ETIndonesia. Gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,1 yang melanda Xigaze, Tibet, pada (7/1/2025) pagi sekitar pukul 09.00 waktu setempat mengakibatkan kerugian besar. Hingga saat ini, pihak berwenang melaporkan 126 orang tewas, 188 orang terluka, dan 3.609 rumah hancur. Namun demikian, jumlah korban sebenarnya masih belum diketahui.
“Gempa berkekuatan 7 itu sudah sangat kuat. Bangunan-bangunan hampir runtuh, bergoyang seperti diterpa angin topan berkekuatan 12,” demikian kesaksian warga lokal.
Pemerintah Tiongkok melaporkan kekuatan gempa sebesar 6,8, sementara US Geological Survey mencatat kekuatan gempa mencapai 7,1 dengan kedalaman 10 kilometer.
Setelah gempa utama, banyak bangunan runtuh. Hingga pukul 18.00, tercatat 150 gempa susulan, dengan yang terbesar berkekuatan 4,9.
Rekaman menunjukkan kehancuran di jalan-jalan Kabupaten Lhatse. Toko-toko rusak, reruntuhan bangunan berserakan, dan warga berlarian menyelamatkan diri di tengah cuaca dingin.
“Saat itu saya sedang tidur. Guncangannya sangat parah, langsung membuat orang terbangun!,” demikian kesaksian korban.
Akan tetapi, dikarenakan kebiasaan pemerintah Partai Komunis Tiongkok yang sering menutupi data sebenarnya, banyak pihak meragukan bahwa angka korban sebenarnya jauh lebih besar.
“Semua data yang dikeluarkan oleh pemerintah PKT itu palsu, termasuk jumlah korban bencana alam dan kecelakaan lainnya. Mereka selalu memiliki kebiasaan kuat untuk memalsukan data. Hampir tidak pernah ada data mereka yang benar,” ujar Ketua Partai Demokrasi Sosial Tiongkok, Liu Yinquan.
Saksi mata melaporkan bahwa desa-desa di sekitar pusat gempa kebanyakan terdiri dari rumah-rumah berbahan tanah. Ketika gempa terjadi, rumah-rumah ini runtuh seketika, sehingga banyak orang tidak sempat melarikan diri.
“Gempa! Gempa besar! Lihat, rumah-rumah runtuh!” ujar kesaksian warga lokal.
Analisis menyebutkan bahwa meskipun gempa adalah bencana alam, di bawah pemerintahan PKT, bencana semacam ini sering kali diperparah oleh kelalaian manusia.
“Pemerintah PKT kurang dalam mengambil langkah pencegahan terhadap bencana seperti gempa. Kedua, infrastruktur dasar sering kali tidak memperhatikan aspek tahan gempa. Banyak bangunan tidak memiliki fitur tahan gempa. Ketiga, masyarakat hidup dalam kemiskinan sehingga mereka tidak memiliki persiapan material atau mental untuk menghadapi gempa,” ujar Liu Yinquan.
Gempa ini juga dirasakan di negara tetangga seperti Nepal, Bhutan, dan India. Bangunan-bangunan di sana bergoyang, membuat orang-orang berlarian keluar dari rumah mereka. Hingga kini, belum ada laporan korban jiwa dari negara-negara tersebut. (Hui)
Sumber : NTDTV.com