Puluhan Ribu Tewas Akibat Radiasi Debu Nuklir! Think Tank Ukraina: Pengembangan Senjata Nuklir Plutonium Bisa Selesai dalam Beberapa Bulan

EtIndonesia. “Fat Man” adalah bom plutonium kedua, bom tipe implosi, yang digunakan dalam pertempuran, dan juga yang terakhir dalam sejarah. Sedangkan yang pertama adalah “Gadget” yang diledakkan di lokasi Trinity pada 16 Juli 1945.

Bom plutonium kedua ini memiliki panjang 3,25 meter, diameter 1,52 meter, dan berat 4.545 kg, bom ini merupakan jenis bom implosi berbahan plutonium yang menghasilkan energi setara dengan 21.000 ton TNT. Bom ini dijatuhkan di Nagasaki, Jepang, yang menyebabkan sekitar 35.000 hingga 40.000 orang tewas seketika akibat ledakan. Setelah itu, puluhan ribu orang lainnya meninggal akibat kanker yang disebabkan oleh radiasi debu nuklir.

Menurut laporan yang diterbitkan oleh lembaga pemikir Ukraina, Center for Army, Conversion and Disarmament Studies(CACDS), jika Amerika Serikat menghentikan dukungan militernya ke Ukraina, Ukraina dapat mempercepat pengembangan senjata nuklir dalam beberapa bulan sebagai langkah untuk melindungi diri. Laporan tersebut menyatakan bahwa Ukraina dapat memanfaatkan teknologi yang mirip dengan bom “Fat Man” yang dijatuhkan di Nagasaki pada tahun 1945, untuk mengembangkan senjata nuklir berbahan dasar plutonium. 

Ukraina memiliki sembilan reaktor nuklir yang beroperasi, dengan perkiraan plutonium sekitar 7 ton yang dapat digunakan, yang cukup untuk membuat ratusan bom nuklir taktis. Bom taktis yang diproduksi berdasarkan teknologi ini diperkirakan memiliki kekuatan sekitar sepersepuluh dari bom “Fat Man”, namun jumlahnya akan cukup untuk menghancurkan pangkalan udara, fasilitas militer, serta fasilitas logistik dan industri Rusia.

Laporan tersebut mengatakan bahwa untuk membuat bom atom berbahan plutonium, diperlukan desain implosi yang sangat teliti. Desain ini mengharuskan penggunaan ledakan konvensional yang kompleks untuk memicu ledakan dan menghasilkan gelombang ledakan dengan kecepatan tinggi yang menyebar di seluruh permukaan plutonium, sehingga menyebabkan plutonium tersebut meledak ke dalam. Mengingat pengetahuan Ukraina dalam bidang nuklir, negara ini diperkirakan memiliki kemampuan untuk mengembangkan senjata nuklir berbahan plutonium.

Pusat penelitian tersebut berpendapat bahwa Rusia telah melanggar Memorandum Jaminan Keamanan Budapest tahun 1994, yang membuat Ukraina memiliki alasan untuk menarik diri dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT). Sebelum Uni Soviet runtuh pada tahun 1991, Ukraina memiliki 1.734 hulu ledak nuklir strategis, menjadikannya negara dengan jumlah hulu ledak nuklir terbanyak ketiga di dunia setelah AS dan Rusia. Namun pada tahun 1996, Ukraina setuju untuk menghapus senjata nuklir strategisnya dengan jaminan keamanan dari AS, Inggris, dan Rusia dalam kerangka Memorandum Budapest.

Laporan tersebut juga mengutip pandangan dari kepala lembaga pemikir yang memperingatkan bahwa jika Rusia berhasil menguasai Ukraina, jutaan orang Ukraina akan tewas. Laporan ini menambahkan bahwa jika Amerika Serikat menghentikan atau bahkan mengurangi dukungan senjata untuk Ukraina, hal ini bisa berujung pada kehancuran di medan perang. Oleh karena itu, mereka menilai bahwa Ukraina memiliki kemampuan untuk mengembangkan rudal balistik jarak jauh dengan jangkauan 1.000 km dalam waktu enam bulan, bahkan kemungkinan besar mengembangkan senjata nuklir sebagai langkah “pertahanan diri.”

Sebenarnya, pada Oktober lalu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengemukakan bahwa jika Ukraina tidak dapat bergabung dengan NATO, untuk memastikan keamanan negara, mungkin diperlukan senjata nuklir, yang memicu kontroversi. Pemerintah Ukraina sendiri telah beberapa kali membantah bahwa mereka memiliki niat untuk mengembangkan senjata nuklir.

Menanggapi laporan dari lembaga pemikir tersebut, Kementerian Luar Negeri Ukraina mengeluarkan pernyataan resmi yang menegaskan bahwa Ukraina tetap mematuhi Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT), dengan perjanjian tidak memiliki, tidak mengembangkan, serta tidak berniat untuk membuat senjata nuklir. Ukraina juga bekerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk mencegah penyalahgunaan bahan nuklir untuk tujuan militer.(jhn/yn)