Zelenskyy Ekspresikan Kekecewaan Atas Tanggapan Barat Terkait Peningkatan Pasukan Korut di Rusia

Presiden Ukraina mengatakan bahwa komunitas internasional “tidak sekeras yang seharusnya” mengenai laporan keberadaan pasukan Korea Utara di Rusia

ETIndonesia. Pada 29 Oktober, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy meminta pendukung internasionalnya agar lebih tegas menanggapi laporan tentang pasukan Korea Utara di Rusia dan memperbarui permintaan senjata rudal jelajah jarak jauh untuk menyerang wilayah Rusia.

Selama beberapa minggu, Zelenskyy telah menyuarakan kekhawatiran dengan klaim bahwa ribuan pasukan Korea Utara telah tiba di Rusia dan mungkin akan segera bertempur melawan Ukraina. Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Amerika Serikat juga menyampaikan penilaian serupa mengenai peningkatan pasukan Korea Utara tersebut.

Pyongyang membantah  mengirimkan pasukannya ke Rusia, namun Presiden Rusia Vladimir Putin tidak membantah saat ditanya pekan lalu.

Zelenskyy menyatakan, menurutnya, laporan mengenai pasukan Korea Utara di Rusia adalah “fakta.” Namun, dia juga mengatakan bahwa “ada beberapa mitra yang  skeptis bahwa tentara Korea Utara berada di darat” di Rusia.

Berbicara dalam bahasa Inggris saat konferensi pers di Islandia, Zelenskyy mengkritik tanggapan komunitas internasional terhadap laporan tersebut.

“Saya pikir suara Amerika Serikat, suara NATO, suara mitra Barat, suara negara-negara Selatan global, dan suara Tiongkok tidak sekeras yang seharusnya,” katanya.

Zelenskyy menggambarkan dugaan penempatan pasukan Korea Utara sebagai bagian dari pola tindakan Rusia selama dekade terakhir yang telah menguji keteguhan para pendukung Barat Ukraina. 

Dia menilai bahwa Barat takut untuk menanggapi pencaplokan Krimea oleh Rusia pada 2014 dan dukungan Rusia terhadap upaya separatis di wilayah Donbas, Ukraina timur. Menurutnya, tanggapan yang lemah dari Barat terhadap tindakan Rusia di Krimea dan Donbas mendorong Putin untuk melanjutkan invasi ke Ukraina pada 2022.

Sejauh ini, pemerintahan Presiden Joe Biden telah mengeluarkan pernyataan yang mendesak agar Korea Utara tidak terlibat dalam perang Rusia-Ukraina yang sedang berlangsung dan menyatakan bahwa pasukan Ukraina tidak akan dilarang menggunakan senjata bantuan AS untuk membalas serangan Korea Utara.

Pada 30 Oktober, dalam konferensi pers bersama, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dan Menteri Pertahanan Korea Selatan Kim Yong-hyun kembali menyerukan kepada pemimpin Korea Utara Kim Jong Un untuk menarik pasukannya dari Rusia dan menghindari keterlibatan negaranya dalam perang yang sedang berlangsung dengan Ukraina.

Austin mengatakan Amerika Serikat akan terus memantau pergerakan pasukan Korea Utara di Rusia dan akan “bekerja sama dengan sekutu dan mitra untuk menghalanginya.”

Dorongan Zelenskyy untuk Senjata Jarak Jauh

Ketika ditanya apakah pendukung Barat Ukraina harus merespons masuknya pasukan Korea Utara ke Rusia, Zelenskyy mengaitkan masalah tersebut dengan permintaannya agar Barat menyediakan senjata jarak jauh kepada Ukraina dan memberikan izin untuk menggunakannya dalam menyerang wilayah Rusia.

“Saat kita membahas topik, misalnya, tentang senjata jarak jauh untuk Ukraina, izin bagi Ukraina untuk menggunakannya, terutama pada target militer di wilayah Rusia, … beberapa negara mengatakan, ‘Oh itu melewati garis merah, dan jika kami memberi Anda izin, Rusia akan meningkatkannya,’” kata Zelenskyy.

Saat ini, ketika dia merasa Moskow sedang meningkatkan eskalasi dengan mengundang pasukan Korea Utara ke Rusia, Zelenskyy mengatakan bahwa Ukraina masih memiliki sedikit cara untuk menyerang pasukan Korea Utara tersebut sampai mereka memasuki Ukraina.

“Artinya, kita hanya bisa mempertahankan tanah kita ketika mereka menghancurkan tanah kita, ketika mereka sudah di tanah kita, ketika mereka menduduki tanah kita, ketika mereka sudah membunuh anak-anak kita, atau mencoba melakukannya,” katanya.

Permintaan Zelenskyy untuk senjata jarak jauh adalah bagian dari “rencana kemenangan” lebih luas, yang mana telah dia sampaikan dalam beberapa minggu terakhir untuk memaksa Rusia bernegosiasi mengakhiri perang dengan syarat yang lebih menguntungkan bagi Ukraina. 

Bulan lalu, Zelenskyy berbagi rencana kemenangannya dengan Biden, tetapi belum jelas apakah dia telah mendapatkan dukungan yang cukup luas dari AS dan Barat untuk gagasan tersebut.

Sesaat sebelum Zelenskyy bertemu dengan wartawan dari negara-negara Nordik di Islandia pada Selasa, The New York Times melaporkan bahwa ia telah meminta rudal jelajah Tomahawk sebagai bagian dari “paket pencegahan non-nuklir” dalam rencana kemenangannya. 

The New York Times melaporkan bahwa pejabat AS menolak sebagian dari rencana tersebut, termasuk permintaan rudal Tomahawk, karena dianggap sebagai solusi yang tidak realistis. Seorang pejabat senior administrasi dilaporkan mengatakan kepada The New York Times bahwa tidak mungkin bagi AS untuk memberi Ukraina rudal jelajah jarak jauh tersebut.

Zelenskyy mengatakan percakapan antara Ukraina dan Gedung Putih mengenai Tomahawk dan rudal lainnya dimaksudkan untuk bersifat rahasia.

“Ketika banyak negara mulai mendukung rencana kemenangan, Anda lihat apa yang terjadi sekarang di media. Mereka mengatakan bahwa Ukraina ingin banyak rudal, seperti Tomahawk, dan lain-lain., tetapi itu adalah informasi rahasia antara Ukraina dan Gedung Putih. Bagaimana memahami pesan-pesan ini?”

Zelenskyy menambahkan: “Jadi artinya di antara para mitra—tidak ada hal yang bersifat rahasia.”

The Epoch Times menghubungi Gedung Putih, Dewan Keamanan Nasional, dan Departemen Pertahanan AS untuk memberikan komentar terkait permintaan rudal Tomahawk dari Ukraina dan komentar terbaru Zelenskyy. 

Tidak ada tanggapan yang diberikan hingga berita ini diterbitkan.

Amerika Serikat menjadi pemasok utama bantuan militer untuk Ukraina selama perang yang sedang berlangsung dan telah mengalokasikan sekitar $175 miliar untuk dukungan militer dan ekonomi terkait Ukraina. Namun, pemerintahan Biden menyatakan kekhawatiran mengenai tindakan yang mungkin memicu respons keras dari Rusia yang bersenjata nuklir atau memperluas konflik.

Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022, pemerintahan Biden secara bertahap merilis sistem senjata yang  berjarak jauh dan lebih kuat, seperti artileri rudal, tank, dan jet tempur F-16. Di antara senjata jarak jauh terpanjang dalam persenjataan Ukraina adalah Sistem Rudal Taktis Angkatan Darat MGM-140, yang memiliki jangkauan maksimum sekitar 190 mil.

Model rudal jelajah Tomahawk modern memiliki jangkauan sekitar 1.000 mil.

Reuters berkontribusi dalam artikel ini

Sumber : The Epoch Times