EtIndonesia. Dalam sebuah pidato yang disampaikan di kediamannya di Mar-a-Lago, Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, memberikan peringatan keras kepada Hamas, kelompok perlawanan Islam Palestina. Trump menyatakan bahwa jika Hamas tidak melepaskan semua sandera sebelum 20 Januari, mereka akan menghadapi bencana besar yang dapat menyebabkan kekacauan parah di Timur Tengah.
“Jika Hamas tidak melepaskan semua sandera sebelum upacara pelantikan Presiden AS pada 20 Januari, Timur Tengah akan jatuh ke dalam kekacauan. Ini bukan hal baik bagi Hamas, dan jujur saja, bukan hal baik bagi siapapun. Segalanya akan menjadi buruk. Saya tidak perlu mengatakan lebih, tetapi itulah kenyataannya,” ujar Trump dalam pidatonya.
Negosiasi Gencatan Senjata Masih Berlangsung
Utusan Khusus AS untuk Masalah Timur Tengah yang diusulkan oleh Trump, Steven Witkoff, mengungkapkan bahwa dia tengah bekerja sama dengan pejabat pemerintahan Biden dalam upaya negosiasi gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Witkoff menyampaikan bahwa pihak-pihak terkait telah membuat kemajuan signifikan dan dia optimis bahwa kesepakatan gencatan senjata serta pertukaran sandera dapat tercapai sebelum pelantikan Trump.
Trump sebelumnya juga telah memberikan peringatan kepada Hamas, menyatakan bahwa jika sandera di Jalur Gaza tidak dibebaskan sebelum pelantikan dirinya, Hamas akan menghadapi serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, NPR melaporkan bahwa Trump belum merinci tindakan spesifik yang akan diambil terhadap Hamas.
Proses Negosiasi yang Berliku
Hamas dan Israel telah melakukan beberapa putaran negosiasi gencatan senjata, namun hingga saat ini belum ada kesepakatan yang tercapai. Pada 3 Januari 2025, Hamas mengumumkan akan memulai kembali negosiasi yang berlangsung di Doha, Qatar. Berdasarkan laporan Associated Press (AP) pada 7 Januari, yang mengutip pejabat dari Israel, Mesir, dan Hamas, putaran negosiasi terbaru hampir mencapai kesepakatan namun masih menghadapi beberapa hambatan.
Pejabat-pejabat tersebut mengungkapkan bahwa fase pertama dari perjanjian gencatan senjata diperkirakan akan berlangsung selama 6 hingga 8 minggu. Fase ini mencakup penghentian pertempuran, pertukaran sandera, serta peningkatan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.
Perbedaan Mengenai Pertukaran Sandera
Hamas telah memberikan daftar 34 orang kepada AP dan BBC yang diperkirakan akan dibebaskan dalam fase pertama perjanjian gencatan senjata. Namun, pejabat menyatakan bahwa Israel dan Hamas belum sepakat mengenai daftar tersebut. Israel meminta agar sandera yang masih hidup dibebaskan terlebih dahulu, sementara Hamas menyatakan bahwa setelah pertempuran sengit yang berkepanjangan, mereka tidak dapat memastikan kondisi semua orang dalam daftar tersebut.
Kantor Perdana Menteri Israel, Netanyahu, menyatakan bahwa pada Juli tahun lalu, Israel telah menyerahkan daftar tersebut kepada pihak yang memediasi. Hingga kini, Hamas belum mengonfirmasi kondisi semua sandera dalam daftar tersebut kepada Israel. Seorang pejabat Hamas kepada AP menyatakan bahwa akibat perbedaan tersebut, mereka tidak dapat memberikan informasi lebih lengkap sebelum gencatan senjata tercapai.
Perbedaan Pandangan dalam Mengakhiri Konflik
Selain isu pertukaran sandera, kedua belah pihak juga memiliki perbedaan dalam hal cara mengakhiri konflik. Hamas tetap menuntut gencatan senjata yang langgeng dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza. Sementara itu, pemerintah Netanyahu berusaha untuk sepenuhnya menghancurkan Hamas dan menolak untuk menjamin gencatan senjata jangka panjang serta penarikan pasukan secara menyeluruh.
Sejak konflik terbaru antara Israel dan Palestina meletus pada Oktober 2023, serangan Israel ke Jalur Gaza telah menewaskan lebih dari 45.000 warga Palestina dan melukai lebih dari 100.000 orang. Israel melaporkan bahwa sekitar 1.200 warga mereka telah meninggal dan masih terdapat 100 orang yang disandera di Gaza.
Harapan untuk Perdamaian
Meskipun situasi masih tegang, adanya kemajuan dalam negosiasi memberikan secercah harapan bagi kedua belah pihak untuk mencapai perdamaian. Upaya diplomatik yang dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk Amerika Serikat, diharapkan dapat membawa solusi yang mengakhiri konflik berkepanjangan di kawasan tersebut.