EtIndonesia. Data yang diterbitkan oleh Bea Cukai Tiongkok pada hari Kamis (7/11) menunjukkan bahwa ekspor Tiongkok ke Rusia pada bulan Oktober mengalami peningkatan sebesar 24,4% dibandingkan tahun sebelumnya, merupakan tingkat pertumbuhan tercepat sejak November tahun lalu.
Peningkatan ini lebih tinggi dari 15,7% pada bulan September. Pada bulan September, jumlah ekspor Tiongkok ke Rusia mencapai rekor baru sebesar 11,25 miliar dolar AS.
Data bea cukai menunjukkan bahwa dalam 10 bulan pertama tahun 2024, volume perdagangan bilateral antara Tiongkok dan Rusia mencapai 1,4 triliun yuan, meningkat 4% dari tahun sebelumnya.
Dalam dolar AS, volume perdagangan bilateral antara Tiongkok dan Rusia selama 10 bulan pertama mencapai 202,2 miliar dolar AS, meningkat 2,8% dari tahun sebelumnya.
Namun, karena sanksi pembayaran internasional, impor Tiongkok dari Rusia pada bulan sebelumnya turun 4,3% dibandingkan tahun sebelumnya, penurunan ini lebih kecil dibandingkan penurunan 9,2% pada bulan September.
Pada Juni lalu, Departemen Keuangan AS mengumumkan perluasan signifikan pada program sanksi sekunder terhadap Rusia, di mana lembaga keuangan asing yang bertransaksi dengan entitas Rusia yang disanksi akan dianggap bekerja sama langsung dengan sektor militer Rusia.
Data ini juga secara tidak langsung mengonfirmasi bahwa pihak Beijing terus memperkuat hubungan eratnya dengan Moskow.
Pada 16 Oktober, dalam KTT Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) yang diadakan di Islamabad, Pakistan, Tiongkok dan Rusia mengumumkan rencana untuk memperdalam kerjasama di bidang perdagangan, investasi, dan keamanan pangan.
Di akhir bulan, Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi bertemu dengan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Andrei Rudenko di Beijing. Dalam pertemuan tersebut, Wang Yi menegaskan kembali hubungan kuat antara Tiongkok dan Rusia yang tidak akan dipengaruhi oleh perubahan situasi internasional.
Pada tanggal 1 Oktober, Sekretaris Jenderal NATO yang baru, Mark Lutte, menegaskan kembali bahwa Tiongkok telah menjadi “pemicu utama” untuk perang agresi Rusia terhadap Ukraina, memperingatkan bahwa dukungan Tiongkok terhadap Rusia harus menghadapi konsekuensi.
Lutte, yang menggantikan Sekretaris Jenderal NATO sebelumnya, Jens Stoltenberg, pada hari itu juga sering mengungkapkan pandangan serupa sebelum mundur dari jabatannya.
Pada September lalu, Stoltenberg dalam sebuah pidato publik memperingatkan Tiongkok bahwa jika terus memperparah perang di Ukraina, akan merugikan kepentingan dan citra Tiongkok itu sendiri. (jhn/yn)