Surabaya – Tidak banyak orang yang menyempatkan untuk datang dari negeri yang jauh hanya untuk menghadiri sebuah reuni sekolah untuk bertemu dengan teman-teman seangkatan. Namun bagi Bachtiar Abdul Fatah, salah satu orang yang menyempatkan datang ke sebuah reuni itu. Pria kelahiran 4 Oktober 1960 ini telah datang dari Norwegia hanya untuk menghadiri reuni akbar sekolah Al-Irsyad Surabaya pada 13 Oktober lalu.
“Perasaan yang sangat luar biasa yang tak mungkin bisa ditukar dengan apapun ketika saya menghadiri acara reuni ini, sungguh luar biasa, saya bisa berjumpa lagi dengan teman-teman semasa Sekolah Dasar dulu, reuni ini begitu berkesan buat saya,” tutur Bachtiar pria yang sangat humble ini, menambahkan bahwa ia lulus dari Sekolah Dasar di Al-Irsyad tahun 1972. Saya masih ingat ketika itu saya tinggal di Ampel Sawahan I no 9 yang tak jauh dari SD saya, saya terlahir dari ayah seorang tentara berdarah Makasar dan ibu berdarah Bengkulu. Saya menyukai kehidupan masa kecil di daerah Ampel Surabaya yang sangat beragam dimana masyarakatnya guyup dan saling menghargai, betugipula keseharian di sekolah Al-Irsyad yang begitu bhineka dan saya merasa bersyukur ditakdirkan Allah bisa bersekolah di Al-Irsyad. Tidak hanya masalah kebhinekaan tapi di Al-Irsyad kedisiplinan selalu diterapkan, ini juga sesuai dengan pendidikan keseharian dirumah yang diterapkan ayah saya yang seorang tentara.
Tidak hanya kebhinekaan saja tapi di Al-Irsyad saya mendapatkan banyak sekali pengetahuan agama di samping pengetahuan umum, seperti pelajaran ahlak dan fiqih, dimana pengetahuan itu sebagai bekal saya dalam kehidupan ini. Tak terasa sudah 42 tahun saya meninggalkan sekolah ini, tapi sebenarnya kaki sayalah yang meninggalkan Al-Irsyad sedang hati saya tetap di Al-Irsyad.
Walau Bachtiar Abdul Fatah telah malang melintang ke mancanegara, tapi baginya Al-Irsyad adalah tempat kenangan indah yang tak terlupakan. Saya teringat guru TK saya di Al-Irsyad yang bernama bu Eny yang saat itu tinggal di kampung Peneleh. Juga kepala sekolah SD Ustad Abdurahman Syagran dan beberapa guru SD semuanya masih saya ingat, seperti Pak Suyetno, Pak Wahid, Ustad Awad Ubaid, semuanya dari mereka adalah guru-guru yang bermutu yang telah mengantarkan saya sampai dalam kehidupan yang sukses. Dulu Ustad Cholid Abri sering memberikan tausiah agama yang sampai sekarang masih melekat dalam pikiran dan hati saya.
Bachtiar bercerita sambil tersenyum haru, ketika itu saya sering menyisihkan uang saku saya untuk saya belikan Surat Kabar Merdeka lalu saya berikan ke Pak Yetno yang saat itu sebagai wali kelas. Jika ada berita-berita pengetahuan di surat kabar itu pasti Pak Yetno akan menceritakan di depan murid-murid, jadi kita tidak ketinggalan berita tutur pria lulusan ITS Teknik Mesin sebelum ia berkelana ke mancanegara.
Peluang menghadiri reuni ini sangat berarti bagi saya, bertemu kawan-kawan masa kecil yang seakan tak bisa dipisahkan dengan memori hidup saya. Ya dari teman-teman yang saya jumpai dalam reuni tersebut memang fisik sudah berubah tapi ini tidak bisa menepis ingatan lama yang indah.
Saya teringat waktu kelas 4 SD siswa dan siswi sudah dipisah tapi dalam reuni kemarin saya begitu tersentuh, ada seorang teman perempuan yang masih ingat saya dan ingatan saya kembali ke masa-masa itu, ya saya teringat nama teman lama itu Halida Baisa seorang teman yang sangat baik. Saya beruntung bisa hadir dalam reuni ini, walaupun perjalanan yang saya tempuh dalam jarak yang sangat jauh pun bagi saya jarak yang jauh bukanlah masalah untuk bertemu dengan teman lama karena di reuni ini saya bisa merasakan tempat dimana saya belajar dan bertemu teman dengan cerita cerita lamanya yang indah, bagi saya teman-teman lama tidak hanya berada di masa lalu, mereka juga ada di masa sekarang dan masa depan di hati saya.