Xi Jinping Berkolaborasi dengan Putin Demi Menumbangkan Tatanan Global, Ketika Pemilu AS Menjadi Medan Perang

oleh Tang Hao

Fokus hari ini: Apakah Xi Jinping tidak terima karena Zhang Youxia telah merebut kekuasaan militer dari tangannya? Apakah bakal terjadi serangan balik? Apakah dari kunjungan Zhang Youxia ke Vietnam terungkap adanya pertikaian di antara para pejabat tinggi Beijing? Xi Jinping berkolaborasi dengan Putin untuk merancang penumbangan tatanan internasional demi mempertahankan kekuasaan, apakah pemilu AS akan menjadi medan perang? Sementara perebutan kekuasaan di Zhongnanhai berlangsung sengit, apakah Taiwan perlu waspada terhadap serangan mendadak?

Berita tentang Xi Jinping kehilangan kekuasaan militer telah beredar luas. Kunjungan Zhang Youxia ke Vietnam baru-baru ini secara tak terduga mengungkap perselisihan internal terselubung di antara para pemimpin tertinggi Partai Komunis Tiongkok (PKT), yang juga secara tidak langsung menegaskan bahwa Xi Jinping telah kehilangan kekuasaan militer. 

Namun, Xi tidak tinggal diam, ia langsung terbang ke Rusia untuk melakukan pembicaraan rahasia dengan Putin guna membahas strategi untuk menumbangkan tatanan internasional. Antara lain bertujuan untuk membebaskan PKT dan Rusia dari dilema terkena pembatasan internasional. Yang lain adalah memanfaatkan kesempatan untuk memukul balik mereka yang telah merebut kekuasaan, dengan harapan mendapatkan kembali kekuasaan. Sejauh mana perselisihan antar para pemimpin tertinggi PKT terjadi? Strategi yang bagaimana yang akan dirancang Xi dan Putin untuk menumbangkan tatanan internasional? Apakah hal-hal ini akan berdampak terhadap pemilu AS dan situasi di Selat Taiwan?

Upaya perebutan kekuasaan di tingkat atas kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok menjadi semakin sengit. Semakin banyak tanda-tanda menunjukkan bahwa Xi Jinping telah kehilangan kekuasaan militer. Kekuasaan militer kini sebenarnya berada di tangan Zhang Youxia, Wakil Ketua Komisi Militer Pusat. Dalam seminggu terakhir ini, muncul lagi sebuah petunjuk menarik lainnya.

Apakah pertikaian pejabat tinggi PKT terungkap lewat kunjungan Zhang Youxia ke Vietnam?

Zhang Youxia yang memimpin delegasi PKT telah melakukan kunjungan ke Vietnam pada 24 hingga 26 Oktober dan menerima sambutan tertinggi dari pemimpin Vietnam. Selain itu ia juga bertemu dan melakukan pembicaraan dengan Sekjen Partai Komunis Vietnam To Lam, Presiden Vietnam Luong Cuong, Perdana Menteri Pham Minh Chinh dan lainnya. Namun yang menarik adalah untuk peristiwa besar seperti itu, media corong PKT sama sekali tidak memberitakannya, sehingga menimbulkan pertanyaan dunia luar. Baru pada 26 Oktober media partai terpaksa memberikan laporan singkatnya.

Namun dalam pemberitaan media partai tersembunyi serangkaian hal yang mencurigakan. Antara lain soal judul yang dipakai Kantor Berita Xinhua adalah “Sekjen Partai Komunis Vietnam To Lam, Presiden Vietnam Luong Cuong, Perdana Menteri Pham Minh Chinh masing-masing menemui Zhang Youxia”. Jika kita tinjau dari kebiasaan PKT, umumnya nama pejabat PKT dikedepankan sebagai subjek guna memberi tekanan bahwa PKT adalah protagonis dan nama pejabat negara lain berperan sebagai pendukung. 

Contohnya, Ketika Wakil Ketua Komisi Militer Tiongkok Fan Changlong berkunjung ke Vietnam dan bertemu dengan para pemimpin nasional Partai Komunis Vietnam pada tahun 2017. Judul yang tertera di media partai adalah “Fan Changlong Mengunjungi Vietnam”, menempatkan Fan Changlong di awal kalimat sebagai subjek. 

Bahkan ketika Qu Qingshan, Direktur Institut Sejarah dan Dokumentasi Partai Komunis Tiongkok juga mengunjungi Vietnam beberapa hari yang lalu, pemberitaan di media PKT pun tak lupa menekankan soal pihak mana yang sebagai protagonis, dan pihak mana yang sebagai pendukung. Lihat saja judulnya yang tertera adalah “Delegasi Partai Komunis Tiongkok mengunjungi Vietnam”.

Tidak salah bukan jika hal ini tidak seperti biasanya, karena selain media partai sengaja mengulur pemberitaan tentang kunjungan Zhang Youxia kali ini, juga sengaja menempatkan Zhang Youxia di pihak pendukung bukan di pihak protagonis. 

Hal mencurigakan lainnya adalah: Menurut laporan Kantor Berita Nasional Vietnam, bahwa ketika pemimpin Partai Komunis Vietnam To Lam bertemu dengan Zhang Youxia, To Lam berpesan kepada Zhang Youxia agar menyampaikan salam hormatnya kepada Xi Jinping, tetapi tidak ada tanggapan dari Zhang Youxia dalam laporan tersebut. 

Ketika Presiden Vietnam Luong Cuong bertemu Zhang Youxia dan juga menyebutkan nama Xi Jinping, tetapi Zhang Youxia tetap tidak menanggapinya. Sederhananya adalah, para pejabat Vietnam telah memberikan sambutan tinggi atas kunjungan Zhang Youxia, tetapi dalam pemberitaan media tidak menemukan Zhang Youxia menyebut nama Xi Jinping. Ini adalah hal yang sangat langka.

Karena Partai Komunis sangat mementingkan propaganda, jadi rancangan laporan luar negeri Tiongkok semacam ini wajib diperiksa terlebih dahulu oleh pihak berwenang Tiongkok. Dan jika terdapat hal-hal yang dinilai kurang pantas mereka akan memberikan masukan kepada pihak Vietnam dan meminta modifikasi. Namun memang dalam pemberitaan media Vietnam tidak menemukan tulisan terkait Zhang menyebut atau menyinggung nama Xi Jinping sebagai tanggapan atas perhatian para pemimpin Vietnam terhadapnya.

Namun dalam pemberitaan media PKT, malahan muncul paragraph yang berbunyi: “Zhang Youxia menyampaikan salam Xi Jinping kepada Sekjen. To Lam”, yang setara dengan sengaja memasukkan nama Xi Jinping untuk menciptakan suasana bahwa Xi Jinping masih berkedudukan lebih tinggi dari Zhang Youxia.

Terlihat bahwa laporan media corong PKT dan corong PKV menguraikan struktur kekuasaan yang berbeda. Media Vietnam mengungkapkan secara tidak langsung bahwa ada pergantian kekuasaan di puncak PKT, namun media corong PKT masih menggunakan nama Xi untuk menekan kedudukan Zhang Youxia. Jadi apakah pejabat yang bertanggung jawab terhadap media PKT ini dengan sengaja menekan agar nama Zhang Youxia tidak melambung? Lalu siapa yang mengendalikan media partai? Apakah Cai Qi, Sekretaris Sekretariat Komite Sentral PKT, atau Li Shulei, Menteri Propaganda Komite Sentral, atau Wang Huning, mereka semua ini adalah orang-orang penting yang menjadi andalan Xi Jinping.

Jadi tanda-tanda aneh ini mencerminkan dua hal: Pertama, kemungkinan bahwa Xi Jinping kehilangan kekuasaan militer adalah hal yang benar. Kedua, orang-orang dari faksi Xi tidak ingin duduk diam dan menunggu kematian, tetapi ikut mencari cara untuk melawan melalui wewenang yang dimilikinya walau tidak terang-terangan, seperti lewat tulisan di media dan lain sebagainya. Karena bagaimanapun juga mereka sadar bahwa senjata berada di tangan lawan.

Xi berkolaborasi dengan Putin untuk menumbangkan tatanan internasional, apakah pemilu AS akan menjadi medan perang?

Baru-baru ini Xi Jinping terbang ke Rusia untuk menghadiri KTT BRICS dan bertemu lagi dengan Presiden Rusia Putin untuk yang ketiga kalinya dalam setahun ini.

Partisipasi Xi dalam KTT BRICS adalah hal yang rutin. Poin kuncinya adalah mengapa dia melakukan pembicaraan rahasia tatap muka dengan Putin? Dan waktunya terjadi tepat selagi dia kehilangan kekuasaan militernya dan menjelang pemilu AS pada 5 November 2024?

Usai pertemuan Xi Jinping dengan Putin di Rusia pada bulan Maret tahun lalu, keduanya muncul di media dalam laporan mengenai rencana kerjasama untuk mempromosikan sebuah gagasan yang disebut sebagai “Perubahan besar yang belum pernah terlihat dalam seabad terakhir”. Apa yang dimaksud dengan perubahan besar tersebut? Baik Tiongkok maupun Rusia tidak mengungkapkannya kepada dunia luar, namun kami telah menganalisisnya. Sederhananya, ini adalah rangkaian kebijakan yang merongrong tatanan internasional saat ini, merupakan sebuah upaya yang memungkinkan Tiongkok dan Rusia keluar dari permasalahan yang sedang mereka hadapi, sekaligus membuka kesempatan bagi kedua negara tersebut untuk mendominasi tatanan dunia.

Jadi bagaimana Tiongkok dan Rusia bisa keluar dari masalah yang sedang dihadapi dan mendominasi tatanan dunia? Tentu saja melalui cara mengalahkan Amerika Serikat. Itulah sebabnya mengapa Presiden Xi Jinping mengadakan pertemuan rahasia menjelang pemilu AS? Kemungkinan besar mereka sedang merencanakan cara memanfaatkan situasi dan kekacauan internasional yang sedang terjadi saat ini untuk mencari solusi membalikkan keadaan sehingga bisa menguntungkan baik PKT maupun Rusia.

Kita tahu bahwa dunia saat ini sedang diliputi 2 kekacauan besar, yaitu perang Rusia-Ukraina dan konflik di Timur Tengah. Sedangkan Korea Utara belakangan ini tidak hanya mengirimkan pasukan untuk membantu Rusia berperang melawan Ukraina, namun juga terus menciptakan ketegangan di Asia Timur Laut. Sederhananya, dunia tampaknya semakin kacau, tetapi bagi Mao Zedong dan Partai Komunis Tiongkok berlaku semboyan “ketika dunia kacau situasinya justru menguntungkan”. Oleh karena itu, Partai Komunis Tiongkok pasti ingin menjadikan dunia semakin kacau agar PKT dan Rusia dapat menemukan jalan keluar untuk menyelamatkan diri.

Oleh karena itu, penulis yakin pertemuan Xi Jinping dengan Putin memiliki tujuan penting, yakni membahas pemilu AS. Tentu saja, ini bukan pembahasan tentang siapa yang mereka dukung agar terpilih, karena baik Kamala Harris atau Trump yang terpilih, baik tekanan atau pembatasan AS terhadap kedua negara tersebut sangat kecil kemungkinannya akan mengalami perubahan.

Diskusikan bagaimana melakukan intervensi terhadap pemilu AS, agar Amerika Serikat terjerumus ke dalam kekacauan internal usai pemilu, dan tidak dapat berbuat banyak. Inilah kekacauan yang timbul usai pemilu yang sangat diharapkan karena paling menguntungkan bagi Tiongkok dan Rusia.

Opsi 1: Melalui perang opini publik untuk menyerang politisi yang anti-komunis

Cara pertama adalah menggunakan pasukan siber untuk menciptakan opini publik dan menyerang politisi yang menentang PKT. Microsoft merilis laporan penelitian baru pada 23 Oktober, menunjukkan bahwa pasukan siber Partai Komunis Tiongkok menyebarkan rumor di Internet yang isinya menyerang anggota kongres anti-komunis seperti Senator Florida Marco Rubio, dengan fitnahan berupa mereka itu korup, menerima suap, dan sebagainya. 

Opsi 2: Melalui penyebaran informasi palsu lewat platform sosial guna memicu konflik dan perpecahan

Cara kedua adalah dengan menggunakan akun milik tentara siber dan robot untuk berpura-pura menjadi warga AS kemudian mempublikasikan berbagai informasi palsu di platform media sosial seperti Douyin, Facebook, dan X untuk memicu konflik internal, bahkan perpecahan di Amerika Serikat. Misalnya, mereka menyebarkan rumor tentang diskriminasi rasial untuk menciptakan antagonisme etnis. Atau menyebarkan rumor terkait pemilu untuk menciptakan ketidakpercayaan pemilih terhadap demokrasi. Atau mereka menyebarkan informasi tentang konflik terpanas saat ini antara Israel dan Hamas untuk memicu protes dan konflik.

Opsi 3: Menyerang calon kedua partai untuk menimbulkan kebencian dan ketidakpercayaan satu sama lain

Cara ketiga adalah dengan cara menyebarkan berita bohong yang menyerang calon kedua partai untuk menimbulkan saling kebencian antar kedua partai, dan memperparah rasa saling tidak percaya antara pemilih dan politisi kedua partai. Sederhananya, ini adalah taktik “menghancurkan lewat perpecahan” yang paling sering digunakan oleh Partai Komunis. Namun, baik Tiongkok maupun Rusia sama sekali tidak berniat untuk mendukung pemilihan kandidat tertentu. Tujuannya hanya ingin menimbulkan kekacauan internal di Amerika Serikat dan melumpuhkannya.

Opsi 4: Menyerang perangkat mesin pemilu untuk menghasilkan suara yang tidak normal

Cara keempat adalah dengan meretas perangkat mesin untuk pemilu sehingga menghasilkan suara yang tidak normal. Seperti kita ketahui bersama, meskipun Amerika Serikat menggunakan perangkat mesin yang canggih untuk pemungutan suara, tetapi juga masih memiliki celah yang dapat dimanfaatkan oleh pihak luar untuk melakukan penetrasi atau serangan secara diam-diam.

Misalkan pada saat proses penghitungan suara untuk suatu pemilihan umum, tiba-tiba muncul laporan yang menyebutkan bahwa mesin perangkat pemungutan suara di suatu negara bagian telah diserang oleh jaringan atau mengalami padam listrik. Setelah gangguan tersebut, tiba-tiba jumlah suara untuk calon tertentu bertambah atau menurun secara signifikan. Apakah hal ini tidak akan menimbulkan kemungkinan adanya kecurangan? Atau kontroversi tentang adanya seseorang yang memanipulasi suara?

Mengapa melakukan intervensi terhadap pemilu AS?

Kontroversi semacam ini sudah sering terjadi di masa lalu. Jika Tiongkok dan Rusia menggunakan metode ini untuk kembali ikut campur dalam pemilu AS, hal ini akan menyebabkan meledaknya keluhan pemilih dari kedua partai yang sudah lama terpendam, sehingga masyarakat Amerika Serikat kemungkinan besar akan mengalami kekacauan. 

Pada saat itu, PKT kemudian menggunakan tiga metode di atas untuk menyebarkan rumor online dan melancarkan perang kognitif, yang akan membuat masyarakat AS semakin kacau dan konflik menjadi semakin ekstrim. Kekacauan itulah yang merupakan situasi menguntungkan bagi Tiongkok dan Rusia.

Tujuan 1: Melemahkan kekuatan nasional AS dan mengabaikan perkembangan internasional

Pertama, situasi ini dapat melemahkan kekuatan nasional dan kesatuan internal Amerika Serikat, serta membuat masyarakat Amerika Serikat mengabaikan dinamika komunitas internasional. Karena fokus rakyat Amerika adalah pada kekacauan internal, mereka tentu tidak akan terlalu tertarik untuk memperhatikan situasi di Ukraina, Timur Tengah, dan tempat lainnya. Hal ini membuat lebih menguntungkan bagi Tiongkok dan Rusia untuk mempromosikan “Perubahan besar yang belum pernah terlihat dalam seabad terakhir”.

Tujuan 2: Menciptakan peluang bagi PKT untuk melancarkan serangan diam-diam terhadap Taiwan pada tahun 2025

Kedua, situasi yang bergejolak ini dapat menciptakan apa yang disebut “jendela peluang tahun 2025” bagi Partai Komunis Tiongkok, yang berarti Partai Komunis Tiongkok dapat mengirim pasukan ke Selat Taiwan dan melancarkan serangan diam-diam ke Taiwan. Meskipun PKT saat ini tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk melawan kekuatan militer gabungan Amerika Serikat, Jepang, dan Taiwan, tetapi PKT tidak pernah menyerah mencari peluang untuk melancarkan serangan militer terhadap Taiwan.

Jika Amerika Serikat terjebak dalam gejolak internal setelah pemilu, maka pemerintahan Biden yang sudah timpang akan semakin kewalahan apalagi jika AS masih terikat oleh perang Rusia-Ukraina dan konflik di Timur Tengah. Selain itu, setelah usainya pemilu di Jepang, situasi politik negara Sakura itu menjadi kacau, mungkin pergantian perdana menteri kembali terjadi. Di saat Amerika Serikat dan Jepang tidak mampu atau terlambat menanggapi konflik di Selat Taiwan itulah kesempatan bagi PKT untuk mengambil risiko mengirimkan tentaranya.

Meskipun kekuasaan militer tidak lagi berada di tangannya tetapi Xi Jinping kemungkinan akan “menawarkan” kesempatan langka ini kepada para sesepuh partai, berharap para sesepuh menyetujui pengiriman pasukan guna merebut Taiwan, menyelesaikan tujuan besar reunifikasi, selain juga mengukirkan prestasi emas bagi para sesepuh partai dan pemimpin yang aktif termasuk Zhang Youxia. Proposal ini mungkin agak menggoda.

Tujuan 3: Memecah kekuatan militer AS, membantu Rusia keluar dari masalah

Ketiga, situasi yang diakibatkan oleh gejolak dalam negeri Amerika Serikat, ditambah lagi dengan munculnya peperangan secara serentak di Ukraina, Timur Tengah, Selat Taiwan, dan bahkan Asia Timur Laut, akan membuyarkan perhatian Amerika Serikat, membuat pengerahan pasukannya terganggu, dan menghabiskan sejumlah besar sumber daya militer AS, hal ini dapat melemahkan bantuan militer AS ke Ukraina dan memberi Rusia kesempatan untuk menemukan jalan keluar.

Tujuan 4: Mengukir prestasi bagi Xi Jinping untuk keluar dari permasalahan 

Terakhir, jika ketiga tujuan di atas semua tercapai, maka hal ini berarti Xi Jinping memberikan kontribusi di dalam negeri berupa keberhasilan mewujudkan unifikasi terhadap Taiwan, dan di luar negeri berupa membentuk front persatuan internasional. Dengan demikian, ia akan memiliki peluang untuk mengatasi krisis kekuasaannya yang sedang dihadapi, bahkan mungkin berpotensi untuk mendapatkan kembali kekuasaan yang telah hilang dan mendapatkan kembali kendali atas partai. pemerintah, dan militer.

Oleh karena itu, ketika Xi Jinping dan Putin bertemu kali ini, mereka tidak hanya ingin mempromosikan “Perubahan besar yang belum pernah terlihat dalam seabad terakhir” untuk memecahkan kesulitan yang dihadapi bersama oleh Tiongkok dan Rusia, tetapi yang lebih penting, Xi Jinping ingin menggunakan perubahan ini untuk mengambil kembali kekuasaannya yang hilang meskipun kekuatan militer sudah tidak berada di tangannya. 

Selama PKT ikut campur dalam perang, maka kekacauan akan terus muncul. Dan itu adalah momen yang menguntungkan bagi seorang Xi Jinping. Ia dapat memanfaatkan kekacauan untuk melepaskan diri dari kesulitan. Tidak menutup kemungkinan Pasukan Angkatan Darat ke-31 andalannya pada saatnya nanti akan memanfaatkan kekacauan itu untuk membantunya untuk melawan Zhang Youxia.

Terutama baik Kamala Harris maupun Donald Trump saat ini agak meremehkan ambisi Partai Komunis Tiongkok terhadap rencana menyerang Taiwan. Misalnya, seperti yang dikatakan Kamala Harris baru-baru ini, bahwa lawan terbesar Amerika Serikat saat ini adalah Iran, yang melanggar akal sehat politik internasional. Dan Trump mengatakan bahwa jika Partai Komunis Tiongkok memasuki Taiwan, ia akan mengenakan tarif 200% terhadap komoditas Tiongkok. Artinya, Trump ingin menggunakan tekanan ekonomi yang ekstrim untuk memaksa PKT tidak berani menyerang Taiwan.

Namun bagi PKT, mereka tidak pernah menaruh kepedulian terhadap hidup matinya rakyat Tiongkok, mereka hanya peduli terhadap kekuatan dan kepentingan mereka sendiri. Itu sebabnya Mao Zedong meluncurkan Gerakan “Lompatan Jauh ke Depan” yang menyebabkan bencana kelaparan selama tiga tahun, dan kemudian meluncurkan Revolusi Kebudayaan untuk mendapatkan kembali kekuasaannya. Selama masamasa itu, puluhan juta jiwa rakyat Tiongkok telah menjadi korban.

 Oleh karena itu, kedua kandidat presiden Amerika Serikat itu perlu memahami kembali sifat jahat dari partai komunis yang mengabaikan kehidupan manusia. Mereka dapat mengorbankan dunia dan nyawa manusia dengan cara apa pun demi kekuasaan. 

Pada saat yang sama, Taiwan juga harus lebih waspada untuk menilai situasi internasional dan memperkuat pertahanan nasionalnya agar Partai Komunis Tiongkok tidak berani bertindak gegabah. 

Bagaimanapun, ketika menilai situasi musuh kita perlu dari sudut pandang yang luas agar dapat mengantisipasinya, jangan hanya mengandalkan keberuntungan agar tidak diserbu musuh, tetapi andalkan persiapan diri yang memadai untuk menghadapi serbuan musuh.  (sin)

Sumber : Epochtimes.com