Pada Senin (9/12/2024), perusahaan Tiongkok ByteDance dan aplikasi video pendek internasionalnya, TikTok, mengajukan permohonan darurat ke Pengadilan Banding Distrik Columbia AS. Mereka meminta pengadilan untuk sementara menghentikan pemberlakuan undang-undang AS yang menargetkan perusahaan tersebut sambil menunggu peninjauan Mahkamah Agung AS
ETIndonesia. Pada Maret tahun ini, Dewan Perwakilan Rakyat AS mengesahkan Undang-Undang Melindungi Warga Amerika dari Aplikasi yang Dikontrol oleh Musuh Asing. Undang-undang ini mewajibkan ByteDance menjual semua saham dan bisnisnya di AS dalam waktu 9 bulan. Jika tidak, TikTok akan dilarang beroperasi di wilayah AS. Namun, TikTok tetap memiliki opsi untuk mengajukan banding ke Mahkamah Agung.
ByteDance dan TikTok mengajukan gugatan terhadap undang-undang tersebut, dengan alasan bahwa undang-undang tersebut “tidak konstitusional dan melanggar kebebasan berbicara.” Namun, pada Jumat (6 Desember), Pengadilan Banding Distrik Columbia menolak permohonan banding TikTok dan memutuskan untuk mempertahankan pemberlakuan undang-undang tersebut.
Dalam keputusan pengadilan, tiga hakim menyatakan: “Amendemen Pertama dirancang untuk melindungi kebebasan berbicara warga AS. Tindakan pemerintah ini sepenuhnya bertujuan untuk melindungi kebebasan tersebut dari campur tangan negara musuh asing dan membatasi kemampuan negara musuh tersebut mengumpulkan data dari rakyat Amerika.”
Keputusan tersebut juga menegaskan: “Undang-undang ini dirancang dengan hati-hati, hanya menargetkan kontrol oleh musuh asing, sebagai bagian dari upaya yang lebih luas untuk menangani ancaman keamanan nasional yang didukung bukti kuat yang ditimbulkan oleh (Partai Komunis) Tiongkok.”
Saat ini, TikTok memiliki lebih dari 170 juta pengguna di AS. TikTok juga menghadapi beberapa gugatan hukum, termasuk tuduhan menggunakan algoritma dan fitur adiktif untuk membuat anak di bawah umur kecanduan, yang dinilai merugikan kesehatan mental remaja. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa anak-anak berusia 4 hingga 18 tahun di seluruh dunia menghabiskan rata-rata 112 menit sehari menonton TikTok, lebih banyak 60% dibanding waktu yang dihabiskan di YouTube.
TikTok pertama kali menjadi target pemerintah AS selama masa jabatan pertama Donald Trump. Pada Agustus 2020, Trump mencoba melarang TikTok dan WeChat melalui perintah eksekutif, tetapi upaya tersebut diblokir oleh pengadilan AS. Pada 2023, negara bagian Montana juga mengeluarkan larangan awal terhadap TikTok. (Hui)
Sumber : NTDTV.com