Aktivis Pro Demokrasi Hong Kong, Jimmy Lai, Membantah Menghasut Kebencian terhadap Tiongkok

EtIndonesia. Aktivis pro demokrasi Hong Kong, Jimmy Lai, bersaksi dalam bahasa Inggris pada sidang keamanan nasional pada Kamis (21 November), menegaskan bahwa dia menentang kekerasan dan berusaha mempertahankan hak asasi dengan mengajak orang berprotes, namun dia membantah telah menghasut kebencian terhadap otoritas Tiongkok dan Hong Kong.

Jimmy Lai, 76 tahun, warga negara Inggris dan Hong Kong, juga pendiri surat kabar pro-demokrasi yang kini telah ditutup, Apple Daily, dan dianggap sebagai salah satu tahanan paling terkenal sejak Tiongkok menerapkan Undang-Undang Keamanan Nasional pada Juni 2020.

Dalam minggu yang sama ketika Lai bersaksi, pengadilan Hong Kong menjatuhkan hukuman penjara sepuluh tahun kepada 45 aktivis pro demokrasi utama berdasarkan undang-undang yang sama.

Dalam pemeriksaan di pengadilan, Lai ditanya tentang tiga artikel termasuk satu yang dia tulis pada tahun 2019, di mana dia memperingatkan bahwa Hong Kong mungkin mengalami ‘pembantaian 4 Juni’ lainnya—merujuk pada pembantaian oleh militer Tiongkok di Lapangan Tiananmen Beijing pada tanggal 4 Juni 1989—jika undang-undang ekstradisi ini disetujui.

Lai mengatakan kepada pengadilan bahwa dia khawatir jika undang-undang ekstradisi yang mengizinkan ekstradisi ke daratan Tiongkok disahkan, itu akan merusak supremasi hukum di Hong Kong, sehingga dia meminta orang untuk turun ke jalan dan melakukan aksi protes.

Jimmy Lai membantah upaya untuk menghasut kebencian terhadap pemerintah Tiongkok. “Saya hanya mencoba meyakinkan mereka untuk berdemo, tidak, saya tidak meminta mereka untuk (membenci), Anda tahu, tidak ada kebencian di sini, tidak ada kebencian,” katanya kepada pengadilan.

Sebelumnya, Lai membantah tuduhan bahwa ia berkolusi dengan kekuatan asing (terutama Amerika Serikat) untuk ‘memberlakukan sanksi atau blokade, atau melakukan aktivitas bermusuhan lainnya’ terhadap pemerintah Hong Kong dan Tiongkok.

Lai mengaku tidak bersalah atas dua tuduhan kolusi dengan kekuatan asing dan satu tuduhan publikasi artikel yang menghasut. Menurut Undang-Undang Keamanan Nasional yang diterapkan oleh Tiongkok, jika terbukti, dia bisa menghadapi hukuman penjara seumur hidup.

Sejak Desember 2020, dia telah ditahan sendirian. Pada hari Kamis, Lai juga ditanya tentang serangkaian pesan yang dia tulis di WhatsApp sebelum diberlakukannya Undang-Undang Keamanan Nasional pada tahun 2020. Pesan-pesan tersebut terkait dengan perintah eksekutif oleh Presiden AS saat itu, Donald Trump, yang bertujuan untuk menghapus perlakuan istimewa (Most-Favoured-Nation) yang diberikan AS kepada Hong Kong sebagai tanggapan atas tindakan pihak berwenang Hong Kong dalam menekan otonomi Hong Kong.

Lai mengakui bahwa dia telah mengirimkan salinan perintah eksekutif tersebut kepada rekan dan teman-temannya melalui WhatsApp. Saat itu, Presiden Trump juga mengumumkan akan memberlakukan sanksi terhadap pendukung tindakan penindasan tersebut.

Jimmy Lai membantah pernah meminta mantan wakil penerbit Apple Daily, Chan Pui-man, untuk membuat ‘blacklist’ (daftar hitam) pejabat Hong Kong yang dikenai sanksi.

Ketika ditanya apakah dia pernah meminta mantan ketua Partai Demokrat Hong Kong, Lee Wing-tat, untuk membuat daftar tersebut, dia mengatakan kepada pengadilan: “Itu omong kosong (ridiculous).”

Pada hari pertama bersaksi, Lai membantah telah mencoba menggunakan hubungan internasionalnya untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah asing, termasuk Amerika Serikat, terhadap Tiongkok dan Hong Kong.

Jimmy Lai juga mengatakan kepada pengadilan bahwa meskipun dia mendukung protes damai, dia menentang segala bentuk kekerasan. Dia juga mengatakan bahwa dia terjun ke dunia penerbitan karena dia percaya pada nilai-nilai inti Hong Kong, yaitu supremasi hukum dan kebebasan.

Dia mengatakan: “Semakin banyak informasi yang dimiliki orang, semakin mereka mengerti situasi, dan mereka menjadi lebih bebas.”

Pemerintah AS telah mengutuk tuntutan terhadap Lai oleh Tiongkok dan meminta pembebasannya. Dengan kembalinya Trump ke Gedung Putih pada Januari mendatang, kasus Lai mungkin menjadi titik gesekan dalam hubungan AS – Tiongkok.

Menurut Voice of America, pada hari sidang Lai, warga Hong Kong telah mengantre semalaman untuk menunjukkan dukungan, dengan banyak pendukung Partai Demokrat yang bertahan di tengah hujan dan dingin di luar Pengadilan Magistrat Kowloon Barat, menunggu di bangku pengadilan, berharap dapat menunjukkan dukungan kepada pendiri Next Digital Ltd., Jimmy Lai.

Chen, yang berada di barisan depan antrian, dalam wawancara dengan media mengatakan dia senang bisa berada di posisi terdepan, dan dia berharap bisa melihat Jimmy Lai dari bangku pengadilan untuk menunjukkan dukungan. 

Dia mengatakan: “Saya sangat senang karena kami akhirnya bisa berada di urutan pertama, mereka (yang diduga adalah bagian dari pihak yang mengantre) hari itu selalu berada di blok hitam, Anda bisa melihat bahwa semua orang mereka menutupi wajah mereka, sekarang kami (yang mendengarkan di pengadilan) berharap bisa menduduki lebih banyak tempat, kami semua hanya ingin dilihat oleh Tuan Lai.”

Dia mengatakan bahwa dia telah menjadi pembaca setia Next Media sejak kecil, dan dia menyesalkan bahwa pada Juni 2021, dana operasional Next Media dibekukan dan publikasi seperti Apple Daily terpaksa dihentikan, dia berpendapat bahwa saat ini hanya beberapa media online dan media sosial di Hong Kong yang dapat menyediakan informasi yang dapat diandalkan.

Polisi Hong Kong telah meningkatkan keamanan di sekitar gedung pengadilan di West Kowloon Magistrates’ Courts selama beberapa hari, dengan memasang barikade besi dan beberapa pagar penghalang di lokasi antrian di luar gedung pengadilan, dan mengerahkan banyak petugas polisi berseragam untuk memantau situasi orang-orang yang mengantre. (jhn/yn)