Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, menyerukan “gencatan senjata segera” setelah bertemu dengan Presiden Ukraina di Paris.
ETIndonesia. Diperkirakan 43.000 tentara Ukraina telah tewas sejak Rusia menginvasi Ukraina, menurut Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.
Dalam pembaruan media sosial pada 8 Desember, Zelenskyy juga mengatakan bahwa 370.000 orang telah terluka sejak konflik Rusia–Ukraina dimulai pada 24 Februari 2022.
Dia menyebutkan data terbaru tentang kerugian di pihak Rusia, menunjukkan bahwa 198.000 tentara Rusia tewas dan lebih dari 550.000 terluka.
Zelenskyy menyampaikan ini setelah bertemu dengan Presiden AS terpilih, Donald Trump, dan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, di Paris saat para pemimpin dunia berkumpul untuk upacara pembukaan kembali Notre-Dame.
Trump menulis di Truth Social pada 8 Desember bahwa Ukraina telah kehilangan “400.000 tentara, dan lebih banyak lagi warga sipil.” Dia juga menyatakan bahwa Rusia memiliki 600.000 tentara yang “terluka atau tewas.”
Angka korban Rusia yang disebutkan Trump selaras dengan data yang diberikan oleh Pentagon pada 9 Oktober.
Trump menulis: “Harus ada gencatan senjata segera dan negosiasi harus dimulai. Terlalu banyak nyawa yang terbuang sia-sia, terlalu banyak keluarga yang hancur, dan jika ini terus berlangsung, bisa berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih buruk. Saya mengenal Vladimir dengan baik. Ini adalah waktunya untuk bertindak. Tiongkok bisa membantu. Dunia sedang menunggu.”
Zelenskyy mengatakan bahwa dia memiliki “pertemuan yang baik” dengan Trump. Namun, dia menambahkan bahwa gencatan senjata “tidak dapat hanya diakhiri dengan selembar kertas dan beberapa tanda tangan.”
Pada Oktober, undangan bagi Ukraina untuk bergabung dengan NATO menjadi poin utama dalam “rencana kemenangan” Zelenskyy.
Namun, keputusan bagi Ukraina untuk bergabung dengan aliansi militer itu membutuhkan proses panjang dan persetujuan bulat dari negara anggota.
Pilihan Trump untuk utusan khusus Ukraina dan Rusia adalah Keith Kellogg, seorang pensiunan jenderal bintang tiga yang berusia 80 tahun dan sangat berprestasi.
Kellogg dan mantan kepala staf Dewan Keamanan Nasional Fred Fleitz sebelumnya merumuskan rencana untuk mengakhiri perang, dengan tujuan membekukan garis depan dan mendorong negosiasi antara Ukraina dan Rusia.
Kellogg dan Fleitz telah mempublikasikan beberapa poin dari rencana mereka dalam sebuah makalah penelitian untuk think tank America First Policy Institute, tempat keduanya memegang posisi kepemimpinan.
Laporan itu menggambarkan invasi Rusia ke Ukraina sebagai konflik yang dapat dihindari, yang disebabkan oleh kebijakan luar negeri pemerintahan Biden. Makalah itu juga menyoroti klaim berulang Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa Ukraina tidak boleh diizinkan bergabung dengan NATO.
Di tengah berlanjutnya konflik Rusia–Ukraina, kekhawatiran meningkat atas dampak geopolitik yang lebih luas.
Bulan lalu, Ukraina melakukan serangan pertama di wilayah Rusia menggunakan rudal jarak jauh ATACMS buatan AS.
Sebagai tanggapan, pasukan Rusia menggunakan rudal balistik hipersonik jarak menengah untuk menyerang sasaran di kota Dnipro, Ukraina timur, pada 21 November. Rudal itu dilengkapi dengan hulu ledak non-nuklir.
Pada 18 November, Putin menandatangani doktrin baru yang menurunkan ambang batas penggunaan senjata nuklir.
Doktrin itu kini menyatakan bahwa serangan terhadap Rusia oleh negara mana pun menggunakan rudal konvensional yang disuplai oleh kekuatan nuklir akan dianggap sebagai serangan gabungan.
Laporan ini juga mendapat kontribusi dari Associated Press dan Andrew Thornebrooke.
Sumber : The Epoch Times