India Menyampaikan Kekhawatiran tentang Proyek Bendungan Hidroelektrik Tiongkok di Tibet

EtIndonesia. Pemerintah India pada Jumat (3/1) mengungkapkan telah menyampaikan kekhawatirannya kepada Beijing mengenai rencana pembangunan bendungan hidroelektrik di Sungai Yarlung Tsangpo di Tibet. Proyek ini dikhawatirkan dapat memengaruhi sistem hidrologi di wilayah hilir India.

Sungai Yarlung Tsangpo mengalir ke arah selatan setelah melewati perbatasan Tiongkok, memasuki negara bagian Arunachal Pradesh dan Assam di India, sebelum akhirnya mengalir ke Bangladesh. Di India dan Bangladesh, sungai ini masing-masing dikenal sebagai Sungai Brahmaputra dan Sungai Jamuna.

India Meminta Jaminan Perlindungan untuk Wilayah Hilir

Juru bicara Kementerian Luar Negeri India mengatakan: “Kami telah meminta Tiongkok untuk memastikan bahwa kepentingan negara-negara di hilir Sungai Brahmaputra tidak dirugikan oleh aktivitas di hulu. Kami akan terus memantau situasi dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi kepentingan kami.”

Selain itu, juru bicara tersebut menambahkan bahwa New Delhi telah menyampaikan protes keras terhadap Beijing terkait pendirian dua kabupaten baru di wilayah perbatasan yang disengketakan bulan lalu. Salah satu kabupaten tersebut mencakup area yang diklaim India sebagai bagian dari kedaulatannya.

Dia menegaskan: “Pendeklarasian kabupaten baru ini tidak akan memengaruhi posisi India yang konsisten dan tegas mengenai kedaulatan atas wilayah tersebut, maupun memberikan legitimasi atas pendudukan ilegal Tiongkok di wilayah tersebut.”

“Bom Air” di Zona Paling Berbahaya

Pada Desember tahun lalu, Tiongkok menyetujui proyek bendungan dengan kapasitas pembangkit listrik tahunan mencapai 300 miliar kilowatt-jam, menjadikannya proyek terbesar di dunia.

Pejabat Tiongkok mengklaim bahwa proyek hidroelektrik di Tibet tidak akan berdampak besar pada lingkungan atau pasokan air di hilir. Namun, India dan Bangladesh tetap menyatakan kekhawatirannya. Kedua negara khawatir bahwa proyek ini dapat mengubah aliran dan jalur sungai di hilir, serta memperburuk ketegangan atas sumber daya air di kawasan tersebut.

Seorang ahli geopolitik dan strategi dari India menyebut bahwa lokasi bendungan super ini berada di kawasan tenggara Dataran Tinggi Qinghai-Tibet, yang sering mengalami gempa bumi. Wilayah ini terletak di jalur patahan yang terbentuk akibat tumbukan antara lempeng India dan Eurasia, yang dianggap sebagai salah satu zona paling berbahaya di dunia.

Kurangnya transparansi dalam proyek-proyek Tiongkok membuat India, yang berada di hilir, semakin khawatir. Proyek ini dianggap sebagai “bom air” yang sewaktu-waktu dapat meledak, menyebabkan bencana yang sulit diperbaiki.

Potensi Memicu Kembali Sengketa Perbatasan

India dan Tiongkok telah terlibat dalam sengketa perbatasan selama empat tahun terakhir. Baru pada Oktober tahun lalu, kedua negara mencapai kesepakatan tentang patroli di wilayah perbatasan yang disengketakan.

Namun, menurut The Washington Post dalam laporannya pada Desember, dimulainya pembangunan bendungan ini berpotensi memicu kembali ketegangan di perbatasan.

Ahli sumber daya air Wang Weiluo, yang berbasis di Jerman, menyampaikan kepada the Epoch Times bahwa proyek bendungan di hilir Sungai Yarlung Tsangpo telah resmi dimasukkan dalam Rencana Lima Tahun ke-14 Tiongkok. Menurutnya, ini menunjukkan bahwa Pemerintah Tiongkok tidak akan mundur dari proyek ini. Dia juga menyebut bahwa kunjungan Presiden Xi Jinping ke Tibet pada Juli 2021 bertujuan untuk meresmikan proyek Bendungan Motuo, mirip dengan kunjungan Deng Xiaoping ke lokasi Bendungan Tiga Ngarai pada tahun 1980.

Wang Weiluo mengkritik proyek ini, mengatakan bahwa Tiongkok saat ini memiliki kelebihan pasokan listrik, dengan banyak proyek energi surya yang tidak dimanfaatkan sepenuhnya. Oleh karena itu, dia menilai tidak ada kebutuhan mendesak untuk membangun bendungan di hilir Sungai Yarlung Tsangpo.

Dia juga menyoroti bahwa proyek ini melanggar peraturan tentang kawasan perlindungan alam di Tiongkok dan mendesak penghentiannya segera.

Organisasi hak asasi manusia juga memperingatkan bahwa pembangunan bendungan ini akan mengubah lanskap alam Tibet secara drastis, merusak ekosistem, dan menyebabkan penduduk lokal kehilangan tempat tinggal mereka.

Proyek “superbendungan” ini diperkirakan memiliki kapasitas pembangkit listrik tiga hingga lima kali lipat dari Bendungan Tiga Ngarai, dengan biaya total yang diperkirakan melebihi 1 triliun yuan. (jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS