USS Stockdale dan USS Spruance mencegat delapan rudal dan delapan drone yang diluncurkan dari wilayah yang dikuasai Houthi di Yaman pada 11 November
ETIndonesia. Dua kapal perang AS mencegat salvo rudal dan drone peledak yang diluncurkan oleh pemberontak Houthi yang didukung Iran di Yaman pada 11 November, demikian konfirmasi Pentagon.
Houthi – sebuah faksi Syiah Zaydi yang terdaftar sebagai kelompok teroris oleh pemerintah AS – mengklaim telah melancarkan serangan-serangan yang menargetkan kapal induk USS Abraham Lincoln di Laut Arab dan dua kapal perang AS lainnya yang beroperasi di Laut Merah.
Sekretaris pers Pentagon dan Angkatan Udara AS, Mayor Jenderal Pat Ryder, mengonfirmasi bahwa drone dan rudal Houthi menargetkan kapal perusak berpeluru kendali kelas Arleigh Burke, USS Stockdale dan USS Spruance. Ryder mengatakan bahwa Houthi meluncurkan setidaknya delapan drone serangan satu arah yang sarat dengan bahan peledak, lima rudal balistik anti-kapal, dan tiga rudal jelajah anti-kapal, yang berhasil dicegat oleh kapal-kapal perang Amerika.
“Kapal-kapal tersebut tidak rusak, tidak ada personel yang terluka,” tambah Ryder.
Juru bicara Pentagon mengatakan bahwa ia tidak mengetahui adanya serangan yang menargetkan USS Abraham Lincoln.
Ryder melaporkan serangan Houthi terhadap kapal perang AS terjadi setelah pesawat yang ditugaskan untuk Komando Pusat AS (CENTCOM) menyerang beberapa fasilitas yang dicurigai sebagai tempat penyimpanan senjata Houthi di seluruh Yaman pada 9 November dan 10 November.
“Fasilitas-fasilitas ini menyimpan berbagai senjata konvensional canggih yang digunakan oleh Houthi yang didukung Iran untuk menargetkan kapal-kapal militer dan sipil AS dan internasional yang menavigasi perairan internasional di Laut Merah dan Teluk Aden,” kata Ryder.
Serangan udara AS melibatkan pesawat Angkatan Udara AS dan Angkatan Laut AS, termasuk jet tempur siluman F-35C Angkatan Laut.
Houthi terus mempertahankan kampanye serangan di sepanjang jalur laut Timur Tengah selama lebih dari setahun, menargetkan kapal-kapal pelayaran komersial dan kapal perang. Houthi mengklaim bahwa serangan mereka adalah solidaritas terhadap perjuangan Palestina. Kelompok bersenjata itu juga menyatakan tidak akan berhenti sampai Israel menghentikan operasi militernya di Gaza dan Lebanon yang menargetkan Hamas dan Hizbullah, dua organisasi teroris yang ditetapkan oleh Amerika Serikat dan dunia internasional.
Sejak tahun lalu, Houthi merusak puluhan kapal komersial dan menenggelamkan dua kapal, yaitu kapal curah berbendera Belize, MV Rubymar, dan kapal curah berbendera Liberia dan milik Yunani, MV Tutor. Houthi juga membajak kapal tanker berbendera Bahama, MV Galaxy Leader, pada November 2023 dan menyandera 25 awaknya.
“Kami akan terus menjelaskan kepada Houthi bahwa akan ada konsekuensi atas serangan ilegal dan sembrono mereka,” kata Ryder pada Selasa.
Militer AS telah merotasi tiga kapal induk (carrier strike group/CSG) di Timur Tengah selama setahun terakhir: USS Dwight D. Eisenhower CSG, kemudian USS Theodore Roosevelt, dan yang terbaru adalah USS Abraham Lincoln CSG.
Pekan lalu, Ryder mengumumkan bahwa USS Abraham Lincoln CSG akan meninggalkan wilayah operasi CENTCOM, tetapi sumber daya militer AS lainnya bergilir ke wilayah tersebut, termasuk pesawat pengebom B-52. Pesawat pengebom siluman B-2 Spirit juga muncul baru-baru ini di wilayah tersebut, untuk melakukan serangan terhadap target-target Houthi di Yaman.
Pemerintah AS bolak-balik memutuskan apakah akan menganggap Houthi sebagai organisasi teroris.
Pemerintahan pertama Presiden terpilih Donald Trump melabeli Houthi sebagai kelompok teroris yang ditunjuk secara khusus (SDGT) dan kelompok teroris asing (FTO). Pemerintahan Trump yang pertama menerapkan label-label tersebut pada hari-hari terakhir masa jabatan pertamanya.
Pemerintahan Presiden Joe Biden membalikkan sebutan teror era Trump terhadap Houthi dalam beberapa hari pertama masa jabatannya, tetapi menerapkan kembali label SDGT pada Januari, seiring dengan meningkatnya serangan Houthi terhadap pelayaran internasional. Pemerintahan Biden menyarankan bahwa mereka dapat membatalkan penetapan SDGT jika Houthi menghentikan serangan mereka di seluruh wilayah tersebut.
Masih harus dilihat bagaimana pemerintahan Trump yang kedua akan menangani Houthi di masa depan.
Houthi awalnya dibentuk untuk menentang pemerintah Yaman yang diakui secara internasional. Konflik internal Yaman mereda dengan proses perdamaian yang dimulai pada musim semi 2022. Houthi terus mempertahankan kendali atas sebagian besar wilayah di pesisir barat Yaman, termasuk ibu kota Yaman, Sana’a, yang telah mereka kuasai sejak tahun 2014. (asr)
Sumber : The Epoch Times