Zhao Fenghua
TikTok, versi luar negeri dari platform video pendek douyin milik perusahaan China ByteDance pada Jumat (11/10/2024) mengatakan bahwa mereka mem-PHK ratusan orang di seluruh dunia, termasuk sejumlah besar karyawan di Malaysia, karena mereka akan menggunakan lebih banyak teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) untuk peninjauan konten.
Menurut laporan Reuters, dua sumber yang mengetahui situasi tersebut mengungkapkan bahwa TikTok telah mengurangi lebih dari 700 posisi di Malaysia. Namun, TikTok kemudian mengklarifikasi bahwa jumlah karyawan yang terkena dampak di Malaysia kurang dari 500 orang.
Pada Rabu malam, sebagian besar karyawan yang terlibat dalam moderasi konten diberitahukan melalui email bahwa mereka akan dipecat. Sumber tersebut mengatakan bahwa informasi ini belum disahkan untuk dipublikasikan di media sehingga mereka meminta sumber anonim.
PHK besar-besaran oleh TikTok ini terjadi di tengah pengawasan yang semakin ketat dari pemerintah Malaysia terhadap perusahaan teknologi global. Sebagai bagian dari upaya memberantas kejahatan siber, pemerintah Malaysia mewajibkan operator media sosial untuk mengajukan izin operasional sebelum Januari tahun depan.
TikTok dalam tanggapannya kepada Reuters menyatakan bahwa PHK ini adalah bagian dari rencana lebih luas untuk meningkatkan sistem moderasi konten, yang akan mempengaruhi ratusan karyawan di seluruh dunia.
Berdasarkan informasi dari situs resmi ByteDance, perusahaan ini memiliki lebih dari 110.000 karyawan yang tersebar di lebih dari 200 kota di seluruh dunia. TikTok menggunakan kombinasi teknologi otomatis dan moderasi manusia untuk mengawasi konten di platformnya.
Salah satu sumber menyebutkan bahwa perusahaan teknologi ini juga berencana melakukan PHK lebih lanjut bulan depan untuk mengkonsolidasikan operasi bisnis di beberapa wilayah.
Seorang juru bicara TikTok dalam sebuah pernyataan mengatakan, “Kami akan melakukan perubahan ini sebagai bagian dari langkah untuk lebih memperkuat model pengelolaan konten global.”
Juru bicara tersebut menambahkan bahwa saat ini 80% konten yang melanggar kebijakan dihapus melalui teknologi otomatis.
Awal tahun ini, laporan dari Malaysia menunjukkan peningkatan tajam dalam konten berbahaya di media sosial dan mendesak perusahaan seperti TikTok untuk memperketat pengawasan terhadap platform mereka.
TikTok sedang menghadapi tekanan regulasi dari berbagai negara. Minggu ini, TikTok digugat oleh 13 negara bagian di AS dan Washington, D.C dengan tuduhan bahwa platform tersebut merusak kesehatan mental pengguna remaja dan mengumpulkan data pribadi mereka tanpa izin. Negara-negara bagian ini juga menuduh algoritma TikTok membuat kecanduan, menyebabkan remaja menjadi terikat pada platform tersebut.
Pada 24 April, Presiden AS Joe Biden menandatangani undang-undang yang mengharuskan TikTok untuk memisahkan diri dari perusahaan induknya di Tiongkok, ByteDance, dalam waktu setahun, atau aplikasi tersebut akan dilarang diunduh di AS. TikTok menentang keputusan tersebut dan berupaya untuk membela diri di pengadilan. (Hui)