EtIndonesia. Pada tanggal 12 Januari 2025, Menteri Luar Negeri Rusia menyatakan dalam sebuah wawancara bahwa Uni Eropa tengah mengkhawatirkan kemungkinan pemerintahan baru pasca era Trump dapat mengubah kebijakan dukungan terhadap Ukraina. Pernyataan ini menimbulkan spekulasi mengenai arah kebijakan luar negeri Eropa ke depan, khususnya terkait aliansi strategis di kawasan Eurasia.
Pernyataan Tegas dari Presiden Putin
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Rusia, Vladimir Putin, secara terbuka menegaskan bahwa Moskow tidak akan menyerang negara-negara NATO. Menurutnya, serangan semacam itu sama sekali tidak mempunyai “arti” dan hanya merupakan bagian dari upaya politisasi oleh “politikus Barat”.
“Politikus Barat kerap kali menggunakan bayangan Rusia untuk menakut-nakuti masyarakat dan mengalihkan perhatian, namun orang bijak tahu bahwa hal itu tidak benar,” ucap Putin dengan nada yang meyakinkan.
Aktivitas Militer Ukraina di Wilayah Kursk
Sementara itu, sebuah lembaga pemikiran (think tank) dari Amerika Serikat melaporkan bahwa pasukan Ukraina telah melancarkan kembali serangan di setidaknya tiga area strategis di wilayah Kursk. Pada tanggal 5 Januari 2025, pasukan Ukraina berhasil mencatat kemajuan taktis yang signifikan, menandakan bahwa upaya militer mereka di medan perang tersebut terus intensif dengan pengerahan pasukan dan sumber daya senjata yang besar.
Penangkapan Tentara Korea Utara Pertama Kalinya
Dalam perkembangan yang mengejutkan, Ukraina dinilai telah menangkap dua tentara Korea Utara untuk pertama kalinya. Seorang prajurit Ukraina yang menjadi saksi langsung menyampaikan bahwa kedua tentara tersebut menunjukkan tingkat disiplin, ketertiban, dan profesionalisme yang bahkan dilihat lebih tinggi bila dibandingkan dengan rekan-rekan mereka asal Rusia. Temuan ini tentunya memberikan dimensi baru dalam dinamika konflik yang sedang berlangsung di wilayah tersebut.
Mendekati Masa Transisi Kepemimpinan AS: Upaya Diplomatik dan Pembebasan Sandera
Hanya delapan hari sebelum Presiden Trump dilantik, dia terus mendorong jalannya pembicaraan antara pihak Palestina dan Israel. Dalam serangkaian pertemuan, Biden juga mengadakan dialog intensif dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dengan tujuan mendesak tercapainya kesepakatan pembebasan sandera—termasuk sandera dari Timur Tengah dan warga negara Amerika—sebelum pelantikan Trump. Netanyahu sendiri menginformasikan bahwa delegasi Doha Israel sedang dalam progres untuk menemukan titik temu dalam negosiasi.
Perwakilan negosiasi mengungkapkan bahwa dua hari ke depan dianggap sangat krusial untuk mencapai kesepakatan yang diharapkan. Sebelumnya, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Sullivan, menyatakan kepada CNN bahwa meskipun Israel dan Hamas hampir mencapai kesepakatan, masih terdapat beberapa hambatan yang harus diselesaikan dalam “garis finish”.
“Sebelum Trump dilantik, masih ada peluang untuk mencapai kesepakatan, tetapi ada kemungkinan juga tidak tercapai,” kata Sullivan dengan nada penuh kehati-hatian.
Optimisme dari Mike Pence dan Dukungan dari Pihak Terkait
Mantan Wakil Presiden AS, Mike Pence, menyampaikan optimismenya pada hari Sabtu, memprediksi bahwa kesepakatan pembebasan sandera kemungkinan besar akan diumumkan dalam hari-hari terakhir masa jabatan Biden—mungkin pada hari pertama atau kedua dalam hitungan mundur terakhir. Pernyataan Pence ini semakin menambah tekanan di meja negosiasi yang tengah berlangsung.
Kantor Perdana Menteri Israel melalui pernyataan resminya juga menekankan rasa terima kasih kepada Presiden Trump atas upayanya dalam mendorong “misi suci” untuk membebaskan sandera. Pada hari yang sama, Utusan Khusus Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, telah tiba di Israel untuk mendorong kesepakatan tersebut.
Sejumlah organisasi yang mewakili keluarga sandera dan korban juga menggelar konferensi pers, menyerukan agar pihak Israel dan Amerika Serikat tidak hanya membebaskan sebagian, melainkan seluruh sandera.
Salah satu wakil keluarga sandera menyampaikan: “Presiden Trump adalah sahabat sejati rakyat Israel. Dia telah memilih untuk berada di pihak kebenaran. Kita harus membiarkan kebebasan menang atas tirani, dan keadilan menang atas kejahatan.”
Kesimpulan
Rentetan peristiwa ini menunjukkan betapa kompleksnya dinamika geopolitik saat ini, dengan berbagai kekuatan regional dan internasional saling berinteraksi dalam upaya menjaga stabilitas serta mencari solusi bagi berbagai konflik. Dari pernyataan tegas Rusia hingga serangan strategis Ukraina, serta upaya intensif pembebasan sandera oleh pihak-pihak terkait, situasi global terus bergulir dengan tantangan dan kesempatan baru yang harus dihadapi bersama oleh komunitas internasional.