Zhao Fenghua dan Yu Wei – New Tang Dynasty TV
Seiring dengan meningkatnya ketegangan antara Israel dan Hizbullah, pada Kamis (3/10/2024), berbagai negara di dunia mulai menyelamatkan warga negara mereka dari Lebanon secara darurat.
Pada Kamis dini hari, militer Israel kembali melancarkan serangan udara presisi di Beirut, ibu kota Lebanon, dengan sebuah rudal yang menghantam sebuah gedung dekat pusat kota.
Sebuah gedung bertingkat di pinggiran selatan Beirut terbakar setelah dihantam rudal, mengeluarkan asap tebal.
“Semua telah diratakan. Tidak ada yang tersisa,” kata seorang warga selatan Beirut.
Pada hari yang sama, militer Israel merilis video operasi militer di selatan Lebanon, menyatakan bahwa mereka sedang melakukan “serangan terarah” untuk menghancurkan infrastruktur Hizbullah yang terlibat dalam kegiatan terorisme, dan menewaskan lebih banyak komandan Hizbullah.
“Tentara kami di Lebanon sedang menghancurkan semakin banyak (komandan) dan teroris Hizbullah. Setiap pertempuran berakhir dengan keunggulan militer kami,” ujar Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel, Herzi Halevi.
Pada hari itu, militer Israel memberitahukan kepada penduduk lebih dari 20 kota di perbatasan selatan Lebanon untuk segera mengungsi.
Pemerintah Lebanon menyatakan bahwa serangan udara Israel menyebabkan setidaknya tujuh orang tewas. Sebelumnya, militer Israel menyatakan bahwa delapan tentara mereka tewas dalam bentrokan di selatan Lebanon.
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, pada Kamis menyerukan agar segera dilakukan gencatan senjata dan menyelesaikan masalah melalui jalur politik.
“Hanya dalam waktu 24 jam terakhir, 28 tenaga medis telah kehilangan nyawa di Lebanon,” katanya.
Seiring dengan semakin meningkatnya konflik antara Israel dan Hizbullah, berbagai negara mulai menarik warganya dari Lebanon.
Pada Kamis siang, pesawat militer yang membawa 38 warga sipil Siprus dan 22 warga negara Yunani mendarat di “Larnaca” Siprus.
“Keadaan di Lebanon sangat buruk. Kami datang ke sini untuk merasa aman,” kata Warga sipil yang dievakuasi dari Lebanon, Nadine Zormorrod.
Warga sipil lainnya yang dievakuasi, Gigi Halifaleft: “Terutama minggu lalu, hari-hari sangat sulit. Ada bom, kami bisa mendengarnya, suaranya sangat keras dan menakutkan.”
Pada hari yang sama, Kementerian Pertahanan Spanyol menyatakan bahwa mereka telah mengirimkan dua pesawat untuk mengevakuasi warganya dari Lebanon, dengan pesawat pertama yang membawa 200 warga Spanyol telah terbang menuju basis udara di dekat Madrid. Pemerintah Spanyol mendorong semua warga Spanyol untuk meninggalkan Lebanon dan akan membantu mereka dalam evakuasi.
Pada hari yang sama, lebih dari 300 warga sipil dari berbagai negara dievakuasi dengan kapal dari kota “Tripoli” di Lebanon, yang berhenti di pelabuhan Mersin, Turkiye. Selanjutnya, mereka melanjutkan perjalanan ke negara masing-masing.
Lembaga penyiaran milik pemerintah Jepang, NHK, melaporkan bahwa dua orang warga negara Jepang telah dievakuasi dari Lebanon ke Siprus dengan menggunakan kapal yang dipesan oleh pemerintah Jepang.
NHK melaporkan Pasukan Bela Diri Jepang mengirimkan dua jet angkut militer C-2 pada 3 Oktober. Pesawat-pesawat angkut tersebut dijadwalkan tiba di Yordania dan Yunani pada 4 Oktober sebagai antisipasi kemungkinan pengangkutan udara bagi 50 warga negara Jepang lainnya yang saat ini berada di Lebanon.
Presiden Korea Selatan Yoon Seok-yeol pada 2 Oktober memerintahkan pesawat angkut militer untuk dikirim ke Timur Tengah untuk mengevakuasi warga Korea Selatan di seluruh wilayah tersebut. Dilaporkan ada sekitar 480 warga negara Korea Selatan yang tinggal di Israel, 130 orang di Lebanon, dan 110 orang di Iran.
Sebelumnya, pada Rabu, Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa sekitar 100 warga Amerika Serikat dan anggota keluarga mereka telah meninggalkan Lebanon dengan penerbangan komersial.
“Hari ini (Rabu), kami mengatur penerbangan dari Beirut ke Istanbul untuk membawa warga Amerika Serikat lainnya pergi,” ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller. (hui)