ETIndonesia. Tiongkok menghadapi serangan berbagai virus dengan lonjakan tajam jumlah infeksi. Rumah sakit di berbagai daerah penuh sesak dengan pasien, sementara penyebaran virus Human Metapneumovirus (HMPV) menarik perhatian dunia internasional. Para ahli khawatir bahwa pemerintah PKT mungkin kembali menyembunyikan informasi wabah, berisiko mengulangi pandemi COVID-19 lima tahun lalu.
Dokter di Tiongkok: “Sekarang pukul 01.00 dini hari. Lihatlah, masih banyak pasien yang menjalani infus karena flu. Sepanjang malam pasien seperti ini — demam tinggi, batuk, badan sakit semua.”
Pada 2 Januari, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Tiongkok mengumumkan bahwa infeksi saluran pernapasan akut terus meningkat, dengan virus utama yang terdeteksi adalah virus flu, HMPV, dan rhinovirus.
Wabah berbagai virus di Tiongkok memicu kewaspadaan global. Pada 6 Januari, CDC Amerika Serikat menyatakan bahwa mereka memantau peningkatan kasus HMPV di Tiongkok dan terus berkoordinasi dengan mitra internasional untuk memantau perkembangan tersebut.
Selain Amerika Serikat, India, Malaysia, Kamboja, serta media Barat juga menyoroti penyebaran HMPV di Tiongkok.
Para ahli berpendapat bahwa perhatian dunia bukan hanya pada HMPV itu sendiri, melainkan pada kekhawatiran bahwa pemerintah Partai Komunis Tiongkok (PKT) mungkin menyembunyikan informasi, seperti yang terjadi saat awal pandemi COVID-19.
“HMPV adalah virus pernapasan yang umum. Biasanya tidak masuk dalam daftar utama pemantauan penyakit pernapasan. Infeksi terutama menyerang anak di bawah lima tahun dan orang tua, yang umumnya pulih dalam satu hingga dua minggu. Jadi biasanya tidak terlalu diperhatikan,” kata Lin Xiaoxu, mantan peneliti virus di Institut Penelitian Angkatan Darat Amerika Serikat.
Pada Desember 2024, CDC Tiongkok menyatakan bahwa HMPV menyebar dengan cepat dengan gejala mirip flu dan COVID-19, seperti demam, batuk, dan pilek. Saat ini, belum ada vaksin atau obat khusus untuk pencegahan maupun pengobatan.
“Pemerintah PKT tiba-tiba membahas ini. Dunia internasional bertanya-tanya apakah ada situasi baru terkait wabah pernapasan di Tiongkok. Mengingat pengalaman Tiongkok dengan SARS, SARS-CoV-2, dan COVID-19, perhatian dunia wajar adanya,” ujar Lin Xiaoxu.
Pada akhir 2019, wabah COVID-19 meletus di Wuhan, dan karena penutupan informasi oleh pemerintah PKT, virus tersebut menyebar secara global, menyebabkan banyak korban jiwa dan melumpuhkan ekonomi dunia.
Pada akhir 2022, setelah pembatasan COVID-19 dicabut, rumah sakit tidak lagi melakukan pengujian COVID-19. Infeksi berulang pada masyarakat disebut sebagai flu A, flu B, pneumonia mikoplasma, dan virus flu lainnya oleh otoritas setempat.
“Tidak ada negara lain di dunia yang menghadapi wabah HMPV sebesar ini. Oleh karena itu, dunia ingin tahu penyebab sebenarnya,” ujar Tang Jingyuan, mantan dokter klinis Chongqing dan komentator politik.
Saat ini, rumah sakit di Beijing, Tianjin, dan Shanghai penuh dengan lonjakan pasien. Banyak laporan di media sosial menunjukkan anak-anak mengalami demam tinggi, pneumonia parah, dan bahkan kematian.
Seorang pembawa acara siaran langsung di Tiongkok: “Banyak orang yang mengunggah video tentang orang-orang yang tumbang, rasanya persis seperti saat COVID pertama kali muncul, tetapi kali ini lebih parah.”
Warga Beijing: “Semua tempat tidur di bagian pediatri penuh, baik di poliklinik maupun IGD.”
Di berbagai wilayah, warga melaporkan gelombang baru virus yang menyebar dengan cepat dan membuat banyak orang terinfeksi.
“Gejalanya mirip dengan infeksi COVID dulu, tapi kali ini lebih banyak demam dan pneumonia. Banyak anak-anak mengalami demam hingga 39°C atau 40°C. Hampir semua teman sekelas anak saya sudah mengalami demam. Beberapa anak teman saya bahkan mengalami pneumonia parah,” ujar Li, warga Hebei.
Lu, seorang pekerja migran di Guangzhou: “Beberapa teman saya terus-menerus terinfeksi, sering mengalami demam, pilek, batuk, dan paru-paru mereka sampai putih. Bahkan salah satu teman saya yang baru berusia 30 tahun meninggal.”
Para ahli menduga Tiongkok menghadapi wabah baru tetapi kembali menyembunyikan informasi sebenarnya.
“Kita tahu setelah beberapa tahun pandemi dan vaksinasi yang dipaksakan, sistem kekebalan banyak orang menjadi kacau, membuat mereka terinfeksi beberapa virus sekaligus. Tiongkok mungkin menggunakan ini untuk menutupi kemungkinan kembalinya COVID-19, padahal orang tersebut bisa saja terinfeksi COVID-19 bersamaan dengan virus lain,” kata Tang Jingyuan.
Seorang pakar penyakit menular Australia menekankan pentingnya Tiongkok segera berbagi data terkait. Data genom virus diperlukan untuk memastikan tidak ada mutasi berbahaya dan untuk membantu pengembangan vaksin.
Kepala ilmuwan perusahaan riset virologi Eropa, hVIVO, menyatakan bahwa mereka memerlukan lebih banyak informasi untuk memahami apakah virus yang menyebabkan tingkat infeksi tinggi di Tiongkok adalah jenis yang umum atau varian baru yang lebih berbahaya. (Hui)
Sumber : NTDTV.com