China Forbidden New – NTD
Depresi ekonomi berkelanjutan telah menyebabkan gelombang pengangguran di kalangan pemuda Tiongkok selama empat tahun terakhir, dengan jumlah pengangguran muda yang kini telah melampaui 30 juta. Pemerintah hampir tidak memiliki solusi yang efektif. Para pengamat berpendapat, pemuda penganggur yang tidak memiliki pilihan lain ini mungkin akan memicu krisis sosial.
Pada Agustus lalu, tingkat pengangguran di kalangan pemuda perkotaan berusia 16 hingga 24 tahunātidak termasuk siswa yang masih bersekolahāadalah 18.8%; pada September, tingkat pengangguran masih tinggi di angka 17.6%. Media di daratan Tiongkok memperkirakan jumlah pemuda penganggur mencapai lebih dari 30 juta orang.
Meskipun pemerintah telah terus mengeluarkan kebijakan baru selama setahun terakhir, permintaan domestik tetap lemah. Depresi ekonomi yang berkelanjutan membuat prospek pasar kerja semakin suram.
Menurut laporan “Penelitian Angkatan Kerja Mahasiswa 2024” yang diterbitkan oleh Zhaopin.com pada Juli, hanya 48% lulusan baru yang menerima pemberitahuan penerimaan tidak resmi.
Jumlah pendaftar ujian pegawai negeri Tiongkok pada tahun 2025 mencapai rekor baru, melebihi 3,25 juta orang. Untuk posisi kepala bagian di Departemen Pendidikan Profesional Tiongkok, ada 16,702 orang yang mendaftar untuk satu posisi yang tersedia.
Ekonom Amerika, David Huang, mengatakan bahwa struktur populasi Tiongkok terdistorsi, dan struktur pekerjaannya bahkan lebih terdistorsi, namun setiap tahun masih ada lebih dari sepuluh juta lulusan universitas yang mencapai rekor tertinggi baru.
Masih menurut David Huang , “Selama dekade terakhir, ada tren di mana sektor publik Tiongkok semakin dominan, dengan usaha milik negara terus menguat dan pangsa pasar mereka semakin besar, sementara ekonomi swasta semakin menyusut. Karena lapangan pekerjaan di Tiongkok sebagian besar ditopang oleh sektor swasta, situasi ini menyebabkan kesulitan dalam pencarian kerja. Selain itu, akibat perang dagang Tiongkok-AS pada tahun 2018 dan kebijakan nol-COVID yang menyebabkan banyak pesanan ekspor beralih ke luar negeri dan perpindahan industri, banyak kesempatan kerja yang hilang ke luar negeri, memperburuk kondisi karir bagi pemuda di dalam negeri.”
Huang menekankan bahwa Tiongkok adalah ekonomi terencana yang sering mempertimbangkan masalah dari sistem negara secara keseluruhan, jarang mempertimbangkan keadaan ekonomi dan lapangan pekerjaan para pemuda dan rakyat biasa. Kebijakan utama politik, seperti dukungan besar-besaran untuk inisiatif “Belt and Road” di luar negeri, telah memperparah situasi pengangguran.
Pada tahun 2024, Kementerian Keuangan Tiongkok hanya mengalokasikan dana bantuan pekerjaan sebesar 66,7 miliar yuan, dengan bantuan utama ditujukan pada perusahaan. Satu-satunya bantuan bagi lulusan perguruan tinggi adalah mendorong mereka untuk bekerja di daerah pedesaan atau daerah terpencil, serupa dengan kebijakan “Turun ke Desa” selama Revolusi Kebudayaan.
Namun, pada KTT Kerja Sama Tiongkok-Afrika awal September, pemerintah Tiongkok berjanji akan menyediakan dana dukungan 360 miliar yuan selama tiga tahun ke depan untuk menciptakan setidaknya satu juta lapangan pekerjaan di Afrika, jauh lebih besar dibandingkan dukungan untuk pemuda di dalam negeri.
David Huang menyatakan, Beijing sebenarnya mampu menjamin para pemuda penganggur ini dan mengatasi masalah kesejahteraan untuk 1,4 miliar penduduknya, tetapi mereka tidak menjadikan jaminan sosial sebagai prioritas.
David Huang: “Alasan mereka tidak menerapkan sistem kesejahteraan Barat adalah karena mereka percaya pada Darwinisme sosial. Mereka percaya bahwa masyarakat manusia, seperti dunia hewan, bergantung pada ‘survival of the fittest’ atau “Sintasan yang paling layak”. Jika Anda menganggur, tua, atau sakit, itu adalah seleksi alam. Mereka tidak akan menerapkan prinsip egalitarianisme seperti di Barat, di mana jika Anda sakit atau meninggal, Anda harus mengatasinya sendiri. Mereka menganggap rakyat biasa lebih seperti hukum rimba.”
Tapi, menghadapi masalah pengangguran yang serius, pemerintah Tiongkok hingga saat ini belum mengajukan solusi apa pun.
Wei Zhen, mantan jurnalis media di daratan, mengatakan bahwa negara-negara Barat menerapkan sistem pajak tinggi dengan kesejahteraan tinggi atau pajak rendah dengan kesejahteraan rendah, tetapi Tiongkok justeru kebalikannya.
“Model Tiongkok bukanlah pajak tinggi dengan kesejahteraan tinggi atau pajak rendah dengan kesejahteraan rendah. Ini adalah pajak tinggi dengan kesejahteraan negatif. Apa itu kesejahteraan negatif? Artinya, meskipun mereka mengumpulkan pajak sangat tinggi, sumber dayanya tidak diarahkan pada kelompok rentan. Misalnya, kita tahu bahwa fasilitas medis gratis terbaik di Tiongkok atau yang mendekati gratis umumnya diberikan kepada pejabat pemerintah dan karyawan BUMN yang sudah memiliki pendapatan tinggi,ā ujarnya.
Wei mengatakan, pemerintah Tiongkok selalu berpikir tentang cara meraup lebih banyak uang dari rakyat, bahkan sekarang mereka mempertimbangkan pendapatan non-pajak, menghasilkan lebih banyak uang melalui denda.
Sementara itu, Li Wentao, seorang lulusan dari universitas terkemuka di selatan Tiongkok, mengatakan bahwa banyak kekaisaran besar dalam sejarah, runtuh dimulai dari masalah keuangan. Tingginya angka pengangguran di kalangan pemuda Tiongkok mungkin akan memicu serangkaian masalah sosial, dan setiap elemen dalam rantai ini mungkin menjadi pemicu yang menyebabkan runtuhnya Partai Komunis Tiongkok. (jhon)