ETIndonesia. Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, semakin mempertegas posisinya dalam menghadapi isu-isu domestik dan internasional menjelang pemilihan ulang. Langkah-langkah tegas Trump mencakup kebijakan imigrasi yang lebih ketat serta upaya mencabut hubungan perdagangan normal permanen dengan Tiongkok. Di sisi lain, Iran menyerahkan komitmen tertulis kepada pemerintah AS untuk tidak mencelakai Trump, mengurangi ketegangan namun tetap memicu kewaspadaan tinggi dari Washington.
Kebijakan Imigrasi Trump: Pengusiran Massal dan Penghentian TPS
Trump bersama wakil presiden terpilih, J.D. Vance, berjanji akan menerapkan kebijakan imigrasi yang lebih ketat setelah terpilih kembali. Salah satu usulan mereka adalah pengusiran massal imigran ilegal serta penghentian status Perlindungan Sementara (Temporary Protected Status/TPS).Â
TPS sendiri merupakan langkah perlindungan bagi lebih dari satu juta imigran tanpa izin dari 17 negara yang memungkinkan mereka tinggal dan bekerja secara legal di AS. Program ini telah berjalan sejak tahun 1990, dimulai dari perang saudara di El Salvador.
Namun, Trump menilai TPS terlalu longgar dan tidak efektif dalam menahan peningkatan imigran ilegal. Dalam pernyataannya, Vance menekankan akan menghentikan pemberian TPS secara massal, membuat banyak penerima TPS, terutama dari El Salvador, Venezuela, dan Haiti, khawatir status mereka akan berakhir tahun depan.
Usulan ini diperkirakan akan menghadapi tantangan hukum yang signifikan, namun tetap menjadi fokus utama dalam perdebatan kebijakan imigrasi saat ini. Pengacara hak imigran memperingatkan bahwa upaya mencabut TPS dapat memicu badai hukum baru, meninggalkan masa depan TPS dalam ketidakpastian besar bagi imigran dan keluarga mereka.
Restore Trade Fairness Act: Usulan Cabut Perdagangan Normal AS dan Tiongkok
Isu ekonomi juga menjadi sorotan utama di AS dengan pengajuan Restore Trade Fairness Act oleh Ketua Komite Khusus Kongres tentang Partai Komunis Tiongkok (PKT), John Moolenaar. RUU ini bertujuan untuk mencabut status hubungan perdagangan normal permanen (Permanent Normal Trade Relations/PNTR) dengan Tiongkok. Kesepakatan PNTR yang dicapai pada tahun 2.000 diharapkan dapat mendorong liberalisasi pasar dan persaingan yang adil setelah Tiongkok bergabung dengan WTO. Namun, lebih dari dua dekade kemudian, banyak anggota Kongres merasa kebijakan ini tidak memberikan hasil yang diharapkan dan malah merugikan industri manufaktur serta kepentingan ekonomi AS.
John Moolenaar dan rekan-rekan Kongres lainnya berpendapat bahwa ekonomi negara-negara komunis seperti Tiongkok menikmati perlakuan preferensial di pasar AS, melemahkan industri manufaktur domestik dan menyebabkan hilangnya jutaan lapangan kerja.
Melalui Restore Trade Fairness Act, mereka berencana mengatur ulang hubungan ekonomi dengan Tiongkok dengan memberlakukan tarif setidaknya 35% untuk barang non-strategis dan 100% untuk barang strategis seperti produk teknologi tinggi. Langkah ini tidak hanya mencerminkan ketidakpuasan mendalam AS terhadap kebijakan ekonomi Tiongkok, tetapi juga menunjukkan konsensus luas antara kedua partai politik AS mengenai pendekatan yang lebih tegas terhadap Tiongkok.
Komitmen Iran kepada Pemerintahan Biden: Janji Tidak Mencelakai Trump
Pada 15 November, The Wall Street Journal melaporkan bahwa Iran telah menyerahkan komitmen tertulis kepada pemerintahan Biden pada Oktober, yang menjamin tidak akan mencelakai Donald Trump, yang tengah mencalonkan kembali sebagai Presiden AS. Langkah ini merupakan respons terhadap peringatan sebelumnya dari pemerintah AS kepada Teheran yang mengancam keselamatan Trump. Meskipun komitmen ini meredakan ketegangan, pemerintah AS tetap waspada terhadap potensi ancaman dari Iran.
Sejak Januari 2020, setelah pembunuhan komandan militer tinggi Iran, Qasem Soleimani, dalam serangan drone AS, Iran berulang kali mengancam akan membalas terhadap Trump dan pejabat tinggi pemerintahannya.
Musim panas ini, intelijen AS mengumpulkan informasi mengenai kemungkinan rencana pencelakaan oleh Iran, yang mendorong pemerintahan Biden meningkatkan perlindungan terhadap Trump. Pada Juli, Secret Service meningkatkan tingkat keamanan Trump untuk menghadapi potensi ancaman.
Selain Trump, tiga mantan pejabat tinggi AS, termasuk mantan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, mantan Duta Iran Robert Huck, dan mantan Penasihat Keamanan Nasional John Bolton, juga menghadapi ancaman dari Iran dan tetap mendapat perlindungan dari Secret Service. Kasus ancaman keamanan Trump semakin berkembang, dengan seorang pria Palestina yang terkait dengan Iran dituntut pada Agustus karena diduga merencanakan pencelakaan terhadap Trump.
Meskipun Iran membantah adanya rencana mencelakai Trump dalam pernyataannya, pemerintah AS tetap menganggap setiap serangan terhadap Trump sebagai ancaman keamanan serius yang dapat memicu konsekuensi lebih parah.
Pejabat AS menegaskan bahwa jika Iran terus berusaha mencelakai Trump dan pejabat tinggi lainnya, tindakan tersebut akan dianggap sebagai provokasi perang terhadap AS. Oleh karena itu, keamanan pribadi Trump tetap menjadi salah satu prioritas utama pemerintah AS dalam menjaga stabilitas nasional.
Kesimpulan
Dengan langkah-langkah tegas Trump dalam kebijakan imigrasi dan perdagangan, serta dinamika hubungan AS dengan Iran dan Tiongkok, situasi politik dan ekonomi AS menunjukkan arah yang semakin kompleks dan penuh tantangan. Pemerintah AS, di bawah kepemimpinan Biden, terus memantau dan menyesuaikan strategi keamanan nasional untuk menghadapi ancaman yang berkembang, sambil berupaya memastikan keadilan dan kesejahteraan ekonomi bagi warga negaranya. (Kyr)
Sumber : Sound of Hope