Skandal Peracunan Mantan Pemimpin Suriah: Bashar al-Assad di Rusia dalam Bahaya

EtIndonesia. Berita mengejutkan terbaru mengungkapkan bahwa mantan pemimpin Suriah, Bashar al-Assad, yang tengah mencari suaka di Rusia, diduga mengalami peracunan. Kejadian ini terjadi di tengah upaya Suriah untuk melakukan perubahan signifikan tanpa kehadiran Assad.

Menurut laporan dari The Sun, sebuah media Inggris, Bashar al-Assad yang berusia 59 tahun tiba-tiba jatuh sakit pada hari Minggu lalu 29 Desember 2024 saat diasingkan di Rusia. Kondisi kesehatan Assad dilaporkan sangat memprihatinkan, ditandai dengan batuk berat, sesak napas, hingga kesulitan bernapas. Meskipun pemerintah Rusia belum memberikan konfirmasi resmi terkait insiden ini, kabar yang beredar menyebutkan bahwa hasil pemeriksaan awal menunjukkan adanya zat beracun dalam tubuh mantan pemimpin tersebut.

Sementara itu, di dalam negeri Suriah yang kini tanpa kehadiran Assad, pemerintah sedang berupaya melakukan transformasi menuju perubahan yang lebih demokratis. 

Berdasarkan laporan dari AFP, Menteri Informasi pemerintahan transisi Suriah, Mohamed al-Omar, menyatakan bahwa pihaknya tengah fokus memperkuat kebebasan pers dan berekspresi. Kebijakan ini merupakan perubahan drastis dibandingkan dengan masa pemerintahan rezim Assad yang sangat membatasi kedua aspek tersebut.

“Oleh karena itu, dalam periode mendatang, kami berkomitmen untuk membangun lingkungan media yang bebas, objektif, dan profesional. Kami tidak ingin lagi melanjutkan pola media yang hanya memuja citra pemerintah,” ujar Omar. Pernyataan ini mencerminkan tekad pemerintah transisi untuk menciptakan suasana yang lebih terbuka dan demokratis di Suriah.

Di bawah rezim Partai Baath yang dipimpin oleh klan Assad, hampir semua aspek kehidupan sehari-hari di Suriah dibatasi, termasuk kebebasan pers dan berekspresi. Media pada masa itu berfungsi sebagai alat propaganda penguasa. Organisasi Reporters Without Borders pernah menempatkan Suriah di posisi kedua terbawah dalam indeks kebebasan pers tahun 2024, hanya lebih baik dibandingkan Eritrea di Afrika Timur dan berada di bawah Afghanistan yang diperintah Taliban.

Kini, dengan pengawasan ketat dari personel bersenjata, warga Suriah di ibu kota Damaskus merayakan malam pergantian tahun pertama tanpa Assad. Momen ini dipenuhi dengan harapan dan optimisme untuk masa depan yang lebih baik. Warga menyampaikan aspirasi mereka akan tercapainya perdamaian, keamanan, dan kebebasan berpendapat.

“Kami ingin kembali pada masa di mana semua orang saling menghormati dan bersama-sama merayakan berbagai hari besar, baik itu Ramadan, Natal, maupun perayaan lainnya, tanpa batasan apa pun,” ujar salah seorang warga yang ikut merayakan pergantian tahun.

Perayaan ini menandai langkah awal Suriah menuju era baru yang lebih terbuka dan bebas dari kontrol represif yang telah lama diterapkan oleh rezim Assad. Masyarakat Suriah berharap bahwa transformasi ini akan membawa perubahan positif dan memperkuat fondasi negara menuju kestabilan dan kemakmuran.

FOKUS DUNIA

NEWS