Perdana Menteri Lebanon: Israel dan Hizbullah Diharapkan Akan Gencatan Senjata dalam Beberapa Hari

EtIndonesia. Pada Rabu (30/10), Perdana Menteri Lebanon menyatakan bahwa dia berupaya untuk mencapai gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah dalam beberapa hari ke depan.

Perdana Menteri Lebanon, Najib Mikati, menyatakan setelah berbicara dengan utusan khusus AS untuk Timur Tengah, Amos Hochstein, pada hari Rabu, dia secara hati-hati optimis bahwa kesepakatan gencatan senjata dapat dicapai sebelum hari pemilihan presiden AS (5/11). 

Mikati kepada stasiun televisi Lebanon, Al Jadeed mengatakan: “Hochstein menyarankan dalam panggilan telepon bahwa kita bisa mencapai kesepakatan sebelum akhir bulan atau sebelum 5 November.”

“Kami sedang berusaha sekuat tenaga, kita harus tetap optimis, dan kami berharap dalam beberapa jam atau hari ke depan, kami akan mencapai kesepakatan gencatan senjata,” tambahnya

Israel: Mengizinkan 60.000 Warga Utara untuk Kembali ke Rumah

Pada hari Rabu, Perusahaan Penyiaran Publik Israel (KAN) mengungkapkan rancangan kesepakatan gencatan senjata yang diklaim telah disusun oleh Washington, yang menetapkan gencatan senjata awal selama 60 hari. 

Pejabat Israel belum memberikan komentar apa pun mengenai dokumen yang bocor tersebut. Namun, menurut laporan Channel 12 Israel, dalam pertemuan pejabat senior Israel yang dipimpin oleh Perdana Menteri Netanyahu pada Selasa (29 Oktober), para peserta umumnya berpendapat bahwa tujuan Israel di Lebanon telah sebagian besar tercapai dan sekarang adalah waktu yang tepat untuk mencari kesepakatan gencatan senjata.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa Netanyahu menyatakan bahwa gencatan senjata itu tepat asalkan sekitar 60.000 warga Israel yang terlantar di utara dapat kembali ke rumah mereka dengan aman. Untuk ini, utusan khusus AS untuk Timur Tengah, Hochstein, diharapkan akan mengunjungi Israel pada Kamis (31 Oktober) bersama pejabat senior Gedung Putih, Brett McGurk, untuk membahas kemungkinan kesepakatan gencatan senjata antara Israel, Hizbullah, dan Hamas.

Seorang pejabat AS mengatakan bahwa mereka akan membahas berbagai isu, termasuk Gaza, Lebanon, sandera, Iran, dan masalah regional yang lebih luas. 

Pasukan Pertahanan Israel dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu mengatakan, pesawat tempur telah menyerang infrastruktur Hizbullah di Baalbek, timur laut Lebanon, dan Nabi Chit di selatan. Sebelum serangan tersebut, militer Israel telah mengeluarkan peringatan evakuasi ke semua area di kedua kota tersebut. Tujuan militer adalah depot bahan bakar Hizbullah di Lembah Bekaa.

Menanggapi pengeboman Baalbek, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, pada hari Rabu mengulangi dukungan Washington terhadap Israel dalam menyerang basis Hizbullah, seraya mendesak Israel untuk menghindari menargetkan sipil, infrastruktur sipil, dan situs warisan budaya yang penting.

Hizbullah: Setuju Gencatan Senjata dalam Ruang Lingkup Tertentu

Pada tanggal 7 Oktober tahun lalu, kelompok militan Palestina Hamas melancarkan serangan mendadak terhadap bagian selatan Israel, memicu perang di Gaza. Hizbullah Lebanon menembaki posisi Israel untuk mendukung sekutu mereka di Gaza, Hamas. Selama setahun terakhir, Israel dan kelompok bersenjata Lebanon, Hizbullah terus berperang.

Pada hari Rabu sebelumnya, pemimpin baru Hizbullah, Naim Qassem, menyatakan bahwa jika Israel ingin mengakhiri perang, kelompok militan itu akan setuju untuk gencatan senjata dalam batas-batas tertentu. Ini adalah pidato pertama Qassem sebagai sekretaris jenderal setelah sehari sebelumnya, Hizbullah mengumumkan bahwa dia menggantikan Hassan Nasrullah yang lama memimpin dan yang telah tewas oleh serangan Israel, sebagai pemimpin tertinggi Hizbullah.

Menurut laporan, Hizbullah telah bertempur dengan tentara Israel selama tiga hari berturut-turut di sekitar kota selatan Khiyam dan sekitarnya, yang merupakan pendudukan darat paling jauh oleh pasukan Israel ke dalam wilayah Lebanon sejak konflik meningkat lima minggu lalu. Hizbullah juga menyatakan bahwa mereka telah menargetkan sebuah kamp militer di tenggara ibu kota Israel, Tel Aviv, dengan rudal.

Draf Perjanjian Gencatan Senjata yang Bocor

Detail draf perjanjian gencatan senjata yang dilaporkan oleh media Israel pada dasarnya konsisten dengan laporan Reuters sebelumnya yang mengutip dua sumber.

Menurut dokumen tersebut, selama periode gencatan senjata awal 60 hari, tentara Lebanon akan dikerahkan di sepanjang perbatasan dan menyita senjata Hizbullah di selatan Lebanon.

Israel akan menarik pasukannya dari Lebanon dalam minggu pertama periode gencatan senjata 60 hari, dan akan digantikan oleh Angkatan Bersenjata Lebanon (LAF).Pasukan penjaga perdamaian PBB akan membantu transisi.

Akhirnya, Lebanon akan mengerahkan 10.000 tentara Angkatan Bersenjata Lebanon di daerah perbatasan yang berbatasan dengan Israel.

Setelah periode pelaksanaan selama 60 hari berakhir, pihak-pihak akan membahas dan melaksanakan gencatan senjata permanen berdasarkan Resolusi PBB Nomor 1701 dan 1559.

Resolusi 1701 diadopsi pada tahun 2006, bertujuan untuk mengakhiri tindakan permusuhan antara Hizbullah dan Israel, Dewan Keamanan menyerukan pembentukan gencatan senjata permanen berbasis zona penyangga.Resolusi 1559 diadopsi pada tahun 2004, yang meminta pembubaran semua milisi di Lebanon dan pelucutan senjata mereka.

Pada saat itu, akan dibentuk mekanisme pemantauan dan penegakan internasional baru (IMEM), yang dipimpin oleh Amerika Serikat, dengan partisipasi Italia, Prancis, Jerman, Spanyol, Inggris, Pasukan Sementara PBB di Lebanon (UNIFIL), dan negara-negara lain di kawasan tersebut.

Draf perjanjian juga menetapkan bahwa Israel “dapat memilih untuk mengambil tindakan terhadap pelanggaran perjanjian” dan mampu menangani ancaman dari dalam Lebanon.

Namun, Gedung Putih tampaknya ingin menjaga jarak dari rancangan proposal yang bocor ini.Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih, Sean Savett, ketika ditanya tentang hal ini, mengatakan: “Ada banyak laporan dan draf yang beredar. Namun, mereka tidak mencerminkan keadaan negosiasi saat ini.”

Dalam konferensi pers, Savett tidak menjawab pertanyaan wartawan tentang apakah versi yang bocor setidaknya mencerminkan kerangka dasar negosiasi.(jhn/yn)