EtIndonesia. Perang Rusia-Ukraina masih berlanjut, dan jika Amerika Serikat atau NATO terlibat, Rusia akan mengubah prinsip penggunaan senjata nuklirnya.
Pada 10 Oktober, Reuters melaporkan bahwa Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Ryabkov, menyatakan bahwa lima negara berkekuatan nuklir akan mengadakan pertemuan di New York dalam dua minggu ke depan. Reuters menilai bahwa pertemuan ini mungkin “bermakna penting” karena ketegangan nuklir antara Rusia dan Barat telah meningkat tajam sejak konflik Rusia-Ukraina dimulai.
Lima Negara Berkekuatan Nuklir Akan Bertemu di New York
Menurut laporan media resmi Rusia, TASS, pada 10 Oktober, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Ryabkov, mengungkapkan kepada wartawan bahwa dalam beberapa minggu mendatang, Rusia, Tiongkok, Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis akan mengadakan pertemuan rutin di Komite Pertama Sidang Umum PBB di New York, yang berfokus pada perlucutan senjata dan keamanan internasional.
Reuters mengutip media Rusia yang melaporkan bahwa Ryabkov tidak mengumumkan tanggal pasti pertemuan tersebut atau tingkat pejabat yang akan menghadirinya.
“Pertemuan tersebut akan berlangsung dalam beberapa minggu mendatang, selama sesi Komite Pertama Sidang Umum PBB di New York,” ungkap Ryabkov, sambil mencatat bahwa Tiongkok baru saja mengambil alih posisi koordinator mekanisme lima negara nuklir.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pengumuman resmi terkait pertemuan ini dari pihak terkait.
Tiongkok, AS, Rusia, Inggris, dan Prancis adalah negara-negara yang diakui secara resmi memiliki senjata nuklir di bawah Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT). Dalam proses peninjauan perjanjian tersebut, terbentuk mekanisme koordinasi lima negara nuklir. Reuters menambahkan bahwa kelima negara tersebut juga merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Pada 3 Januari 2022, para pemimpin dari kelima negara nuklir ini mengeluarkan pernyataan bersama mengenai pencegahan perang nuklir dan penghindaran perlombaan senjata. Pernyataan tersebut menekankan bahwa “mencegah perang antara negara-negara berkekuatan nuklir dan mengurangi risiko strategis adalah tanggung jawab utama kami.” Selain itu, mereka menekankan bahwa “perang nuklir tidak bisa dimenangkan dan tidak boleh terjadi.”
Rusia Berencana Mengubah Doktrin Penggunaan Nuklirnya
Menurut laporan media Rusia, dokumen kebijakan nuklir Rusia yang diterbitkan pada tahun 2020 menyatakan bahwa senjata nuklir hanya akan digunakan dalam situasi luar biasa ketika kedaulatan atau wilayah Rusia menghadapi ancaman serius.
Namun, pada 25 September 2024, dalam pertemuan Dewan Keamanan Rusia yang membahas pencegahan nuklir, Presiden Vladimir Putin mengumumkan bahwa dokumen tersebut akan diperbarui untuk mengubah prinsip-prinsip penggunaan senjata nuklir.
Putin menyatakan bahwa dalam doktrin nuklir Rusia yang diperbarui, serangan konvensional terhadap Rusia yang didukung atau melibatkan negara-negara nuklir lainnya akan dianggap sebagai serangan gabungan terhadap Rusia. Dia tidak menjelaskan secara rinci apakah serangan tersebut akan direspons dengan senjata nuklir, tetapi menekankan bahwa Rusia dapat menggunakan senjata nuklir jika serangan konvensional mengancam kedaulatannya secara serius. Rusia juga bisa mempertimbangkan penggunaan senjata nuklir jika senjata seperti rudal dan drone melintasi perbatasan Rusia.
Putin menambahkan bahwa semua perubahan doktrin ini telah dipertimbangkan dengan matang dan sesuai dengan ancaman militer modern yang dihadapi Rusia. Dia juga menegaskan bahwa jika Belarus, sebagai anggota aliansi Rusia-Belarus, diserang, Rusia berhak menggunakan senjata nuklir.
Meskipun Putin tidak menyebutkan kapan doktrin nuklir yang diperbarui ini akan mulai berlaku, pada 26 September, Kremlin mengeluarkan pernyataan bahwa pernyataan Putin harus dianggap sebagai “sinyal yang jelas” kepada negara-negara Barat, memperingatkan mereka bahwa jika mereka terlibat dalam serangan terhadap Rusia, mereka akan menghadapi konsekuensi serius.
Reuters menyebut bahwa keputusan Moskow untuk memperbarui doktrin nuklirnya merupakan respons terhadap diskusi di AS dan Inggris tentang apakah akan mengizinkan Ukraina menyerang Rusia dengan rudal jarak jauh dari Barat. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengonfirmasi hal ini dengan mengatakan, “Ini harus dianggap sebagai sinyal yang jelas.”
Peskov menyatakan bahwa dunia sedang menyaksikan “konfrontasi yang belum pernah terjadi sebelumnya,” di mana negara-negara Barat, termasuk kekuatan nuklir, secara langsung terlibat dalam perang di Ukraina. Pada hari yang sama, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mengecam pernyataan Putin ini melalui media AS, menyebutnya sebagai tindakan yang “sangat tidak bertanggung jawab.” (jhn/yn)