Rusia Dekatkan Pesawat ke Alaska, Hamas Runtuh di Gaza: Sandera dan Opini Publik Berubah

ETIndonesia. Isu keamanan internasional kembali menjadi sorotan utama di panggung global. Berbagai perkembangan signifikan terjadi di berbagai belahan dunia, mulai dari intrusi udara militer Rusia hingga dinamika konflik di Ukraina dan Gaza. 

Berikut ulasan lengkap mengenai situasi terkini yang mempengaruhi stabilitas regional dan internasional.

Intrusi Pesawat Militer Rusia di Dekat Alaska

Pada 17 Desember 2024, Komando Pertahanan Ruang Udara Amerika Utara (NORAD) melaporkan bahwa empat pesawat militer Rusia memasuki wilayah udara internasional yang berdekatan dengan Alaska. 

Meskipun kejadian ini menimbulkan kekhawatiran, NORAD menegaskan bahwa pesawat-pesawat tersebut tidak memasuki wilayah kedaulatan Amerika Serikat maupun Kanada, sehingga tidak dianggap sebagai ancaman langsung. 

Zona identifikasi pertahanan udara yang dimaksud adalah area di mana setiap pesawat yang masuk wajib mengidentifikasi diri demi menjaga keamanan nasional. NORAD menyatakan kesiapan mereka untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna melindungi wilayah Amerika Utara dari potensi ancaman.

Presiden Ukraina Zelensky Tegaskan Tidak Akan Membekukan Garis Depan Perang

Dalam wawancara eksklusif dengan surat kabar Prancis Le Parisien, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyampaikan tekadnya untuk tidak membekukan garis depan perang demi mempercepat proses negosiasi. Zelenskyy menekankan bahwa Presiden Donald Trump memahami bahwa Ukraina tidak akan mengorbankan kemerdekaannya demi langkah diplomatik yang tergesa-gesa.

Zelenskyy juga menambahkan bahwa mencapai perdamaian merupakan proses yang kompleks dan tidak mudah, meskipun banyak pemimpin dunia berkeinginan untuk mengakhiri konflik yang berkepanjangan ini. Ukraina tetap teguh mempertahankan kemerdekaannya dan tidak akan menyerah begitu saja.

Diskusi Pengiriman Tentara Eropa ke Ukraina

Menurut laporan Reuters pada tanggal 18 Desember 2024, beberapa negara Eropa tengah membahas kemungkinan pengiriman hingga 100.000 tentara ke Ukraina jika tercapai kesepakatan gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina. 

Pasukan yang direncanakan ini kemungkinan akan terdiri dari personel militer dari Jerman, Prancis, Italia, Inggris, dan Polandia. Namun, Perdana Menteri Polandia Donald Tusk sebelumnya menyatakan kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron bahwa meskipun Ukraina mengumumkan gencatan senjata, pasukan Polandia tidak akan memasuki wilayah Ukraina.

Perdana Menteri Inggris Siap Mendukung Ukraina Meski Terlepas dari Dukungan Trump

Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengungkapkan kepada surat kabar The Independent bahwa pemerintah Inggris tengah mempersiapkan penandatanganan pakta pertahanan dengan Uni Eropa. Langkah ini diambil sebagai antisipasi jika Presiden Trump memutuskan untuk menarik dukungan militer untuk Kyiv. Inggris menyatakan kesiapan mereka untuk tetap mendukung Ukraina, yang dinilai sebagai upaya terbaru pemerintah Inggris untuk memperbaiki hubungan dengan Uni Eropa pasca proses Brexit.

Kelemahan Hamas dan Perubahan Opini Publik di Gaza

Sementara itu, di kawasan Timur Tengah, Hamas menunjukkan perubahan sikap dalam negosiasi pertukaran sandera dengan Israel. Organisasi tersebut kini tidak lagi menuntut penarikan penuh pasukan Israel, sebuah langkah yang dianggap sebagai pelemahan posisi Hamas.

Para penduduk Palestina, pejabat, dan analis menilai bahwa Hamas saat ini berada dalam posisi paling lemah, telah mundur ke tingkat gerilya tanpa kemampuan memerintah Gaza secara efektif. Bahkan, beberapa pendukung lama Hamas mulai berbalik arah.

Seorang anggota Hamas yang juga pegawai pemerintah bernama Rami mengungkapkan bahwa opini publik di Gaza telah berubah drastis. Masyarakat mendesak dan memaksa Hamas untuk segera memilih gencatan senjata. Pakar masalah Palestina dari International Crisis Group, Mustafa, menilai bahwa kapasitas militer Hamas sudah terkuras, sementara inflasi di Gaza terus meningkat menjadi masalah tambahan yang harus dihadapi.

Upaya Negosiasi dan Normalisasi Hubungan Israel dengan Arab Saudi

Diperkirakan pada 19 Desember 2024, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akan mengadakan pertemuan kabinet tingkat tinggi untuk membahas kemajuan negosiasi pertukaran sandera dengan Hamas. Untuk mendorong tercapainya kesepakatan, Direktur CIA, William Burns, pada 18 Desember bertemu dengan Perdana Menteri Qatar di Doha guna menjembatani perbedaan yang tersisa antara Israel dan Hamas.

Di bidang diplomasi, beredar kabar bahwa Arab Saudi telah mengubah tuntutannya terkait pendirian negara Palestina sebagai syarat normalisasi hubungan dengan Israel. Pada  18 Desember 2024, sumber yang dekat dengan pemerintah Saudi mengatakan kepada Jerusalem Post bahwa pejabat Saudi telah memberitahukan Presiden AS terpilih Donald Trump bahwa normalisasi hubungan hanya dapat dicapai setelah perang di Gaza berakhir. Mereka juga meminta Israel untuk membuat pernyataan mengenai isu Palestina, meskipun pernyataan tersebut tidak perlu mencakup pengakuan resmi terhadap negara Palestina. Langkah ini dianggap sebagai salah satu jalan menuju normalisasi hubungan kedua negara.

Kesimpulan

Dinamika keamanan internasional saat ini menunjukkan kompleksitas dan keterkaitan berbagai isu di berbagai belahan dunia. Dari intrusi udara militer hingga negosiasi diplomatik dan perubahan aliansi politik, semua faktor ini memainkan peran penting dalam membentuk masa depan stabilitas global. Para pemimpin dunia diharapkan dapat menangani situasi ini dengan bijaksana dan bertanggung jawab untuk mencegah eskalasi konflik lebih lanjut dan mencapai perdamaian yang berkelanjutan. (Kyr)