Tindakan Rusia sama dengan Aksi Bunuh Diri?

EtIndonesia. Invasi Rusia ke Ukraina memicu sanksi dari negara-negara Barat, dan ketergantungan Eropa pada gas alam Rusia menjadi senjata penting bagi Moskow. Namun, seiring beralihnya Eropa ke negara-negara lain untuk membeli gas alam, pendapatan gas alam Rusia pada lima bulan pertama tahun ini menurun tajam sebesar 45% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Para ahli berpendapat bahwa Rusia telah kehilangan statusnya sebagai eksportir gas alam utama secara permanen.

Deutsche Welle melaporkan bahwa sejak 50 tahun yang lalu di era Perang Dingin, Rusia telah secara stabil menyuplai gas alam ke Eropa, tetapi invasi Putin ke Ukraina tahun lalu memicu sanksi Barat, dan otoritas Moskow mengubah kebijakan sebelumnya dengan menjadikan gas alam sebagai senjata. Sebelum invasi, lebih dari sepertiga kebutuhan gas alam Ukraina berasal dari Rusia.

Gazprom, perusahaan gas alam Rusia, secara sepihak memutus pipa gas Nord Stream 1 yang menuju ke berbagai negara Eropa. Empat minggu kemudian, pipa Nord Stream 1 dan Nord Stream 2 yang paralel sama-sama mengalami kerusakan parah akibat ledakan, yang sampai saat ini masih teka-teki.

Pada akhir Agustus tahun lalu, harga gas alam Eropa melonjak hingga mencapai rekor baru lebih dari 343 euro per MWh.

Namun, musim dingin tahun lalu yang tidak terduga hangat membuat Eropa tidak perlu mengonsumsi terlalu banyak gas alam, dan dengan tambahan pasokan gas alam dari AS, Norwegia, dan Qatar menggantikan gas alam Rusia, memungkinkan Eropa menghindari krisis energi.

Simone Tagliapietra, ahli energi dari think tank Eropa Bruegel Institute, menyebutkan, bahwa : “Strategi Rusia secara keseluruhan adalah menghancurkan diri sendiri dan gagal total.”

“Kremlin berpikir bahwa dengan menggunakan gas alam sebagai senjata melawan Uni Eropa akan memaksa Uni Eropa segera mengurangi dukungan mereka terhadap Ukraina, tetapi ternyata ini adalah kesalahan total.”

Pada tahun 2022, ekspor gas alam Rusia ke Eropa melalui pipa menurun hampir 60%, memaksa Gazprom untuk mengurangi produksinya sebesar 20%. Dan diperkirakan akan terus menurun tahun ini.

Tagliapietra menyebutkan : “Rusia telah kehilangan posisinya sebagai eksportir gas alam utama di dunia, dan telah kehilangan status itu selamanya.”

Gas alam tidak sefleksibel minyak dalam menemukan pasar pengganti, dan sebagian besar infrastruktur ekspor gas alam Rusia dirancang untuk melayani pembeli Eropa. Mengalihkan rute ke Tiongkok dan pelanggan lain di Timur membutuhkan investasi besar dalam hal pipa, pengolahan cair, dan pabrik regasifikasi.

Mikhail Krutikhin, analis energi Rusia, mengatakan: “Jika Presiden Rusia Putin berencana membangun pipa menuju Tiongkok dengan kapasitas sama dengan yang menuju Eropa, dia harus menunggu beberapa dekade.” 

Dia menambahkan, saat ini Tiongkok tidak memiliki keinginan untuk membeli lebih banyak gas alam dari Rusia.

Perang gas alam Moskow telah menyebabkan Uni Eropa mencari pemasok baru dan mempercepat transisi ke energi hijau, yang secara permanen telah merusak posisi Rusia sebagai pemasok gas alam terpenting Eropa.

Krutikhin mengatakan: “Meskipun Rusia dapat menawarkan gas alam dengan harga sangat rendah di masa depan, orang Eropa akan ingat bahwa itu bisa sewaktu-waktu melanggar kesepakatan karena alasan politik.”

“Tidak mungkin mengandalkan tanda tangan dan kontrak yang ditandatangani oleh pejabat Rusia. Rusia tidak layak dipercaya,”imbuhnya.(jhn/yn)