizbullah selalu ada. Jika mereka terus merespons secara pasif, dampak serangan ala Hamas kemungkinan besar bisa terulang kembali.
Badan intelijen Israel, Mossad sempat mendapat kritikan tajam karena tidak memberikan peringatan mengenai adanya serangan Hamas. Namun, pada akhirnya kemarahan Mossad bisa dilampiaskan kepada Hizbullah.
Pada 17 September, “Operasi Pager dan Walkie-Talkie” diluncurkan. Pager milik ribuan personel Hizbullah meledak secara bersamaan, disusul dengan ledakan walkie-talkie yang menyebabkan puluhan kematian dan ribuan orang luka-luka. Tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini mengejutkan dunia.
Dunia luar tertarik untuk mendiskusikan di mana pager dan walkie-talkie itu diproduksi, tetapi para profesional lebih menaruh perhatian terhadap soal bagaimana Israel menjalankan operasi yang sangat rumit itu. Karena menarik, boleh jadi di waktu mendatang, aksi tersebut akan difilmkan, dan berbeda dengan plot film yang ada selama ini. Apalagi terjadi dalam kenyataan.
Bagaimana Israel menguasai rantai pasokan Hizbullah, secara diam-diam memasang bahan peledak dan detonator yang dikendalikan dari jarak jauh ke dalam ribuan perangkat pager, walkie-talkie, serta bagaimana Israel dapat melakukan peledakan yang dikendalikan dari jarak jauh itu dalam skala besar? Semuanya sepertinya masih saja misterius. Mossad, yang dikritik karena serangan Hamas, kini dalam semalam sudah bisa bangkit.
Lantaran keterbatasan jumlah bahan peledak yang dapat dimasukkan ke dalam pager dan walkie-talkie, sehingga hanya puluhan orang anggota Hizbullah yang terbunuh di tempat. Namun di mata personel militer, melukai ribuan musuh lebih terasa hasilnya ketimbang menewaskan mereka. Di medan perang, melumpuhkan serangan personel musuh dapat mengakibatkan pihak musuh menghabiskan lebih banyak sumber daya dan memberikan tekanan yang lebih besar terhadap mereka.
Kelihaian lainnya adalah Israel tidak menggunakan serangan udara atau pembunuhan yang umumnya bisa menyebabkan rantaian korban. Tetapi dengan melancarkan “Operasi Pager dan Walkie-Talkie” ini militer Israel mampu meminimalkan jumlah korban dan kerusakan yang dialami warga sipil.
Pasca Keberhasilan “Operasi Pager dan Walkie-Talkie”
Hasil yang dipetik dari “Operasi Pager dan Walkie-Talkie” jauh melampaui operasinya itu sendiri. Gejolak atau keributan yang terjadi di setiap lokasi ledakan sama dengan mendemarkasi secara terbuka setiap benteng Hizbullah, atau tempat persembunyian personel Hizbullah. Hal ini memberikan kemudahan bagi Informan Mossad dalam mengumpulkan informasi penting lainnya.
Jika agen intelijen Israel ditempatkan di berbagai rumah sakit atau klinik untuk mendata pasien Hizbullah yang terluka dan dikirim untuk perawatan, maka mereka hampir pasti dapat mengetahui sebagian besar struktur organisasi Hizbullah.
Hizbullah dipastikan akan segera menghentikan penggunaan peralatan komunikasi nirkabel dan untuk membahas tindakan lebih lanjut, mereka terpaksa harus kembali ke pertemuan tatap muka dalam berkomunikasi. Jika hal ini yang terjadi, maka menjadi kesempatan bagi Israel untuk melakukan serangan yang lebih tepat sasaran.
Pada 20 September, baik Israel maupun Lebanon memberikan konfirmasi tentang tewasnya komandan senior Hizbullah, yakni Ibrahim Aqil dan beberapa orang komandan senior lainnya dalam serangan udara Israel. Kementerian Luar Negeri AS pernah menawarkan hadiah sebesar USD 7 juta (15,1 miliar rupiah) untuk memburu orang itu.
Setelah “Operasi Pager dan Walkie-Talkie ” Israel, Hizbullah terpaksa menghentikan komunikasi jarak jauh, dan pemimpinnya hanya dapat memilih lokasi di Beirut, Lebanon untuk melakukan pertemuan mereka. Akibatnya, lokasi tersebut terlacak oleh Israel untuk dilakukan pembersihan.
Hizbullah telah merencanakan dan melakukan banyak serangan teroris serta telah dimasukkan sebagai organisasi teroris oleh Barat. Sehingga Tindakan Israel tidak menimbulkan hambatan hukum atau bertentangan dengan moral. Organisasi Hizbullah mengalami pukulan telak, dan Israel juga merasakan hasil dari melakukan serangan mendahului untuk meraih keunggulan.
Untuk sementara waktu Hizbullah mungkin terjerumus ke dalam kekacauan, sehingga sulit untuk mengatur tindakan pembalasan berskala besar dalam waktu dekat, dan mungkin juga anggotanya tidak lagi berani berkumpul dan menjaga kontak dekat, namun ini tidak berarti Hizbullah sudah runtuh dan berhenti membalas. Setelah Hizbullah berhasil membangun jaringan komunikasi baru yang aman, ia tetap menjadi ancaman besar bagi Israel. Israel pun semestinya tidak akan menghentikan tindakannya terhadap Hizbullah. Pada 2006, keduanya pernah berperang dalam skala besar, Jadi Israel tahu bahwa Hizbullah lebih sulit dihadapi dibandingkan Hamas.
Berbagai organisasi bersenjata yang terkait dengan Hizbullah, termasuk Iran sang majikan, mungkin akan membatasi berkomunikasi lewat nirkabel untuk sementara waktu dan melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap peralatan yang digunakan. Hal serupa mungkin juga akan ditiru oleh militer, badan intelijen, dan unit rahasia Partai Komunis Tiongkok.
“Operasi Pager dan Walkie-Talkie” telah meninggalkan pengaruh yang cukup luas hingga melampaui Timur Tengah. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal ini dapat memicu perubahan total dalam metode komunikasi dan operasi internal di berbagai negara dan organisasi. Bagaimanapun, tidak ada pihak yang ingin memasang bahan peledak di perangkat nirkabel yang sering mereka gunakan.
Israel mungkin tidak berpikir terlalu jauh kecuali ingin melemahkan Hizbullah dan, jika perlu menghancurkannya untuk menekan ancaman. Karena itu Israel selalu siap menghadapi pembalasan Hizbullah di setiap saat. Meskipun demikian, Amerika Serikat tidak menghendaki perang di Timur Tengah meluas, tapi tidak begitu dengan PKT yang lebih senang bila kekacauan di Timur Tengah meluas.
Masa depan Timur Tengah belum menentu
Beberapa waktu lalu militer AS menempatkan 2 armada kapal induk di Timur Tengah karena meningkatnya ketegangan situasi di sana. Setelah situasi mulai tenang, kapal induk USS Theodore Roosevelt meninggalkan Timur Tengah melalui jalur perairan di Pasifik Barat. Namun situasi kembali tegang setelah Israel tiba-tiba menerapkan “Operasi Pager dan Walkie-Talkie”. Meski Amerika Serikat telah menekan Israel agar menahan diri, namun Israel mungkin tidak mau lagi mengulangi kesalahannya di masa lalu yakni bersikap defensif secara pasif.
Menurut perkiraan militer Israel, Hizbullah memiliki 20.000 hingga 25.000 personel militer penuh waktu dan puluhan ribu tentara cadangan. Pasukan elite Radwan dengan ribuan personel terlatihnya yang telah mengumpulkan kemampuan tempur dalam konflik regional, dengan mendapat dukungan dari Pasukan Quds Iran, sedang bersiap untuk menyerang Israel.
Israel memperkirakan Hizbullah memiliki lebih dari 150.000 roket atau rudal, termasuk: 400 roket dan rudal jarak jauh dengan jangkauan 180 hingga 700 kilometer. Ratusan rudal presisi dengan jangkauan 70 hingga 250 kilometer. Ratusan unit drone dengan jangkauan terbang sekitar 400 kilometer. 4.800 roket jarak menengah dengan jangkauan 40 hingga 180 kilometer. 65.000 roket jarak pendek dengan jangkauan 20 hingga 40 kilometer. Dan mortir sebanyak 140.000 unit.
Iran akan terus mendorong Hizbullah dan Hamas yang didukungnya untuk menyerang Israel, walau sulit mengharapkan Hamas untuk pulih dalam jangka pendek. Selain itu Iran juga harus mempertimbangkan jika Israel melancarkan kampanye besar-besaran untuk menghancurkan Hizbullah. Dalam situasi seperti ini tampaknya sangat sulit bagi Iran untuk berkonfrontasi dengan AS.
Hizbullah perlu bekerja keras untuk kepentingan Iran, namun ia juga perlu mempertahankan kekuatannya dan tidak mau kehilangan segalanya. Ketika Israel memberantas Hamas, seharusnya ini adalah waktu terbaik bagi Hizbullah untuk mengambil tindakan. Namun, ternyata Hizbullah hanya berpangku tangan menyaksikan Hamas terpukul, dengan tidak ikut berperang dengan Israel. Organisasi militan berpura-pura saling mendukung, tetapi sebenarnya mareka cuma saling memanfaatkan. Hal ini hampir sama dengan yang dilakukan RRT, Rusia, Iran, dan Korea Utara.
PKT akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendorong Iran dan Hizbullah mengambil tindakan terhadap Israel agar kekacauan terus meluas. PKT tidak peduli apakah Hizbullah atau Hamas yang hancur. PKT membutuhkan perang Rusia-Ukraina terus berlanjut, kekacauan di Timur Tengah meluas demi membendung “ikut campurnya” Amerika Serikat dan Barat dalam urusan Asia Pasifik. PKT mendukung kekuatan anti-Israel dari belakang layar, bahkan mengundang Hamas datang ke Beijing. Sebenarnya PKT merupakan biang kerugian bagi dunia Arab, karena ia terus mendorong organisasi-organisasi anti-Israel dan terus ikut mengacaukan Timur Tengah.
Setelah Israel melancarkan “Operasi Pager dan Walkie-Talkie”, risiko perang telah meningkat secara signifikan, membuat situasi di Timur Tengah kembali tidak mudah untuk diprediksi. (sin/whs)