EtIndonesia. Laporan The New York Times mengungkapkan bahwa Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol menghadapi tuduhan keterlibatan dalam kerusuhan politik setelah memberlakukan darurat militer pada akhir tahun lalu. Hal ini memicu gejolak politik, membuatnya didakwa atas dugaan makar, hingga akhirnya diberhentikan sementara dari jabatannya dan menjadi subjek investigasi. Meski mayoritas rakyat Korea Selatan berharap Yoon turun dari jabatannya, sekelompok pendukung setianya, yang sebagian besar berasal dari kelompok kanan, mempercayai bahwa semua itu adalah teori konspirasi. Mereka yakin Yoon menjadi korban “kekuatan anti-negara” yang pro-Korea Utara dan pro-Tiongkok.
Kelompok ini membentuk “Pasukan Taeguk” (Taegeukgi Budae), yang kerap mengadakan demonstrasi sambil mengibarkan bendera Korea Selatan dan Amerika Serikat sebagai simbol dukungan terhadap Yoon. Mereka juga menyatakan kesetiaan terhadap aliansi Korea Selatan-Amerika Serikat, bahkan siap mengorbankan nyawa demi mempertahankan perjuangan mereka. Fenomena ini mencerminkan bagaimana Yoon Suk-yeol memanfaatkan pendekatan ala “MAGA” (Make America Great Again) versi Korea untuk mempertahankan kekuasaannya.
Yoon Suk-yeol Tolak Panggilan Pengadilan
Meskipun Yoon Suk-yeol telah dipanggil oleh Badan Investigasi Kejahatan Pegawai Tinggi (CIO) untuk menjalani pemeriksaan, ia terus menolak hadir. Akibatnya, CIO mengajukan surat perintah penangkapan terhadap Yoon. Namun, pada 3 Januari, upaya polisi dan pihak berwenang untuk menangkap Yoon di kediaman presiden gagal. Insiden ini justru memicu ribuan pendukung sayap kanan untuk berkumpul setiap hari di luar kediaman presiden, bertekad melindungi Yoon dari apa yang mereka sebut sebagai “penindasan oleh jaksa dan polisi”.
Para pendukung ini meyakini bahwa oposisi, dengan dorongan dari Korea Utara, telah melancarkan “kudeta” dan menyalahgunakan kekuatan mayoritas parlemen untuk menghalangi agenda politik Yoon. Menurut mereka, melindungi Yoon sama dengan melindungi Korea Selatan dari pengaruh individu pro-Korea Utara dan pro-Tiongkok, sekaligus memperkuat hubungan aliansi dengan Amerika Serikat.
Demonstrasi “Pasukan Taeguk”
The New York Times menggambarkan bahwa mayoritas pendukung Yoon adalah kaum lansia beragama Kristen. Dalam setiap demonstrasi, mereka dengan penuh semangat menyanyikan lagu kebangsaan Korea Selatan, mengibarkan bendera nasional Taeguk, sambil mengangkat bendera Amerika Serikat sebagai bentuk dukungan atas kebijakan Yoon yang pro-Amerika dan anti-Korea Utara.
Seorang peserta aksi, Kim Kwon-seop (72 tahun), dalam wawancaranya mengungkapkan “Setiap kali saya meninggalkan rumah untuk ikut demonstrasi, saya selalu mengatakan kepada istri saya bahwa ini mungkin adalah terakhir kalinya dia melihat saya hidup, karena saya sudah siap mati demi perjuangan saya.”
Dia menegaskan: “Ini bukan hanya soal melindungi Yoon Suk-yeol, tetapi menyelamatkan negara untuk generasi mendatang.”
Kegagalan Penangkapan Yoon Jadi Momentum Pendukung
Setelah upaya penangkapan Yoon Suk-yeol oleh pihak berwenang gagal pada 3 Januari, “Pasukan Taeguk” merayakannya dengan mengibarkan bendera mereka dengan penuh semangat sambil meneriakkan: “Kami menang!”
Profesor politik dari Universitas Kyung Hee di Seoul, Ahn Byong-jin, menjelaskan bahwa fenomena ini menunjukkan bagaimana Yoon Suk-yeol menggunakan pendekatan ala “MAGA” versi Korea Selatan untuk tetap berkuasa. Sementara itu, teori konspirasi yang mengklaim bahwa Yoon menjadi korban kekuatan pro-Korea Utara semakin meluas melalui platform seperti YouTube, memperburuk polarisasi politik di Korea Selatan.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana kekuatan politik dapat memanfaatkan loyalitas kelompok tertentu untuk mempertahankan kekuasaan, dengan narasi nasionalisme dan aliansi strategis menjadi elemen utama yang memicu dukungan tersebut. (jhn/yn)