EtIndonesia. Sejak akhir September, Israel telah melancarkan serangan udara dan serangan presisi terhadap Hizbullah di Lebanon. Pada 27 September, pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, tewas dalam serangan udara Israel. Potensi penggantinya, Hashem Safieddine, juga dilaporkan hilang sejak serangan udara pada 4 Oktober. Kini, dikabarkan bahwa Ketua Komite Politik Hizbullah, Sheikh Ibrahim Amin, telah menolak untuk mengambil alih jabatan pemimpin Hizbullah.
Menurut laporan media asing, Nasrallah tewas akibat serangan udara Israel pada akhir September. Safieddine, yang merupakan sepupu Nasrallah dan ketua Komite Eksekutif Hizbullah, direncanakan untuk menggantikannya. Namun, setelah serangan udara Israel di markas Hizbullah di pinggiran selatan Beirut pada Jumat (4/10) lalu, Safieddine hilang kontak, dan banyak yang berpendapat bahwa kemungkinan besar dia telah tewas.
Sejak tahun 2001, Safieddine memimpin Komite Eksekutif Hizbullah, mengawasi urusan politik, dan menjadi anggota Dewan Jihad, yang bertanggung jawab atas operasi militer. Pada tahun 2017, dia dimasukkan ke dalam daftar teroris oleh Amerika Serikat.
Sumber lain dari Hizbullah juga mengonfirmasi bahwa kontak dengan Safieddine terputus, dan keberadaannya tidak diketahui. Organisasi ini mencoba menghubungi markas bawah tanah yang mereka yakini sebagai tempat persembunyian, namun setiap upaya penyelamatan terhalang oleh serangan udara Israel yang berulang kali menggempur lokasi tersebut.
Pada 4 Oktober, Israel melancarkan 11 serangan udara berturut-turut ke markas Hizbullah di Beirut selatan, di mana Safieddine berada bersama kepala intelijen Hizbullah, Hajj Murtada. Militer Israel menyatakan bahwa serangan hari itu menargetkan markas intelijen Hizbullah di Beirut.
Mohammed Ali al-Husseini, seorang ulama Syiah Lebanon yang berbasis di Teluk, mengatakan bahwa Sheik Ibrahim al-Amin, Ketua Dewan Politik Hizbullah, telah ditunjuk sebagai pengganti Nasrallah. Kabar ini juga dikonfirmasi oleh saluran berita Arab.
Namun, dilaporkan bahwa Amin menolak untuk mengambil alih kepemimpinan Hizbullah, dengan alasan risiko besar yang menyertai posisi tersebut. Seorang sumber Hizbullah menyatakan bahwa menjadi pemimpin Hizbullah sama dengan menandatangani hukuman mati. Dia menambahkan bahwa saat ini tidak ada yang menginginkan posisi itu, karena mereka tahu bahwa cepat atau lambat mereka akan terbunuh.
Hizbullah Diduga Menembus Sistem Pertahanan Udara Israel: 10 Cedera di Israel Utara
Pada 6 Oktober, Israel melanjutkan serangan udaranya di wilayah Lebanon selatan dan ibu kota Beirut. Ledakan akibat serangan udara seringkali menimbulkan bola api besar di pusat kota Beirut.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyatakan bahwa mereka menargetkan beberapa lokasi milik Hizbullah di Beirut, termasuk markas intelijen dan fasilitas penyimpanan senjata. IDF juga menyoroti bahwa Hizbullah sengaja menempatkan pusat komando dan fasilitas senjata mereka di bawah gedung-gedung apartemen sipil, yang membahayakan keselamatan warga sipil.
Sebagai balasan atas serangan Israel, Hizbullah melancarkan lebih dari 120 roket dan peluru artileri ke wilayah utara Israel pada malam 6 Oktober. Menurut Rumah Sakit Rambam di Haifa, enam orang terluka akibat serangan roket Hizbullah. IDF menyatakan bahwa lima roket diarahkan ke Haifa, meskipun beberapa di antaranya jatuh di tempat terbuka.
Serangan roket ini mungkin menandakan bahwa Hizbullah untuk pertama kalinya berhasil menembus sistem pertahanan udara Israel, dengan roket yang menghantam bangunan di kota Haifa. Selain Haifa, kota Tiberias di Israel utara juga terkena serangan roket Hizbullah, menyebabkan total 10 orang terluka di kedua kota tersebut.(jhn/yn)