EtIndonesia. Pada awal bulan ini, sebuah kasus yang mengejutkan masyarakat terjadi di Albania, di mana seorang bocah lelaki berusia 14 tahun dibunuh oleh teman sekelasnya, dan pelaku bahkan memamerkan foto dirinya yang terluka di platform media sosial setelah kejadian tersebut, serta memposting gambar dirinya dengan pisau beberapa hari sebelum kejadian. Insiden ini memicu kemarahan di kalangan masyarakat Albania dan memicu protes massal.
Pada Rabu (27/11), Perdana Menteri Albania, Edi Rama, berkonsultasi di Tirana dengan guru dan orangtua dari sekolah negeri untuk membahas kemungkinan melarang TikTok dan Snapchat guna mengurangi risiko yang ditimbulkan platform media sosial tersebut terhadap kesehatan mental, privasi, dan keselamatan anak-anak.
Insiden pembunuhan dengan pisau ini menarik perhatian serius dari otoritas dan masyarakat, mempertanyakan apakah media sosial ikut berperan dalam memperburuk prilaku kekerasan.
Rama menyatakan bahwa melarang anak-anak menggunakan TikTok dan Snapchat bukanlah solusi tunggal, tetapi merupakan cara untuk menghindari “kekerasan, intimidasi, dan perilaku bodoh”. Dia menyatakan bahwa semua platform media sosial saat ini “bermasalah,” khususnya Snapchat dan TikTok, yang sering “menyebarkan kekacauan.”
“TikTok, di luar Tiongkok, seperti kampanye yang dirancang dengan baik yang bertujuan untuk menyebabkan kekacauan global,” kata Rama, yang juga memiliki akun TikTok terverifikasi dengan sekitar 136.100 pengikut.
Rama menambahkan bahwa meskipun sekolah-sekolah di Albania telah melarang penggunaan ponsel oleh siswa selama bertahun-tahun, kini saatnya untuk menerapkan metode baru. Dia menekankan bahwa pemerintah akan mendengarkan semua pendapat dengan seksama, melakukan konsultasi lebih lanjut dengan guru dan orangtua di seluruh negeri, dan mengambil pendekatan cermat dan bijaksana dalam membuat keputusan tanpa mengambil “langkah-langkah ketat” terlebih dahulu.
Para orangtua yang hadir dalam pertemuan itu menyatakan kekhawatiran mereka tentang dampak media sosial terhadap anak-anak dan secara bulat setuju bahwa perlu ada intervensi dalam beberapa bentuk. Khususnya, konten kekerasan atau provokatif di platform ini dapat memiliki dampak negatif pada anak-anak di bawah umur, mendorong mereka untuk meniru atau mendukung perilaku kekerasan.
Namun, beberapa video TikTok menunjukkan bahwa beberapa anak di bawah umur menyatakan dukungan atas insiden penyerangan dengan pisau di sekolah atau tindakan kekerasan lainnya.(jhn/yn)