Menteri Pertahanan ASEAN Adakan Pertemuan, Menteri Pertahanan Tiongkok Menolak Bertemu dengan Menteri Pertahanan AS

EtIndonesia. Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Lloyd Austin, pada hari Rabu (20/11) menyatakan bahwa Menteri Pertahanan Tiongkok menolak untuk bertemu dengannya selama pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN, yang berdampak negatif terhadap stabilitas dan keamanan regional.

Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN yang berlangsung selama dua hari dimulai pada hari Rabu ( 20/11) di Laos, di tengah meningkatnya sengketa maritim antara Tiongkok dan negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Selain Menteri Pertahanan dari Amerika Serikat dan Tiongkok, perwakilan dari Jepang, Korea Selatan, India, dan Australia juga hadir.

Austin awalnya berusaha untuk bertemu dengan Menteri Pertahanan Tiongkok, Dong Jun, dalam pertemuan tersebut sebagai bagian dari upaya berkelanjutan untuk menjaga saluran komunikasi militer antara Amerika Serikat dan Tiongkok tetap terbuka. Namun, Dong Jun, yang juga hadir, menolak untuk bertemu dengan Austin.

Austin mengatakan setelah hari pertama pertemuan bahwa keputusan Menteri Pertahanan Tiongkok, Dong Jun, “berdampak pada seluruh kawasan, karena kawasan ini benar-benar ingin melihat dua negara besar dan pemain kunci di dalam kawasan berdialog, hal ini akan memberikan rasa aman kepada seluruh kawasan.”

Tidak ada respons langsung dari pihak Tiongkok mengenai keputusan untuk tidak bertemu dengan Austin.

Pihak berwenang Tiongkok mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan sebagai wilayah kedaulatannya, termasuk zona ekonomi eksklusif negara-negara anggota ASEAN seperti Malaysia, Brunei, Philipina, dan Vietnam.

Negara-negara anggota ASEAN terdiri dari Indonesia, Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Philipina, Singapura, Thailand dan Vietnam.

Austin baru saja menyelesaikan pertemuan di Australia dengan pejabat setempat dan Menteri Pertahanan Jepang. Mereka berkomitmen untuk mendukung ASEAN dan menyatakan “keprihatinan serius atas tindakan yang merusak stabilitas di Laut Timur dan Laut China Selatan, termasuk perilaku berbahaya otoritas Tiongkok terhadap kapal-kapal Philipina dan negara-negara pesisir lainnya.”

Menteri Pertahanan Laos, Chansamone Chanyalath, pada upacara pembukaan menyatakan harapannya agar pertemuan tersebut produktif, “menjadi standar bagi kita untuk melanjutkan kerja sama pertahanan ASEAN, termasuk bagaimana menangani, mencegah, dan mengelola tantangan keamanan saat ini dan masa depan.”

Pada pertemuan puncak pemimpin ASEAN awal Oktober lalu, Presiden Philipina, Ferdinand Marcos Jr., mengutuk keras Tiongkok, menyatakan: “Terus-menerus mengalami gangguan dan intimidasi dari tindakan Tiongkok,” dan menunjukkan bahwa tindakan Tiongkok melanggar hukum internasional.

Marcos dan pemimpin negara anggota ASEAN lainnya juga menyerukan kepada Tiongkok dan ASEAN untuk mempercepat norma “Kode Etik Laut China Selatan” yang telah lama tertunda untuk meredakan ketegangan di Laut China Selatan.

Meskipun para pejabat telah setuju untuk mencoba menyelesaikan kode etik tersebut sebelum tahun 2026, negosiasi terus dihambat oleh masalah rumit, termasuk ketidaksepakatan tentang apakah perjanjian itu harus mengikat.

Menteri Pertahanan Philipina, Gilberto Teodoro Jr., menunjukkan bahwa Tiongkok tidak memiliki niat tulus dalam hal ini.

Menjelang pergantian pemerintahan Amerika Serikat yang baru, sikap keras terhadap Tiongkok tetap tidak berubah.

Kapal Tiongkok dan Philipina telah bertabrakan beberapa kali tahun ini, Vietnam menuduh pasukan Tiongkok menyerang nelayan mereka di wilayah sengketa di Laut China Selatan pada Oktober lalu. Tiongkok juga telah mengirim kapal patroli ke zona ekonomi eksklusif Indonesia dan Malaysia untuk provokasi.

Pada pertemuan pemimpin ASEAN bulan lalu, Menteri Luar Negeri AS, Blinken, menyatakan bahwa Washington “sangat prihatin dengan aktivitas ilegal yang semakin berbahaya dari Tiongkok di Laut China Selatan yang merugikan negara kawasan, merusak kapal negara-negara ASEAN, dan melanggar komitmen untuk menyelesaikan sengketa secara damai.”

Dia berjanji bahwa Amerika Serikat akan “terus mendukung kebebasan navigasi dan penerbangan di kawasan Indo-Pasifik.”

Saat ini belum jelas bagaimana pemerintahan presiden terpilih Trump akan menangani situasi di Laut China Selatan.

Trump telah menominasikan pembawa acara Fox, Pete Hegseth, yang pernah bertugas di Afghanistan dan Irak, sebagai Menteri Pertahanan Amerika Serikat.

Pernyataan Hegseth mengindikasikan sikap keras terhadap Tiongkok. Dia berpendapat bahwa Amerika Serikat harus memfokuskan perhatian pada Tiongkok.

Hegseth menunjukkan bahwa ambisi Tiongkok, tidak hanya berusaha mendominasi situasi regional tetapi juga memiliki tujuan jangka panjang untuk mendominasi secara global. Untuk mencapai tujuannya, Tiongkok harus mengalahkan Amerika Serikat, oleh karena itu Beijing “sedang membangun militer yang secara khusus bertujuan untuk mengalahkan Amerika Serikat,” katanya. (jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS