EtIndonesia. Dipimpin oleh Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) atau Organisasi Pembebasan Syam, pasukan oposisi Suriah berhasil menggulingkan rezim Assad yang berkuasa selama lebih dari 50 tahun pada tanggal 8 Desember waktu setempat, sementara perang saudara Suriah untuk sementara berakhir. Namun, media asing melaporkan bahwa meskipun terdapat hampir 26 ton cadangan emas di bank sentral Suriah, cadangan devisa dolar AS hampir habis. Tanpa aliran devisa, pemerintah transisi Suriah hanya bisa berharap negara-negara Barat mencabut sanksi agar ekonomi negara itu dapat pulih kembali.
Menurut laporan eksklusif Reuters, empat sumber di Suriah menyatakan bahwa cadangan emas di bank sentral Suriah mencapai 25,8 ton, jumlah yang sama seperti yang diumumkan oleh Dewan Emas Dunia pada Juni 2011 sebelum pecahnya perang saudara Suriah. Berdasarkan harga pasar emas saat ini, nilai cadangan emas Suriah diperkirakan sekitar 22 miliar dolar AS. Namun, dibandingkan dengan cadangan emas, cadangan devisa dolar AS di bank sentral Suriah hanya tersisa 200 juta dolar tunai, yang menunjukkan perbedaan sangat besar.
Laporan itu menyebutkan bahwa meskipun cadangan devisa bank sentral Suriah tidak seluruhnya berupa tunai, dibandingkan dengan 2011 sebelum perang saudara, cadangan devisa telah menurun drastis. Menurut data Dana Moneter Internasional (IMF), pada akhir 2011, cadangan devisa bank sentral Suriah mencapai sekitar 14 miliar dolar AS, bahkan pada 2010 mencapai 18,5 miliar dolar AS. Salah satu sumber mengatakan bahwa selama perang saudara, rezim Assad terus menggunakan cadangan dolar untuk membeli makanan, bahan bakar, dan mendukung aktivitas perang, yang menjadi penyebab utama penurunan drastis cadangan devisa.
Meskipun bank sentral Suriah masih memiliki hampir 26 ton emas, laporan tersebut menyebutkan bahwa pemerintah Suriah saat ini belum dapat membuka gudang emas tersebut. Salah satu sumber menyatakan bahwa gudang tersebut dilengkapi dengan tiga kunci yang masing-masing dipegang oleh orang yang berbeda, dan diperlukan kata sandi tambahan untuk membukanya. Gudang itu memiliki desain anti-peluru dan sulit dihancurkan dari luar. Hingga saat ini, pemerintah transisi Suriah masih melakukan audit terhadap aset yang ditinggalkan rezim Assad dan mencari cara untuk membuka gudang emas tersebut.
Dengan berakhirnya perang saudara Suriah, situasi di dalam negeri mulai stabil. Bank sentral Suriah yang berlokasi di pusat ibu kota Damaskus juga dibuka kembali pada Minggu (15/12). Banyak warga Suriah memanfaatkan momen pembukaan kembali bank sentral untuk menukarkan mata uang pound Suriah dengan dolar AS.
Namun, karena ladang minyak di Suriah saat ini dikuasai oleh kelompok Kurdi atau kelompok bersenjata lainnya, pemerintah transisi Suriah tidak dapat menjual minyak untuk mengisi kembali cadangan devisa. Saat ini, satu-satunya opsi yang dimiliki pemerintah adalah menggunakan emas yang ditinggalkan oleh rezim Assad sebagai jaminan untuk mata uang pound Suriah. Pemerintah transisi juga menyerukan kepada negara-negara Barat untuk mencabut sanksi internasional agar ekonomi Suriah dapat pulih dan memulai pembangunan kembali negara yang hancur akibat perang saudara. Selain itu, mereka berharap negara-negara Barat dapat mendorong jutaan pengungsi Suriah di luar negeri untuk kembali ke tanah air mereka dan berpartisipasi dalam pembangunan kembali.Namun, karena HTS yang mendirikan pemerintah transisi masih termasuk dalam daftar organisasi teroris negara-negara Barat, pejabat Amerika Serikat dan Eropa menyatakan bahwa mereka perlu waktu untuk mengamati sebelum memutuskan apakah akan mencabut sanksi terhadap Suriah. (jhn/yn)