Konferensi Kerja Ekonomi  PKT : Ekonomi Menghadapi Tantangan Berat

ETIndonesia. Pemerintahan Partai Komunis Tiongkok (PKT) baru saja menyelesaikan Konferensi Kerja Ekonomi Pusat selama dua hari. Dalam konferensi ini, pemerintah mengakui bahwa ekonomi Tiongkok sedang menghadapi banyak tantangan dan kesulitan. 

Untuk mengatasi masalah ini, rencana untuk memperluas permintaan domestik, menstabilkan pasar properti, dan pasar saham menjadi prioritas utama. Pemerintah juga berencana menggunakan kebijakan seperti penurunan suku bunga, pelonggaran persyaratan cadangan bank, atau peningkatan pengeluaran fiskal untuk merangsang perekonomian pada tahun depan. 

Namun demikian, para pengamat menilai bahwa selama struktur industri dan hubungan internasional Tiongkok tidak diperbaiki, kebijakan apa pun yang diusulkan tidak akan memberikan dampak signifikan.

Ekonomi Menghadapi Tantangan Domestik dan Internasional

Konferensi yang berakhir pada 12 Desember di Beijing ini menetapkan arah kerja ekonomi untuk tahun 2025. Fokus utama adalah mendorong konsumsi secara agresif, menahan penurunan di pasar properti, dan menerapkan kebijakan moneter yang “secara moderat longgar” untuk pertama kalinya dalam 14 tahun terakhir.

Dalam pernyataan konferensi, disebutkan bahwa perubahan lingkungan eksternal telah memperburuk dampak negatif terhadap ekonomi, sementara di dalam negeri, permintaan domestik tetap lemah.

Pengamat luar negeri percaya bahwa tantangan eksternal yang disebutkan ini mengacu pada ketidakpastian dalam tarif dan kondisi perdagangan global, sedangkan lemahnya permintaan domestik masih menjadi tantangan terbesar di dalam negeri.

Kritik Terhadap Kebijakan Pemerintah


“Pemerintah sudah mengetahui bahwa ekonominya dalam kondisi yang sangat buruk. Kebijakan yang dikeluarkan saat ini lebih bersifat formalitas dan sulit untuk diterapkan. Pasar properti sudah tidak lagi menarik sebagai investasi, justru menjadi jebakan. Orang-orang dengan kebutuhan dasar pun tidak mampu membeli rumah. Jadi, secara keseluruhan, tren pasar properti di Tiongkok akan terus menurun,” kata Kolumnis The Epoch Times, Wang He. 

Menurut Wang He, kebijakan untuk menstabilkan pasar properti adalah langkah yang tidak realistis. Pemerintah hanya berusaha memperlambat penurunan harga properti dengan menerapkan pembatasan penurunan harga (price floor).

Stimulasi Ekonomi dengan Risiko Jangka Panjang

Konferensi tersebut juga membahas rencana untuk menerapkan kebijakan fiskal yang lebih agresif, termasuk menaikkan rasio defisit anggaran, menerbitkan obligasi khusus jangka panjang, dan melonggarkan kebijakan moneter. Namun demikian, pengamat meragukan apakah langkah-langkah ini dapat memulihkan ekonomi Tiongkok.


“Ekonomi Tiongkok memang sudah bermasalah sejak awal, sehingga banyak yang berharap adanya langkah penyelamatan ekonomi. Kebijakan yang diumumkan menunjukkan bahwa pemerintah akan mencoba menyuntikkan uang ke pasar. Ini mungkin memberikan dorongan ekonomi jangka pendek, tetapi tidak ada potensi perbaikan jangka panjang,” ujar Ahli keuangan Taiwan, Huang Shih-Tsung.

Huang menambahkan bahwa kejatuhan pasar properti merupakan masalah terbesar Tiongkok. Dengan skala yang terlalu besar, upaya pemerintah untuk menopangnya hampir mustahil.

“Perekonomian Tiongkok telah lama dibangun di atas investasi yang tidak efisien dan pemborosan besar-besaran, menciptakan ilusi pertumbuhan ekonomi. Sekarang, ilusi itu satu per satu terkuak, termasuk di bidang infrastruktur, pasar properti, hingga industri. Masalah seperti kelebihan kapasitas produksi dan investasi yang tidak efisien tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Dibutuhkan restrukturisasi besar-besaran di sektor industri,” ujarnya. 

Data Ekonomi yang Melemah

Data terbaru menunjukkan bahwa pada November, indeks harga konsumen (CPI) dan indeks harga produsen (PPI) Tiongkok berada di bawah ekspektasi pasar. Hal ini menunjukkan bahwa ekonomi Tiongkok masih terjebak dalam lemahnya permintaan domestik. (Hui)

Sumber : NTDTV.com

FOKUS DUNIA

NEWS