EtIndonesia. Pada tanggal 17 Desember Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Tom Fletcher, memberikan peringatan serius bahwa meskipun Presiden Bashar al-Assad telah lengser, konflik di dalam Suriah masih belum berakhir. Tom Fletcher mengungkapkan bahwa kelompok teroris ISIS kemungkinan besar akan memanfaatkan situasi terkini di Suriah untuk mencari keuntungan, terutama di wilayah selatan Raqqa.
Dalam pernyataannya di Dewan Keamanan PBB, Geir Pedersen, utusan khusus PBB untuk Suriah menyoroti peningkatan serangan ISIS yang signifikan di wilayah tersebut. ISIS telah melakukan pembunuhan dan melukai anggota pasukan keamanan internal di selatan Raqqa. Pentagon juga menilai kondisi di Suriah saat ini sangat rapuh dan sedang melakukan pembicaraan intens dengan Turki untuk memastikan bahwa ISIS tidak akan mengancam keamanan negara tersebut.
Menurut laporan dari AFP pada 17 Desember, Tom Fletcher membahas pertempuran antara Tentara Nasional Suriah yang didukung Turki dan milisi Kurdi (Pasukan Demokratik Suriah atau SDF). Dia memperingatkan bahwa sebelum tercapainya gencatan senjata, dalam dua minggu terakhir terjadi eskalasi konflik yang serius. Masa gencatan senjata selama lima hari telah berakhir, dan kini terdapat kekhawatiran bahwa eskalasi militer dapat berujung pada bencana.
Laporan dari Intel Brief pada 18 Desember mengungkapkan bahwa jumlah serangan ISIS di Suriah pada tahun ini telah meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Diperkirakan akan terjadi sekitar 700 insiden serangan pada tahun 2024.
Media Shafaq melaporkan bahwa pada tanggal 17 Desember, ISIS menyerang sebuah pos pemeriksaan di selatan Raqqa, menyebabkan dua orang tewas dan dua lainnya terluka. Selain itu, seorang warga sipil yang melintas di dekat pos tersebut juga terluka.
ISIS masih memiliki pendanaan perang yang besar, memungkinkan mereka untuk membangun kembali jaringan dan merekrut anggota baru meskipun kekuatan mereka menurun. Sasaran utama ISIS saat ini adalah penjara dan kamp penahanan di timur laut Suriah, yang dijaga oleh milisi Kurdi, SDF, yang bersekutu dengan Amerika Serikat. ISIS kemungkinan akan memantau SDF dengan seksama, terutama di tengah konflik antara Tentara Nasional Suriah yang didukung Turki dan SDF.
Dengan bantuan drone dan peralatan militer dari Turki, pasukan Kurdi di Kobani dan kota-kota strategis seperti Manbij menghadapi tekanan yang meningkat. Kekhawatiran utama adalah kemungkinan Kurdi kehilangan Kobani, yang memiliki makna geografis dan simbolis penting. Jika konflik terus berlanjut, hal ini dapat mengurangi kemampuan pihak yang memerangi ISIS.
Jika pasukan Kurdi dipaksa mundur dari penjagaan penjara dan pusat penahanan, ISIS mungkin akan menunggu momen yang tepat untuk melancarkan serangan, terutama setelah melihat kesuksesan Hayat Tahrir al-Sham (HTS). ISIS juga mungkin akan lebih fokus pada aspek pemerintahan untuk menunjukkan bahwa mereka dapat mengelola wilayah Suriah di luar kendali HTS. Jika di dalam HTS muncul faksi garis keras yang tidak menerima pendekatan moderat dan pragmatis, ISIS mungkin akan berusaha menarik anggota-anggota tersebut ke pihaknya. Selama bertahun-tahun, banyak militan keras yang meninggalkan HTS, namun tidak semua dari mereka akan mendukung proyek pembangunan nasional yang sedang dijalankan oleh HTS saat ini. Hal ini berpotensi memicu keretakan dan memperburuk situasi lebih lanjut.
Rintangan terbesar bagi ISIS adalah keberadaan sebuah negara yang kuat dan bersatu, dipimpin oleh satu pemerintahan. Namun, saat ini situasi di Suriah sangat tidak stabil. Kontrol de facto Kurdi di timur laut, konflik antara Arab dan Kurdi, serta ketidakpastian kepemimpinan HTS membuat kemungkinan terciptanya stabilitas dan kesatuan di Suriah sangat kecil. Kondisi ini justru memberikan peluang bagi ISIS untuk terus tumbuh, menyoroti pentingnya tindakan aktif Amerika Serikat dalam melemahkan kelompok teroris tersebut.
Tak lama setelah peringatan dari Pedersen, Amerika Serikat mengumumkan bahwa melalui mediasi, kesepakatan gencatan senjata antara kelompok bersenjata pro-Turki dan Kurdi di Manbij akan diperpanjang hingga akhir pekan. Pentagon pada 18 Desember menyatakan bahwa situasi di Suriah sangat rapuh dan negosiasi dengan Turki masih berlangsung.
Juru bicara Pentagon, Brigjen Patrick Ryder, menegaskan bahwa fokus komunikasi dengan Turki adalah memastikan rakyat Suriah dapat hidup aman dan stabil setelah kejatuhan Assad. Ryder juga menyatakan bahwa Turki adalah sekutu penting NATO dan Amerika Serikat akan terus menjaga saluran komunikasi terkait situasi di Suriah tetap terbuka, serta melanjutkan dialog dengan Turki dan mitra regional lainnya.
Amerika Serikat banyak bergantung pada SDF dalam operasi melawan ISIS di Suriah. Ryder menambahkan bahwa selama bertahun-tahun, militer AS telah bekerja sama erat dengan SDF untuk mengalahkan ISIS dan mencegah kebangkitan kembali kelompok tersebut ke tingkat ancaman seperti sebelumnya.
Insiden Bom di Moskow, Rusia
Di sisi lain, Rusia juga mengalami insiden serius. Komandan Pasukan Perlindungan Nuklir, Biologi, dan Kimia (NBC) Rusia, Kirillov, tewas akibat ledakan bom di sebuah jalan di Moskow pada dini hari tanggal 17 Desember 2024 waktu setempat. Peristiwa ini mengejutkan dunia internasional. Media Rusia melaporkan bahwa Dinas Keamanan Federal Rusia (FSB) telah berhasil menangkap tersangka pelaku, yang mengaku mendapat perintah dari badan intelijen Ukraina.
Menurut Kantor Berita Sputnik, FSB bersama Kementerian Dalam Negeri dan Komite Investigasi Rusia telah melakukan penyelidikan gabungan. Pelaku, seorang warga negara Uzbekistan bernama Kurbanov, mengaku direkrut oleh intelijen Ukraina. Dia tiba di Moskow sesuai perintah mereka, lalu menempatkan bom di skuter listrik dekat apartemen Kirillov. Setelah memasang bom, Kurbanov memarkir mobil sewaan di lokasi kejadian dan menggunakan kamera di dalam mobil tersebut untuk menyiarkan langsung situasi kepada agen Ukraina. Pihak Ukraina menjanjikan imbalan sebesar 100.000 dolar AS dan membantu Kurbanov mendapatkan izin tinggal di negara anggota Uni Eropa. Kini, Kurbanov telah ditangkap dan kemungkinan besar akan menghadapi hukuman penjara seumur hidup.
Kesimpulan
Situasi di Suriah tetap sangat kompleks dan dinamis, dengan ancaman yang terus mengintai dari kelompok teroris seperti ISIS. Upaya internasional, termasuk mediasi oleh Amerika Serikat dan dukungan terhadap SDF, sangat penting untuk menjaga stabilitas dan mencegah kebangkitan kembali ISIS. Sementara itu, insiden di Rusia menunjukkan ketegangan geopolitik yang masih tinggi dan potensi ancaman dari aktivitas intelijen yang merusak.