ETIndonesia. Tahun 2024 yang baru saja berlalu, merupakan tahun penuh tantangan bagi pemerintah Beijing, dengan banyak masalah yang sulit dihadapi. Menyambut tahun baru 2025, para ahli dari media internasional dan lembaga keuangan memprediksi bagaimana arah politik dan ekonomi Tiongkok akan berkembang serta tantangan yang akan dihadapi.
Beberapa Tantangan yang Dihadapi Beijing pada 2025
Menurut The Economist dalam edisi terbaru, ada beberapa tantangan besar yang pasti akan dihadapi Tiongkok pada tahun 2025.
- Kebijakan Trump yang Mengancam Ekonomi Tiongkok
Jika Trump kembali menjabat sebagai Presiden AS, kebijakan perdagangan dan tim hawkishnya terhadap Tiongkok akan berdampak besar pada kekuatan Xi Jinping dan Partai Komunis Tiongkok. Kebijakan tarif Trump diperkirakan akan memperburuk ekonomi Tiongkok yang sudah lesu, dengan potensi penurunan pertumbuhan ekonomi lebih dari dua poin persentase.
- Stimulus yang Terbatas Efektivitasnya
Sebagai respons, pemerintah Beijing mungkin akan memperkuat kebijakan stimulus yang dimulai pada September 2024. Namun, sikap hati-hati dari konsumen dan investor menunjukkan bahwa kebijakan ini kemungkinan tidak akan mencapai hasil yang diinginkan. Jika Beijing membiarkan yuan terdepresiasi terhadap dolar AS untuk mendukung ekspor, hal ini bisa lebih merusak kepercayaan investor dan memperburuk aliran modal keluar, serta memperburuk ketegangan dengan mitra dagang utama, terutama Uni Eropa.
- Kekhawatiran Sosial dan Peningkatan Kekerasan Secara Acak
Dengan kondisi ekonomi yang terus merosot, masyarakat Tiongkok diperkirakan akan semakin pesimis. Tekanan sosial yang meningkat bisa memicu lonjakan kekerasan secara acak terhadap publik. Oleh karena itu, stabilitas sosial dan pengamanan diperkirakan akan menjadi fokus utama pada 2025.
- Korupsi Militer yang Meluas
Korupsi dalam jajaran militer PKT juga menjadi masalah besar yang harus dihadapi Xi Jinping. Seiring dengan penangkapan pejabat tinggi militer, timbul pertanyaan tentang seberapa besar kepercayaan Xi terhadap para jenderal senior di militer.
Tren Berbahaya untuk Ekonomi Tiongkok pada 2025
Para ekonom memperingatkan bahwa pada 2025, ekonomi Tiongkok berpotensi menghadapi beberapa tren berbahaya:
- Penurunan Ekspor
Dengan terus melemahnya permintaan domestik dan investasi di sektor properti, ekspor akan menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada 2024. Namun, analis dari Moody’s Analytics, KGI Securities, dan Goldman Sachs memperingatkan bahwa kebijakan tarif Trump dapat memperlambat atau bahkan menyebabkan penurunan ekspor Tiongkok pada 2025. Beberapa lembaga keuangan memprediksi bahwa ekspor Tiongkok akan mengalami penurunan signifikan atau bahkan tumbuh nol.
- Deflasi
Penurunan ekspor akan diikuti dengan ancaman deflasi, yang dipandang oleh para ekonom sebagai ancaman terbesar untuk ekonomi Tiongkok pada 2025. Indikator utama yang menggambarkan kondisi permintaan domestik, Indeks Harga Konsumen (CPI), menunjukkan angka inflasi yang terus menurun di paruh kedua 2024 dan mendekati titik kritis. Banyak lembaga analisis internasional telah mengeluarkan peringatan tentang potensi deflasi di Tiongkok pada 2025.
- Depresiasi Yuan
Untuk mengatasi dampak tarif Trump dan mendukung ekspor, Tiongkok diperkirakan akan membiarkan yuan terdepresiasi pada 2025. Beberapa bank investasi Wall Street memprediksi bahwa nilai tukar yuan akan berada dalam kisaran 7,4 hingga 7,6 terhadap dolar AS pada 2025. Bank Société Générale bahkan mengungkapkan bahwa jika tarif tambahan sebesar 20% hingga 30% diterapkan, yuan bisa terdepresiasi lebih jauh hingga 1 USD = 8,5 hingga 9,1 yuan.
- Krisis Keuangan yang Mungkin Terjadi
Fitch Ratings memperingatkan bahwa harga properti di Tiongkok dapat turun hingga 5% pada 2025, dan area penjualan properti baru akan menurun hingga 10%. Morgan Stanley bahkan memprediksi penurunan penjualan sebesar 12%, sementara Goldman Sachs memperkirakan harga properti Tiongkok dapat turun antara 20% hingga 25% pada 2025.
Menurut data dari Guoxin Investment, pada sepuluh bulan pertama 2024, jumlah rumah yang terpaksa dijual melalui lelang hukum meningkat 63%, dengan tingkat keberhasilan transaksi hanya 23,85%. Lebih dari 3,9 juta unit rumah dijual lewat lelang pada November 2024, dan sejumlah lembaga memprediksi bahwa pada 2025, jumlah rumah yang dihentikan pembayarannya bisa mencapai 10 juta unit, yang akan memicu lonjakan jumlah rumah yang dilelang.
Kenaikan jumlah rumah yang dilelang menunjukkan banyak orang yang tidak sanggup lagi membayar cicilan rumah, atau akibat pemotongan gaji dan pemutusan hubungan kerja, banyak pembeli yang tidak bisa melanjutkan pembayaran. Jika harga properti terus turun, nilai rumah yang disita oleh bank juga akan merosot, yang berisiko menyebabkan krisis keuangan besar. (Hui)
Sumber : NTDTV.com