EtIndonesia. Pada Desember lalu, sebuah pesawat milik Azerbaijan Airlines jatuh pada hari Natal, mengakibatkan 38 orang tewas dan 29 lainnya selamat secara ajaib. Penyelidikan mengungkapkan bahwa penyebab jatuhnya pesawat adalah karena rudal darat-ke-udara dari sistem pertahanan udara Rusia.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, menelepon Presiden Azerbaijan tiga hari setelah kejadian untuk meminta maaf, tetapi tidak mengakui tanggung jawab atas insiden tersebut. Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, saat mengunjungi dua pramugari yang selamat dan keluarga kru pesawat yang meninggal, secara terbuka menuduh Rusia berusaha “menutupi” insiden tersebut, mencerminkan memburuknya hubungan kedua negara.
Aliyev menyatakan bahwa investigasi awal menunjukkan pesawat tersebut terkena rudal dari sistem pertahanan udara Rusia. Dia juga menambahkan bahwa Rusia baru menutup wilayah udara di Grozny, ibu kota Republik Chechnya di Rusia selatan, setelah pesawat tersebut ditembak jatuh.
Penerbangan J2-8243 milik Azerbaijan Airlines, yang terbang dari Baku, ibu kota Azerbaijan menuju Grozny, dipaksa melakukan pendaratan darurat di Kazakhstan setelah ditembak jatuh.
Aliyev mengatakan: “Kami dapat memastikan bahwa kematian warga Azerbaijan dalam insiden ini adalah tanggung jawab perwakilan Federasi Rusia. Kami menuntut keadilan, kami menuntut agar pelaku dihukum, dan kami menuntut transparansi serta perlakuan manusiawi sepenuhnya.”
Rusia Memberikan Penjelasan yang Kontroversial
Menurut Kremlin, Presiden Putin menyatakan bahwa sistem pertahanan udara Rusia dalam keadaan siaga karena wilayah tersebut sedang menghadapi serangan drone Ukraina saat pesawat mencoba mendarat di Grozny. Namun, Aliyev kembali menuduh Rusia mencoba menutupi kebenaran insiden tersebut, menyebut penjelasan Rusia sebagai “tidak masuk akal” dan menimbulkan “kejutan, penyesalan, dan kemarahan yang wajar” di Azerbaijan.
Aliyev menambahkan: “Jika Grozny telah menutup wilayah udaranya tepat waktu, jika layanan darat beroperasi sesuai standar, dan jika koordinasi antara angkatan bersenjata Rusia dan otoritas sipil dilakukan dengan baik, tragedi ini dapat dihindari.”
Dalam sebuah langkah yang tidak biasa, Aliyev menyampaikan pidatonya dalam bahasa Rusia di televisi nasional, bukan dalam bahasa Azerbaijan seperti biasanya. Dalam pidatonya, dia memuji keberanian dan profesionalisme kru pesawat, terutama pilot yang berhasil melakukan pendaratan darurat untuk menyelamatkan sebagian penumpang.
Pesawat Embraer 190 buatan Brasil itu membawa penumpang dari Azerbaijan, Rusia, Kazakhstan, dan Kirgizstan. Menurut laporan Reuters, Angkatan Udara Brasil telah menyelesaikan proses ekstraksi data dari dua kotak hitam pesawat. Data tersebut dikirim ke Brasil untuk dianalisis oleh para ahli internasional dan perwakilan Azerbaijan guna memastikan transparansi dan kredibilitas penyelidikan. Data-data ini telah diserahkan kepada otoritas Kazakhstan yang memimpin investigasi. Pemerintah Kazakhstan bekerja sama erat dengan Azerbaijan dalam penyelidikan tersebut.
Di sisi lain, Kremlin menyatakan bahwa Komite Investigasi Rusia telah membuka kasus pidana terkait insiden ini. Video dan gambar pasca-kejadian menunjukkan adanya banyak lubang di badan pesawat. Namun, penyebab pasti dari kerusakan tersebut belum dapat dikonfirmasi.
Presiden Aliyev menyampaikan keyakinannya: “Saya percaya bahwa dalam waktu dekat, kita akan mendapatkan hasil awal dan segala sesuatunya akan menjadi jelas. Seluruh detail dari tragedi ini akan terungkap. Ini tentu saja merupakan langkah penting dalam penyelidikan menyeluruh terhadap tragedi ini dan menghukum mereka yang bertanggung jawab.”
Hubungan Azerbaijan dan Rusia, yang sebelumnya sudah tegang, kini menghadapi tantangan baru akibat insiden tragis ini. (jhn/yn)