EtIndonesia. Ungkapan “satu hari di langit, seribu tahun di bumi” menggambarkan perbedaan konsep waktu antara dunia langit dan dunia manusia. Di dunia langit, satu hari setara dengan seribu tahun di Bumi. Ungkapan ini berasal dari sebuah cerita terkenal di zaman Dinasti Jin, yang bahkan dicatat dalam kitab Jin.
Kitab Jin adalah teks sejarah Tiongkok yang membahas sejarah Dinasti Jin dari tahun 265 hingga 420. Isi dari Kitab Jin juga mencakup zaman Enam Belas Kerajaan.
Cerita ini mengisahkan seorang penebang kayu bernama Wang Zhi, yang secara tidak sengaja, memasuki tempat tinggal para dewa di dimensi lain saat sedang berada di gunung. Di sana, dia terpaku menyaksikan dua anak dewa bermain catur. Ketika permainan selesai, Wang Zhi kembali ke rumah mendapati ayahnya telah mati membusuk, dan dia terkejut karena para tetangganya tidak lagi mengenalinya.
Menariknya, dalam tradisi Barat, ada pernyataan serupa dalam Alkitab: “Di hadapan Tuhan, satu hari seperti seribu tahun, dan seribu tahun seperti satu hari” (2 Petrus 3:8). Artinya, Tuhan tidak dibatasi oleh waktu seperti manusia. Baik sesuatu yang memerlukan seribu tahun untuk diselesaikan, maupun sesuatu yang hanya butuh sehari, bagi Tuhan itu sama saja.
Dalam Alkitab, penciptaan dunia oleh Tuhan terjadi hanya dengan satu kehendak. Tuhan berkata: “Jadilah terang,” maka terang pun ada; Tuhan berkata: “Jadilah manusia,” maka manusia pun ada. Bukankah itu menakjubkan?
Melihat hal ini, apakah konsep waktu berbeda di setiap dimensi ruang-waktu? Inilah pemahaman kuno manusia tentang waktu.
Pandangan Ilmiah Modern tentang Waktu
Dalam 200 tahun terakhir, setelah munculnya ilmu pengetahuan modern, pandangan tentang waktu mengalami evolusi.
Isaac Newton, bapak fisika modern, berpendapat bahwa ruang dan waktu adalah entitas objektif yang saling independen dan tidak dipengaruhi oleh faktor lain. Menurutnya, manusia menyadari keberadaan waktu melalui pergerakan Matahari dan Bulan, tetapi waktu itu sendiri tidak terpengaruh oleh kesadaran manusia.
Namun, teori Newton memiliki keterbatasan, yaitu hanya berlaku dalam kondisi di mana kecepatan relatif benda tidak terlalu tinggi.
Pada tahun 1905, fisikawan jenius Albert Einstein memperbaiki kekurangan pandangan Newton dengan teori relativitas khususnya. Teori ini menyatakan bahwa ruang dan waktu saling terkait, membentuk sebuah entitas yang disebut “ruang-waktu”. Dalam ruang-waktu ini, ketika suatu benda bergerak mendekati kecepatan cahaya, waktu pada benda tersebut akan melambat.
Pada tahun 1915, Einstein memperkenalkan teori relativitas umum, yang didasarkan pada relativitas khusus. Dia memperkenalkan konsep medan gravitasi, dengan menyatakan bahwa gravitasi—yang selama ini didefinisikan oleh Newton sebagai gaya tarik universal—sebenarnya adalah efek ruang-waktu. Dalam medan gravitasi, ruang-waktu melengkung, dan baik ruang maupun waktu mengalami perubahan.
Selama lebih dari satu abad, relativitas dan mekanika kuantum menjadi dua pilar utama fisika modern, yang mendorong perkembangan besar dalam ilmu fisika. Namun, relativitas juga memiliki batasan, karena didasarkan pada asumsi bahwa kecepatan cahaya di ruang vakum adalah konstan dan tidak ada benda atau informasi yang dapat bergerak lebih cepat darinya.
Teori Waktu oleh Kozyrev
Fisikawan Nikolai Kozyrev kemudian menantang pandangan ini. Dia menyatakan bahwa ada sesuatu di alam semesta yang lebih cepat dari cahaya, yaitu waktu. Waktu, menurutnya, bukan hanya ukuran atau entitas dalam kesadaran manusia, tetapi adalah energi yang nyata dan eksis.
Kozyrev pertama kali mengajukan teorinya tentang waktu dalam disertasinya pada tahun 1947. Dalam tulisannya, dia membahas bintang-bintang yang bersinar. Mengapa bintang terus-menerus memancarkan energi tanpa henti? Para ilmuwan percaya bahwa energi tersebut berasal dari reaksi nuklir di inti bintang. Namun, perhitungan Kozyrev menunjukkan bahwa kerapatan dan suhu materi di inti bintang tidak cukup untuk memungkinkan reaksi nuklir terjadi. Dengan demikian, energi tersebut tidak berasal dari dalam bintang, melainkan diserap dari luar, yaitu dari alam semesta. Karena bintang-bintang ada di seluruh alam semesta, Kozyrev berpendapat bahwa energi ini juga ada di mana-mana di alam semesta, dan energi ini adalah waktu.
Selama beberapa dekade berikutnya, Kozyrev terus mempelajari sifat-sifat waktu. Dia mengembangkan dua eksperimen terkenal untuk membuktikan teorinya seperti berikut :
1. Eksperimen Bintang : Eksperimen ini menunjukkan bahwa masa lalu, masa kini, dan masa depan eksis secara bersamaan.
2. Eksperimen Giroskop : Dalam eksperimen ini, giroskop berputar digunakan sebagai objek penelitian. Ketika getaran, yang mewakili energi waktu, ditambahkan pada giroskop yang sedang berputar, hasilnya menunjukkan bahwa giroskop tidak mentransmisikan getaran tersebut, tetapi menunjukkan pengurangan berat atau perubahan sudut. Kozyrev menyimpulkan bahwa waktu tidak menyebar dalam bentuk getaran. Faktanya, waktu di alam semesta tidak menyebar, tetapi muncul secara instan dan dapat muncul di mana saja.(jhn/yn)