EtIndonesia. Di tengah berlanjutnya konflik Israel-Hamas, pada Kamis (21/11), Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mantan menteri pertahanan mereka, dan pemimpin Hamas Ibrahim Al-Masri (juga dikenal sebagai Muhammad Deif), dengan tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. AS dan Uni Eropa termasuk di antara yang memberikan respons terkait.
Sebelumnya, pada 20 Mei, kepala jaksa ICC Karim Khan mengumumkan bahwa mereka sedang mencari perintah penangkapan terkait serangan Hamas terhadap Israel dan respons militer Israel terhadap Gaza.
Pada 7 Oktober tahun lalu, organisasi radikal Palestina Hamas menyerang Israel, menyebabkan sekitar 1.200 orang tewas dan 250 orang lainnya diculik. Sebagai respons, Israel memulai operasi militer terhadap Gaza yang dikuasai Hamas, dan konflik Israel-Hamas pun berlanjut hingga saat ini.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengecam perintah penangkapan yang dikeluarkan ICC terhadap dirinya dan mantan menteri pertahanan Yoav Gallant, menyebutnya sebagai ‘aksi konyol dan palsu’. Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kantornya, dia menyatakan: “Tidak ada yang lebih adil dari perang yang Israel lakukan di Gaza.”
Gallant menyatakan: “Hari-hari kita yang dirampas haknya untuk membela diri telah berakhir. Upaya untuk mengambil hak Israel dalam perang keadilan akan gagal.”
Israel menolak yurisdiksi pengadilan Den Haag dan menyangkal telah melakukan kejahatan perang di Gaza. ICC menyatakan bahwa Israel tidak perlu menerima yurisdiksi pengadilan ini.
Keputusan ini menjadikan Netanyahu dan orang lain sebagai tersangka yang dicari internasional, yang mungkin semakin mengisolasi mereka dan membuat negosiasi gencatan senjata untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung 13 bulan menjadi lebih rumit. Namun, dampak nyatanya mungkin terbatas karena Israel dan sekutu utamanya, AS, bukanlah anggota pengadilan tersebut, dan beberapa pejabat Hamas telah tewas dalam konflik.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih menyatakan : “AS secara mendasar menolak keputusan pengadilan yang mengeluarkan perintah penangkapan terhadap pejabat senior Israel. Kami tetap sangat prihatin atas kesalahan dalam proses yang menyebabkan keputusan yang meresahkan ini.”
Senator Partai Republik Lindsey Graham menyatakan: “Pengadilan ini adalah lelucon yang berbahaya. Saatnya bagi Senat AS untuk bertindak dan memberi sanksi kepada lembaga yang tidak bertanggung jawab ini.”
Pejabat kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan bahwa perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Gallant bukanlah politis, dan keputusan pengadilan harus dihormati dan dilaksanakan.
Netanyahu dan pemimpin Israel lainnya mengecam permintaan perintah penangkapan yang diajukan oleh jaksa ICC Khan sebagai hal yang memalukan dan anti-Semit. Presiden AS Joe Biden juga mengkritik jaksa, menyatakan dukungan bagi hak Israel untuk membela diri. Sementara itu, Hamas juga mengutuk permintaan perintah penangkapan.
Presiden Israel Isaac Herzog mengatakan: “Keputusan ini memilih terorisme dan kejahatan daripada demokrasi dan kebebasan, dan menjadikan sistem keadilan internasional sebagai perisai manusia untuk kejahatan terhadap kemanusiaan oleh Hamas.”
Pemimpin oposisi Israel Yair Lapid mengatakan: “Israel membela nyawa mereka, melawan organisasi teroris yang menyerang, membunuh, dan memperkosa warga kami; perintah penangkapan ini adalah penghargaan bagi terorisme.”
Pengadilan juga mengeluarkan perintah penangkapan untuk salah satu pemimpin Hamas, Muhammad Deif. Israel menyatakan telah membunuhnya dalam serangan udara, tetapi Hamas tidak mengonfirmasi atau membantah hal ini. Kepala jaksa ICC juga mengeluarkan perintah penangkapan untuk dua pejabat tinggi Hamas lainnya, Yahya Sinwar dan Ismail Haniyeh, yang keduanya telah tewas dalam konflik.
Hamas dalam pernyataan resmi menyatakan: “Kami mendesak ICC untuk memperluas tanggung jawab atas semua pemimpin pendudukan yang melakukan kejahatan.”
Pejabat senior Hamas Basem Naim menyatakan: “Ini adalah langkah penting untuk keadilan bagi korban, tetapi masih terbatas dan simbolis jika tidak didukung oleh semua negara secara nyata.”
Menurut laporan agensi berita Palestina WAFA, Otoritas Palestina menyambut keputusan tersebut dan mendesak anggota pengadilan untuk melaksanakan keputusan itu.
ICC sendiri tidak memiliki polisi penegak hukum untuk mengeksekusi perintah penangkapan, tetapi mengandalkan kerjasama dari negara-negara anggota.
Kementerian Luar Negeri Israel pada September menyatakan telah mengajukan dua dokumen hukum yang menantang yurisdiksi ICC dan menyatakan bahwa pengadilan itu gagal memberikan kesempatan bagi Israel untuk menyelidiki tuduhan secara mandiri.
“Israel memiliki sistem hukum yang independen dan dihormati, tidak ada negara demokratis lain yang diperlakukan dengan cara yang sangat bias oleh jaksa,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel Oren Marmorstein di X.
Dia menyatakan bahwa Israel tetap “tak tergoyahkan dalam komitmennya terhadap supremasi hukum dan keadilan”, dan akan terus melindungi warganya dari serangan militan.
Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi menyatakan bahwa keputusan ICC harus dihormati dan dilaksanakan, “orang Palestina seharusnya mendapatkan keadilan,” ujarnya. (jhn/yn)