“Enam Benda yang Tidak Boleh Dipungut Saat Keluar Rumah, Fatal Akibatnya”,  Jangan Abaikan Pengalaman dari Generasi Tua Ini

EtIndonesia. Pepatah rakyat adalah nilai dan norma perilaku bangsa Tionghoa, mewariskan dan menggunakan pepatah ini juga merupakan bagian dari mewariskan budaya tradisional bangsa Tionghoa. Misalnya, nenek moyang mengatakan : “Enam benda yang tidak boleh dipungut saat keluar rumah, jika mengambilnya akan mengundang masalah.” 

Apa maksudnya? Disarankan bagi orang-orang yang bepergian untuk memperhatikan beberapa hal berikut ini, karena pengalaman dari generasi tua pasti tidak salah.

Apa saja enam benda yang jika dipungut akan mengundang masalah ?

1. Sepatu Bekas 

Sepatu yang sudah usang sering kali memiliki ciri-ciri aus, rusak, dan tidak lagi utuh, yang mungkin berdampak buruk pada kesehatan kaki, seperti lecet atau infeksi. 

Ada pepatah yang mengatakan: “Lebih baik mencoba peti mati orang lain daripada mencoba sepatu mereka.”

Artinya, memakai sepatu orang lain bisa membawa kesialan. Ini mencerminkan kepercayaan tradisional orang-orang, khususnya orang Tionghoa terhadap nasib dan keberuntungan, serta perhatian terhadap kesehatan dan nasib individu.

2. Uang di Persimpangan Jalan

Di satu sisi, ada pertimbangan moral dan keadilan, khawatir menemukan (memungut) uang yang hilang dari orang lain akan membawa konsekuensi buruk. Hal ini membuat orang-orang menyadari pentingnya memperoleh kekayaan secara sah, bukan bergantung pada kekayaan yang tidak benar atau haram. 

Di sisi lain, orang-orang percaya bahwa beberapa tempat atau barang dapat membawa nasib buruk atau bencana, sehingga uang yang ditinggalkan di persimpangan jalan mungkin dianggap sebagai barang yang membawa pertanda buruk. Jika seseorang secara aktif mengambil uang tersebut, itu bisa menarik energi negatif atau mendatangkan nasib buruk.

3. Patung Dewa yang Dibuang 

Dalam budaya tradisional bangsa Tionghoa, orang-orang memiliki sikap hormat dan menghormati dewa. Mempersembahkan patung dewa adalah salah satu cara orang mengungkapkan penghormatan dan memohon berkah dewa. Namun, jika kita menemukan patung dewa yang dibuang orang lain di pinggir jalan atau di gunung, menurut pandangan tradisional, kita tidak seharusnya sembarangan mengambilnya. 

Patung yang dibuang dianggap tidak berguna lagi, mungkin kehilangan kesuciannya atau telah ternoda. Selain itu, asal-usul dan latar belakang patung-patung juga tidak diketahui, sehingga membawa patung yang dibuang ke rumah bisa membawa nasib buruk atau pengaruh buruk.

4. Persembahan dalam Ritual 

Dalam budaya tradisional bangsa Tionghoa, menghormati leluhur adalah cara untuk menghormati dan memperingati mereka. Orang-orang percaya bahwa leluhur masih ada di dunia lain dan akan memperhatikan serta melindungi keturunan mereka. Dalam upacara penghormatan, orang-orang akan memberikan berbagai persembahan, seperti buah-buahan, makanan, minuman, dan uang kertas untuk orang mati. Menyisakan sebagian persembahan di tempat juga merupakan keyakinan bahwa leluhur akan menerima dan menikmati persembahan tersebut dalam bentuk tertentu. Oleh karena itu, mengambil atau memakan persembahan setelah ritual itu dianggap tidak menghormati dan menghina leluhur. Melanggar tindakan hormat ini bisa dianggap sebagai pertanda buruk, mendatangkan nasib buruk atau ketidasenangan leluhur.

5. Cermin yang Dibuang 

Dalam budaya tradisional bangsa Tionghoa, cermin dianggap sebagai barang yang dapat memantulkan dan mengumpulkan energi, dan cermin yang dibuang mungkin telah mengumpulkan energi negatif. Membawanya pulang bisa membawa energi negatif tersebut ke rumah, dianggap sebagai pertanda buruk atau mendatangkan malapetaka. Secara tradisional, cermin yang pecah dianggap sebagai simbol kesialan dan nasib buruk, memungut cermin yang pecah bisa dianggap akan membawa pengalaman buruk atau nasib buruk kepada pemungutnya.

6. Jam yang Ditinggalkan 

Dalam budaya Tionghoa, jam dianggap sebagai simbol waktu dan juga terkait dengan nasib baik dan kematian. Jam mewakili perjalanan waktu dan ketidakpastian kehidupan. Menemukan dan mengambil jam yang dibuang orang lain menyiratkan stagnasi waktu, yang merupakan pertanda atau nasib buruk. Selain itu, ‘jam’ (钟)dan ‘akhir’ (终) dalam karakter China adalah homofon dalam bahasa Mandarin, yang berkaitan dengan konsep kematian, sehingga memungut jam yang dibuang bisa dianggap sebagai pertanda buruk atau membawa nasib buruk. Dalam budaya tradisional Tionghoa, memberikan jam juga dianggap tabu. Hal ini karena memberikan jam sebagai hadiah bisa dianggap sebagai mengirimkan ‘akhir’ dan pertanda buruk, yang bertentangan dengan harapan akan keberutungan dan umur panjang. (jhn/yn)