Jadi Korban PHK dan Pengangguran “Tidak Bisa Bertahan Hidup”, Viral Gelombang Tangisan di Komunitas Jaringan Sosial Tiongkok

ETIndonesia. Baru-baru ini, platform media sosial Tiongkok, seperti Douyin (TikTok versi Tiongkok), WeChat, Kuaishou, dan Xiaohongshu, dipenuhi dengan postingan dan video pendek dari pengguna yang menangis dan mengeluh tentang pemutusan hubungan kerja, kesulitan mencari pekerjaan, ketidakadilan di tempat kerja, serta kesulitan hidup. 

Topik terkait “pengangguran” menjadi sangat populer dan menarik perhatian serta resonansi besar di kalangan netizen.

Menurut laporan Radio Asia Free, pada Senin (4 November), seorang wanita yang baru saja di-PHK mengunggah video di Douyin, menangis dan menceritakan pengalamannya. Dia mengatakan bahwa pada pagi hari masih dengan senang hati pergi bekerja, namun pada sore hari, bosnya tiba-tiba mengadakan rapat dan memberitahukan bahwa pekerjaan hari itu adalah yang terakhir. 

“Banyak perusahaan besar yang sedang melakukan pemutusan hubungan kerja pada tahun 2024, tapi saya tidak menyangka saya juga termasuk yang dipecat,” katanya.

Dengan mata berkaca-kaca, wanita berusia 30-an ini berkata, “Saya di-PHK, saya mungkin tidak bisa bertahan hidup. Saya memiliki orangtua dan anak, bagaimana saya harus melanjutkan hidup saya?”

Seorang lulusan Universitas Wuhan juga mengunggah video di WeChat, mengungkapkan bahwa dia sudah menganggur lebih dari empat bulan. Untuk menghindari kekhawatiran keluarga, ia pura-pura pergi bekerja setiap hari dan duduk di perpustakaan, tidak melakukan apa-apa. 

“Setiap pagi saya bangun sekitar pukul 07.00, dan tiba di perpustakaan sekitar pukul 08.00.  Namun, ketika saya sampai, sangat sulit untuk menemukan tempat duduk,” ujar pemuda tersebut.

“Mungkin kalian tidak tahu, di perpustakaan ada banyak orang seperti saya yang pura-pura bekerja. Saya rasa berpura-pura bekerja bukan berarti menghindar, tapi menjaga keadaan hidup saya tetap seperti saat bekerja.”

Wang Haihong, seorang netizen berusia 50 tahun, mengunggah video tentang kesulitan hidupnya. 

Dia menceritakan bahwa 27 tahun lalu ia datang dari daerah kecil di Jiangsu untuk bekerja di Shanghai, berjuang keras hingga akhirnya membeli rumah dan mobil, serta membangun keluarganya. Namun, kini di usia setengah abad, ia tiba-tiba dipecat oleh perusahaan, dan ketidakpastian masa depan seperti gunung besar yang membuatnya merasa tidak tahu harus berbuat apa.

Dalam beberapa tahun terakhir, tingkat pengangguran di Tiongkok terus tinggi. 

Tingkat pengangguran pemuda (16-24 tahun) yang sangat diperhatikan oleh media, sempat mencapai 21,3% pada Juni 2023. Setelah itu, otoritas Beijing mengumumkan untuk menghentikan publikasi data tersebut dan mengubah standar statistiknya. Kemudian, data ini kembali dirilis, namun pada Agustus 2024, tingkat pengangguran pemuda tetap tinggi, mencapai 18,8%, yang merupakan angka tertinggi tahun ini.

Terkait lonjakan tingkat pengangguran pemuda, Biro Statistik Nasional Tiongkok sebelumnya menjelaskan bahwa “pengaruh negatif dari perubahan lingkungan eksternal semakin meningkat, permintaan domestik masih tidak cukup, dan pemulihan ekonomi masih menghadapi banyak kesulitan dan tantangan.”

Pada pertengahan September tahun ini, seorang pria berusia 24 tahun dengan gelar master di bidang fisika, yang kesulitan menemukan pekerjaan, akhirnya melamar pekerjaan sebagai pekerja serabutan di Sekolah Menengah Atas Afiliasi Universitas Penerbangan dan Dirgantara Nanjing di Suzhou, meskipun telah merendahkan kualifikasinya. Berita ini sempat menarik perhatian luas di komunitas daring Tiongkok.

Menanggapi fenomena tingkat pengangguran yang terus meroket, analis ekonomi senior Cai Shenkun dalam wawancara pada 4 November dengan Radio Asia Free mengungkapkan bahwa masalah pengangguran di Tiongkok belum mencapai titik terburuknya.

 “Saya rasa masalah pengangguran akan semakin parah,” katanya.

Dia menambahkan bahwa saat ini bukanlah waktu yang tepat bagi pemerintah untuk menggelontorkan dana guna merangsang ekonomi atau menyelamatkan perusahaan. 

“Perusahaan sekarang tidak mau berinvestasi dan tidak memiliki saluran investasi yang baik. Bagaimana sektor swasta bisa berbicara soal pengembangan? tanyanya. (Hui)

oleh He Yating/Zheng Yu

Sumber : NTDTV.com