EtIndonesia. Beberapa pemimpin dari negara-negara Nordik dan Baltik berpendapat bahwa dukungan Tiongkok yang terus meningkat kepada Rusia sedang merusak hubungan Tiongkok-Eropa. Mereka mendesak Uni Eropa untuk meningkatkan kemampuan pertahanan infrastruktur kritis untuk menghadapi perang hibrida yang mungkin terjadi.
Saat ini, kapal Tiongkok yang diduga merusak dua kabel komunikasi bawah laut di Laut Baltik, “Yi Peng 3”, masih berada di perairan internasional antara Swedia dan Denmark. Ini adalah kedua kalinya dalam 13 bulan terakhir sebuah kapal Tiongkok dituduh merusak infrastruktur bawah laut.
Pada Oktober 2023, jangkar sebuah kapal kargo Tiongkok merusak pipa gas bawah laut yang menghubungkan Finlandia dan Estonia, menyebabkan pipa tersebut terpaksa ditutup.
Pihak berwenang Tiongkok mengklaim bahwa insiden itu adalah kecelakaan yang disebabkan oleh “badai yang kuat”, namun Estonia dan Finlandia meragukan penjelasan tersebut.
Pada Jumat (29/11), para pemimpin Finlandia dan Swedia mengatakan kepada “Financial Times” bahwa saat ini masih belum bisa dipastikan siapa yang merusak kabel bawah laut dari Finlandia ke Jerman dan dari Swedia ke Lithuania, serta alasan di balik kerusakan tersebut. Namun, penyelidikan bersama antara Finlandia dan Swedia sedang berlangsung.
Perdana Menteri Finlandia, Petteri Orpo, mengatakan: “Kami telah melihat bahwa Tiongkok terus meningkatkan dukungannya kepada Rusia. Saya khawatir tentang ini… Jika mereka meningkatkan dukungan mereka kepada Rusia untuk menyerang Ukraina, itu tidak baik bagi hubungan Tiongkok-Eropa.”
Perdana Menteri Estonia, Kristen Michal, mengatakan di KTT Nordik-Baltik: “Ini sudah dua kali terjadi. Apakah ini benar-benar navigasi yang buruk? Kami membutuhkan penyelidikan yang netral.”
“Tapi insiden semacam ini, ditambah dengan dukungan untuk Rusia (dalam menyerang Ukraina), telah mempengaruhi perdagangan Tiongkok dengan Eropa dan membatasi kemungkinan diplomasi,” tambahnya.
Beberapa negara Eropa berharap dapat tetap netral di tengah persaingan geopolitik AS-Tiongkok. Namun, intelijen menyebutkan bahwa Tiongkok telah menyediakan peralatan militer kepada Rusia untuk digunakan di Ukraina, yang telah meningkatkan kewaspadaan banyak negara Eropa.
Tiongkok membantah menyediakan dukungan militer kepada Rusia, malah menuduh Barat ‘menghasut’ dalam konflik tersebut. Selain teknologi militer atau perangkat dwifungsi, Rusia sangat bergantung pada dukungan ekonomi dan diplomatik dari Beijing sejak konflik dimulai.
Sekarang, fokus Eropa terletak pada kapal kargo Tiongkok “Yi Peng 3”. Gambar yang diambil dari perairan teritorial Denmark menunjukkan jelas kerusakan pada jangkar kapal tersebut. Para penyelidik menduga kapal tersebut sengaja melakukan navigasi dengan jangkar terlepas sejauh 100 mil untuk memotong kabel bawah laut secara sengaja. Kapal tersebut saat ini sedang dipantau ketat oleh kapal-kapal Swedia, Denmark, dan Jerman.
Perdana Menteri Swedia, Ulf Kristersson, mendesak Beijing untuk memerintahkan “Yi Peng 3” kembali ke perairan Swedia untuk membantu penyelidikan.
“Kami sangat hati-hati, tidak akan terburu-buru membuat kesimpulan, juga tidak akan tanpa alasan menuduh siapa pun. Di sisi lain, kami sangat serius menangani hal ini. Kami tidak akan semata-mata menganggap ini sebagai kecelakaan… Ini bukan kali pertamanya,” katanya.
Eropa baru-baru ini juga mengalami beberapa insiden sabotase dan aktivitas perang hibrida lainnya, yang banyak di antaranya dituduhkan kepada Rusia.
Pemimpin Estonia, Finlandia, dan Swedia sepakat bahwa Uni Eropa harus mengajukan tindakan yang lebih keras dan terkoordinasi terhadap ancaman perang hibrida dari Rusia.
Michal mengatakan kepada “Financial Times”: “Tindakan terkoordinasi sangat penting. Bagi Rusia, semua perilaku santun kami adalah tanda kelemahan, dan mereka akan memanfaatkan kelemahan tersebut. Eropa harus bertindak lebih keras.”
Orpo menekankan: “Setiap negara Eropa harus waspada dan melihat dengan jelas bahwa Rusia terus menggunakan alat perang hibrida untuk menyerang kami. Kita harus bereaksi, menunjukkan dengan jelas bahwa mereka tidak bisa melemahkan atau mengintimidasi kita. Pesan yang ingin saya sampaikan ke Uni Eropa adalah: kita harus siap sepenuhnya untuk menghadapi segala ancaman.” (jhn/yn)